Ridha Belhaj Juru Bicara Resmi Hizbut Tahrir: Demokrasi Itu Permainan, Kami Tidak Suka Mempermainkan Nasib Umat

Kehadirannya dalam komunitas pendukung syariah di Kairouan telah mendapat perhatian khusus, bahkan memunculkan berbagai interpretasi dan ekstrapolasi tentang apakah Hizbut Tahrir berniat untuk bersekutu dengan kelompok Salafi yang baru-baru ini mendapatkan visa sebagai “Front Reformasi”.

Ia mengatakan bahwa ia pergi ke kota Uqbah bin Nafi’ sebagai tamu bukan sekutu. Namun ia mengakui adanya ikatan kebangkitan Islam yang akan menyatukan partainya dengan para aktivis Salafi … Sehingga perlu untuk membantunya dalam mengekang setiap agitasi dan emosi.

Berbicara tentang demokrasi, ia mengatakan bahwa demokrasi itu sebagai salah satu permainan liberalisme yang tidak layak -untuk kapan pun-apalagi di saat melakukan perjuangan yang serius ini. Dan tentang pemilihan, ia mengatakan bahwa semua aktivitasnya adalah terkait erat dengan upaya menuju tegaknya sistem pemerintahan Islam, yaitu negara Khilafah.

Ridha Belhaj berbicara juga tentang perbedaan yang jelas antara apa yang disebut dengan “kesadaran agama” dan “kemunafikan agama”. .

Adapun tentang kaum elit, menurutnya mereka ini tengah mengalami kemunduran tingkat  kekritisan, sehingga ia memperingatkannya dari para ruwaibidhah yaitu orang-orang bodoh yang berbicara tentang urusan-urusan umat. Berikut hasil wawancara kami dengan juru bicara resmi Hizbut Tahrir di Tunisia:

Dalam pertemuan awal dengan gerakan Salafi di Kairouan, apakah kehadiran Anda sebagai tamu atau sekutu?

Kami adalah tamu dari komunitas pendukung syariah berdasarkan undangan resmi. Semua tahu bahwa undangan untuk pertemuan tersebut diberikan kepada semua gerakan Islam. Sehingga yang hadir adalah para tokoh Islam, dan para aktivis kebangkitan Islam. Dan dalam hal ini, kami memiliki hubungan dengan mereka terkait hak untuk memberikan bimbingan, nasihat dan arahan.

Jika kita membiarkan kebangkitan ini berjalan berdasarkan agitasi dan emosi semata, maka akan menyebabkan hasil yang berlawanan. Saya sangat heran dengan arogansi dan permusuhan yang disembunyikan oleh beberapa penyeru modernitas terhadap kelompok Salafi.

Ini berarti bahwa Anda adalah sekutu bagi kelompok Salafi, dan bukan sekedar sebagai tamu?

Sebaliknya, saya khawatir terhadap para aktivis Salafi. Sedang kedekatan saya dengan mereka adalah upaya yang masuk dalam kewajiban untuk menjaga hubungan dan memberi arahan. Bahkan Abu Iyadh sendiri mengakui adanya beberapa kesalahan. Dan saya melihat bahwa mereka merupakan segmen penting.

Jika saya diundang oleh gerakan an-Nahdhah, pasti saya akan datang sebagai wujud rasa kasih sayang kepadanya, karena mereka tengah jatuh ke dalam beberapa celah; juga sebagai bentuk komunikasi dan persaudaraan pada saat yang sama. Ingat! Aktivitas politik itu mendorong untuk meraih keadaan yang lebih baik, serta membuka jalan bagi situasi perjuangan dan pergolakan pemikiran yang dirancang, sampai kebangkitan Islam membawa hasilnya, yaitu penerapan Islam dan terwujudnya persatuan.

Tetapi an-Nahdhah bergerak ke arah yang berlawanan dengan ide Khilafah yang Anda adopsi dan Anda perjuangkan?

Ketahuilah, setiap orang yang menjauhkan dirinya dari jalan umat yang pasti menuju Khilafah, akan menemukan dirinya dalam posisi sulit di hadapan generasi mendatang. sedangkan yang diperlukan sekarang dari setiap gerakan Islam, selain keikhlasan dan ideologis adalah mempersenjatai diri dengan kesadaran dan pandangan ke depan. Bahkan berbagai peristiwa hampir semuanya membicarakan negara Islam, yaitu Khilafah … Sehinga musuh umat Islam merasa ketakutan dengannya. Lalu, bagaimana kaum Muslim tidak melihatnya dan bersukacita denganya?

Hal yang paling penting dalam ilmu Pembangunan Manusia menurut Ibnu Khaldun adalah proyeksi yang akan datang sesuai dengan hukum-hukum sejarah pada setiap tahapan. Kebangkitan Islam saat ini sudah di titik pembebasan akhir dari segala bentuk kolonialisme, khususnya, revolusi Tunisia. Kemudian dengan cepat disusul secara berturut-turut oleh revolusi-revolusi dengan karakter Islam.

Saya melihat bahwa gerakan an-Nahdhah melaksanakan politiknya dengan gaya aktual yang tenggelam oleh waktu dan tempat yang menyelimutinya. Inilah yang membuatnya sangat fanatik dengan realisme. Sementara realitas adalah subyek berpikir, dan bukannya sumber pemikiran. Sedang prioritas tetap pada ideologi, yakni Islam, termasuk hal-hal yang terkait dengan wajib ‘ain (kewajiban setiap orang) dan wajib kifayah (kewajiban kolektif).

Hizbut Tahrir sekarang dalam kondisi diakui secara hukum, sebab sikap diamnya pemerintah merupakan bentuk penerimaan secara inplisit. Dan Front Salafi untuk Reformasi juga dalam kondisi diakui secara hukum, apakah Anda melihatnya akan mampu berjalan seiring dengan terkoordinasi, yang akan terbiasa dengan rahasia?

Pertama yang perlu diketahui bahwa saya menilai pengakuan terhadap Front Reformasi merupakan sesuatu yang normal sebab gerakan ini berlandaskan Islam. Sehingga dari sini, gerakan tersebut harus menanggung tanggung jawab untuk melakukan aktivitas politik yang cerdas. Namun, kami tidak tahu banyak tentang pengalaman politik dari gerakan Salafi, dan program-programnya untuk masa depan.

Politik tidak mentolerir kevakuman, terutama setelah revolusi, di mana masyarakat tengah menunggu proses alternatif yang efektif, tetapi kekuatan kolosal (raksasa) yang ada pada level tikungan bersejarah yang besar ini. Kami ingin mereka meraih keberuntungan. Bahkan , kami mengatakan bahwa ada sejumlah tantangan besar, dan yang paling berbahaya dalam politik adalah hanya reaksi, sebab wahyu tanpa kesadaran akan membawa pada sesuatu yang tidak diinginkan dan diperlukan, yakni hanya pada penipuan agama atau penipuan politik.

Adapun kami, Hizbut Tahrir, maka kami telah disibukkan dan terlibat dalam politik sejak Hizbut Tahrir didirikan pada tahun lima puluhan abad lalu. Kami menilai politik sebagai seni kemungkinan (fan al-mumkin) dalam koridor ideologi, sebagai pengurusan urusan rakyat berdasarkan hukum Islam untuk berbagai realitas yang terperinci. Inilah yang membuat Hizbut Tahrir berada dalam posisi yang kokoh, bahkan Hizbut Tahrir dipandang sebagai partai alternatif, yang menyerukan pada pemerintah Islam, dan yang pasti mampu melaksanakannya.

Aktivitas Anda difokuskan pada dialog pemikiran politik, dan Anda mengangap metode al-lâmâdiyah (non kekerasan), yakni tidak melakukan kekerasan bersenjata sebagai metode terbaik. Sedangkan Salafi di sebagian besar ekspresi yang diungkapkannya menunjukkan sejumlah referensi perang, apakah Salafi dengan realitas ini mampu mengubah aktivitasnya ini sesuai perubahan arena?

Setiap hukum syara’ yang terkait dengan realitas khusus oleh fuqahâ’ (para ulama fiqih) disebut dengan manâthul hukmi (fakta yang menjadi obyek penetapan hukum). Dalam hal ini, ada perbedaan antara perang melawan penjajah, atau perang melawan penguasa di negeri Islam, dan tidak adanya kediktatoran yang dihasilkan setelah revolusi. Jadi perubahan ini memerlukan hukum khusus, bukan hukum sebelumnya. Islam telah mengajari kita bahwa pembentukan negara Islam adalah dengan pergolakan pemikiran dan perjuangan politik, serta meminta nushrah (dukungan) dari sumber-sumber kekuasaan, sementara kebaikan ada pada umat itu sendiri. Metode inilah yang syar’iy (sesuai syariah) dan alami. Dan metode inilah yang sangat ditakuti oleh Barat. Sebab, bagaimanapun kerasnya aktivitas fisik yang dilakukan tidak akan mampu melakukan perubahan nyata, justru hal itu akan memberikan Barat alasan untuk menekan kebangkitan Islam dalam konteks lokal dan internasional dengan menggunkan intelijen dalam penetapan karakterisasinya. Lain halnya, jika keadaan berubah, dan umat melakukan revolusi umum hingga pada tikik pembangkangan sipil, kemudian dibalas dengan penyerangan dan tindakan brutal, maka mengangkat senjata untuk membela kehormatan, dan menolak ketidakadilan menjadi perkara yang syar’iy (sesuai syariah) dan alami, bahkan tidak seorang pun yang menolaknya.

Untuk gerakan Salafi Jihadis yang didirikan dengan dasar untuk mengangkat senjata, harus dibedakan antara realitas dan realitas, antara situasi dan situasi. Dan di sini memungknkan kekuatan wacana Islam untuk membangun opini umum, dengan tema “Umat Menginginkan“.

Dan yang jelas bahwa beberapa gerakan tersebut belum terwakili setelah fase yang baru. Padahal menurut catatan bahwa segmen utama dari gerakan ini tengah berusaha untuk membangun dan mengkaji kembali, dan ini merupakan hal yang baik .

Apakah mungkin kami melihat Hizbut Tahrir pada pemilu berikutnya bergabung dengan Front Reformasi, an-Nahdhah, atau Salafi?

Kami melihat bahwa pemilihan yang berdasarkan liberalisme, yang hanya membawa pada perubahan orang bukan perubahan sistem, sama sekali tidak membawa manfaat bagi tujuan revolusi. Sebab, revolusi itu pada dasarnya adalah upaya untuk mengubah asas dan metode, sehingga jika tidak, maka revolusi itu tidak ada artinya.

Dalam konteks ini, kami mencatat bahwa gerakan an-Nahdhah tergesa-gesa ikut dalam pemilu. Ini seperti meletakkan kereta di depan kuda. Buktinya, mereka menetapkan metodologi yang sama untuk Konstitusi, dan mengadopsi standar ekonomi kapitalisme yang sama. Sedang yang membedakan hanyalah kebersihan tangan yang mengklaimnya dan pemerintah yang menjanjikannya. Oleh karena itu, kami tidak akan bersekutu dengan usaha yang tergesa-gesa ini, yang justru melupakan kewajiban Islam yang dijanjikan kemenangan dari Allah.

Dan gagasan apapun, apakah itu Salafi atau yang lainnya, selama belum percaya pada sistem pemerintahan Islam sebelum pemilu, maka itu hanyalah sebuah “permainan demokrasi” dan kami adalah kelompok yang tidak senang mempermainkan nasib umat. Sungguh, kami hanya mempertimbangkan masalah umat dengan sangat serius. Jika kami telah menetapkan metodologi hukum Islam, maka kami berjanji pada Anda bahwa kami akan menetapkan pemilu; kami akan melakukannya bahkan di masjid-masjid sekalipun, dan di semua lembaga. Ini adalah perkara yang dibenarkan oleh syara’. Sesunguhnya keadaan saling rela dan setuju, keharmonisan sosial dan politik itu akan terwujudkan dengan hukum Islam. Sehingga fuqahâ’ (para ulama fiqih) mendefinisikan Khilafah dengan kepemimpinan umum, bahwa Khilafah adalah “akad atas dasar kerelaan dan pilihan antara penguasa dan rakyat”, dan mekanisme terbaik untuk mencapai kerelaan adalah pemilu. Dan ini sekaligus tanggapan atas orang menawarkan pemilihan liberal kepada kami.

Apa yang akan Anda katakan pada para aktivis Salafi yang terkadang sembrono, dan melakukan kekerasan di tempat-tempat terbuka dan tertutup?

Pertama kami mencatat bahwa kekerasan di negeri kita bukan perkara umum dan sistematis. Para aktivis kebangkitan Islam, termasuk Salafi tumbuh di bawah tekanan kediktatoran dan pengekangan, sehingga kami memahami akan semangat mereka yang berkobar.

Dan sebelum kami menyalahkan mereka, kami menyalahkan para pemimpin dan para tokoh yang mengkhianati kebangkitan ini dengan tidak mengarahkannya, bahkan ada sebagian yang melakukan penipuan agama atas nama kebangkitan ini, terutama beberapa orang yang terkait dengan negara-negara Teluk, atau mereka yang dengan tekun menjalankan politik oportunis. Mereka ini menganggap bahwa kebangkitan hanyalah kelompok untuk ikut pemilihan yang dapat memberikan berbagai manfaat.

Apakah Anda melihat elit politik dan insan media di Tunisia berada pada tingkat fase penurunan, terutama karena Anda begitu percaya dengan dialog pemikiran?

Sangat menyedihkan bagi saya bahwa Tunisia kehilangan pusat budaya ideologis, sehingga hampir-hampir kami tidak menemukan, kecuali pemikiran boneka di pemukiman-pemukiman, dan itu pun hanya terjemahan. Mereka umumnya, tidak sampai melontarkan gagasan terkait masalah-masalah penting dalam konteks umat dan akidahnya sebagai kebanggaan. Seolah-olah mereka benci memilikinya. Sebaliknya, mereka mengemis untuk kerelaan atau kasih sayang dari lembaga-lembaga Barat. Inilah yang membuat umat kehilangan kekuatan pemikiran yang menakutkan dan diperhitungkan musuh. Akibatnya para aktivis mencari pemikiran melalui berbagai cara.

Kami sedang dalam kondisi perampasan budaya, dan kami menunggu sebuah revolusi pengetahuan yang memberi kami suatu metodologi, seperti Roger Garaudy, Edward Said dan lain-lainnya.

Sekarang sedang ada penurunan tingkat perdebatan pemikiran dan politik, sehingga menjadikan kami hanya memiliki para ruwaibidhah dalam budaya, sebagaimana kami hanya memiliki para ruwaibidhah dalam politik. Sedangkan ruwaibidhah dalam hadits Rasulullah saw adalah orang orang bodoh yang berbicara tentang perkara umum (urusan umat) pada tahun-tahun penuh penipuan.

Sumber: orabia.tn, 27/5/2012.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*