Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) kembali menggelar acara penting: Konferensi Tokoh Umat (KTU) 2012. Konferensi ini menghimpun tokoh-tokoh utama umat yang memiliki peran strategis dalam perubahan Indonesia. Puluhan ribu tokoh umat hampir di seluruh Indonesia menghadiri acara penting ini di berbagai kota di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Makasar, Bandung, Medan, Lampung, Palembang, Jambi dan lain-lain.
Acara ini merupakan rangkaian dari berbagai konferensi pada bulan Rajab yang diselenggarakan Hizbut Tahrir di seluruh dunia dengan tema besar yang sama: Khilafah. Bulan Rajab, bulan Isra’ dan Mikraj Rasulullah saw., juga merupakan saat kesedihan bagi kaum Muslim. Pada 28 Rajab 1342, 91 tahun yang lalu, Inggris melalui agen bengisnya Kamal at-Tartuk meruntuhkan Khilafah Islam; institusi negara yang penting bagi umat Islam.
Tanpa negara Khilafah ini berarti sudah 91 tahun syariah Islam tidak diterapkan secara menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupan. Padahal umat Islam wajib menerapkan seluruh syariah Islam sebagai bentuk ketertundukan kepada Allah SWT. Hal itu mutlak membutuh-kan Khilafah sebagai satu-satunya negara penerap syariah.
Tanpa Khilafah ini pula berarti sudah 91 tahun umat Islam terpecah-belah dalam negara-negara bangsa (nation state) yang bukan berdasarkan Islam. Umat Islam tidak memiliki pemimpin tunggal untuk seluruh dunia. Tanpa Khilafah umat Islam menjadi lemah, bagaikan anak ayam kehilangan induknya. Padahal perintah bersatu dan mengangkat satu pemimpin yang disebut khalifah adalah wajib atas kaum Muslim.
Tanpa negara Khilafah ini pun berarti sudah 91 tahun satu tugas penting dan mulia yang harus diemban oleh negara dalam Islam yaitu mengemban dakwah ke seluruh penjuru dunia tidak dilaksanakan. Islam sebagai rahmatan lil alamin tidak sempurna terwujud.
Tanpa negara Khilafah berarti sudah 91 tahun kewajiban membaiat khalifah yang ada dipundak kaum Muslim tidak dilaksanakan. Padahal perintah ini sangat jelas dinyatakan oleh Rasulullah saw. dalam hadisnya, “Siapa saja yang mati dan di pundaknya tidak ada baiat (kepada Khalifah) maka matinya seperti mati orang Jahiliyah.”
Umat Islam, berdasarkan Ijmak Sahabat, maksimal hanya 3 hari 3 malam ditoleransi dari kekosongan kepemimpinan Khilafah, sementara kita saat ini sudah 91 tahun tanpa Khilafah.
Pada tahun ini Hizbut Tahrir Indonesia mengangkat tema, “Khilafah Model Negara yang Mensejahterakan”. Tema ekonomi dipilih karena di samping politik, persoalan ekonomi tentu sangat penting bagi sebuah negara, terutama berkaitan dengan dengan kemampuan negara mensejahterakan rakyatnya. Lewat Konferensi Tokoh Umat (KTU) ini diharapkan akan muncul kesadaran dari para tokoh tentang kemampuan sistem Islam dalam membentuk masyarakat dengan ekonomi yang tumbuh, stabil dan mensejahterakan.
Negara Khilafah akan memenuhi syarat yang dibutuhkan bagi pertumbuhan ekonomi sebuah negara. Khilafah, misalnya, akan menjamin bahwa uang sebagai salah satu penggerak ekonomi terus beredar. Pasalnya, syariah Islam telah melarang penimbunan emas (yang berarti melarang penimbunan uang, karena uang dalam Islam adalah dinar emas); melarang pembungaan uang (transaksi ribawi) dan judi (transasksi spekulasi). Penimbunan emas (uang) akan menghambat laju putaran uang (velocity of money), yang pada akhirnya akan mengurangi laju kegiatan ekonomi.
Ekonomi negara juga akan tumbuh dengan etos kerja yang tinggi dari rakyatnya. Bekerja keras, berniaga, bukan hanya untuk mencari materi, tetapi merupakan bagian dari kewajiban yang bernilai ibadah sehingga mendapat pahala besar dari Allah SWT. Rasulullah saw. sampai mencium tangan kasar seorang seorang sahabat karena bekerja keras dan mengatakan tangan itulah yang akan membawa dia ke surga. Untuk itu Negara Khilafah wajib memberikan kemudahan dan fasilitas agar setiap orang bisa bekerja dan berniaga.
Negara Khilafah juga akan menjamin kestabilan ekonomi. Semua keadaan yang membuat ekonomi tidak stabil, yakni penggunaan uang kertas (fiat money) dan praktik ekonomi ribawi dan spekulasi (judi) seperti bursa saham, bursa komoditas berjangka dan lainnya, yang dilakukan dalam sistem ekonomi kapitalis itu akan dihilangkan.
Penggunaan mata uang dinar dan dirham akan membuat sistem ekonomi Islam tahan terhadap inflasi dan gejolak nilai tukar uang karena ketika harga barang-barang dan mata uang asing naik, harga emas juga ikut naik. Artinya, gejolak itu tidak akan membawa efek berantai. Dengan ini sistem ekonomi Islam menutup sama sekali berkembang-nya sektor non-riil seperti yang dipraktikkan dalam sistem ekonomi kapitalis saat ini.
Lalu untuk mencapai kesejahteraan untuk seluruh rakyat, sistem ekonomi Islam sangat memperhatikan sistem distribusi kekayaan. Dalam pandangan sistem ekonomi Islam, buruknya distribusi kekayaan di tengah masyarakat itulah yang membuat timbulnya kemiskinan dan ketimpangan ekonomi. Kesejahteran rakyat akan terwujud karena politik ekonomi Islam adalah untuk menjamin kebutuhan pokok tiap individu rakyat bisa terpenuhi. Negara Khilafah juga akan menerapkan pendidikan serta kesehatan gratis dan berkualitas karena merupakan tanggung jawab negara.
Semua potensi kekayaan alam yang menjadi sumber pendapatan penting negara akan ditujukan untuk kepentingan rakyat. Dalam Islam, barang-barang tambang yang melimpah seperti emas, perak, timah, batu bara, minyak dan gas adalah milik rakyat (milkiyah ‘amah). Semua itu tidak boleh diberikan kepada individu, swasta apalagi asing. Kekayaan alam milik umum ini harus dikelola negara dengan baik, amanah, transparan, profesional dan penuh tanggung jawab. Hasilnya seluruhnya untuk kepentingan rakyat. Dengan sistem ini, rakyat Indonesia dengan alamnya yang kaya-raya ini akan sejahtera.
Kemampuan Khilafah untuk mensejahtera-kan ini berbukti dalam sejarah Islam. Salah satu contoh, pada kesejahteraan rakyat pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Tergambar dari ucapan Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu, “Saat hendak membagikan zakat, saya tidak menjumpai seorang miskin pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan setiap individu rakyat pada waktu itu berkecukupan.”
Namun perlu kita garisbawahi, mendapat kesejahteraan bukanlah menjadi landasan dan motivasi untuk memperjuangkan tegaknya syariah dan Khilafah. Perjuangan syariah dan Khilafah wajib dilandasi karena dorongan keimanan dan niat untuk memenuhi panggilan Allah SWT (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 65). [Farid Wadjdi]