Keluarga Bahagia dan Sejahtera, Akankah Terwujud Dalam Kapitalisme?

Tanggal 29 juni 2012 adalah Hari keluarga Nasional yang ke 19. Puncak acara peringatan Harganas XIX akan diselenggarakan di kota Mataram, NTB, pada tanggal 30 juni 2012 mendatang. Tema peringatan tahun ini adalah “Dengan semangat Hari Keluarga kita bangkitkan Program Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional“, sementara mottonya adalah “Keluarga Kecil Bahagia Dan Sejahtera, Keluarga Tangguh dan Mandiri“. Sungguh sebuah tema dan motto yang ideal, namun di tengah potret buram keluarga Indonesia saat ini, relevankah tema dan motto tersebut?

Di Balik Program Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional

Bagi lembaga-lembaga dunia dan negara-negara maju jumlah penduduk yang besar adalah ancaman. Apalagi pada Oktober tahun 2011 yang lalu jumlah penduduk dunia sudah mencapai 7 miliar. Menurut mereka, dunia saat ini dihadapkan pada ancaman kekurangan pangan dan cadangan air bersih, termasuk Indonesia. Oleh karena itu semua negara diminta untuk menekan dan mengendalikan pertambahan penduduk. Terlebih lagi pada faktanya, kualitas penduduk Indonesia masih rendah karena banyaknya jumlah penduduk miskin yang terus bertambah. Kesenjangan dengan penduduk kaya pun semakin lebar. Bukti yang tidak terbantahkan adalah IPM (indeks pembangunan manusia) Indonesia hanya berada pada urutan 124 dan peringkat 7 di ASEAN.

Dengan sederet kondisi minus tadi, maka Indonesia harus membatasi jumlah penduduk.  Apalagi sekarang ini jumlah penduduk Indonesia menempati urutan keempat di dunia setelah India, China dan Amerika Serikat. Indonesia harus menekan jumlah kelahiran karena ternyata laju pertambahan penduduk Indonesia termasuk yang tinggi diantara negara dunia.  Indonesia menjadi negara penyumbang penduduk terbanyak kelima di dunia dengan pertambahan penduduk 3,5 -4 juta per tahun.

Namun, apakah kekhawatiran-kekhawatiran tersebut rasional atau hanya sekedar propaganda demi kepentingan politik tertentu? Ketakutan akan kekurangan pangan sebenarnya beerkembang karena pemikiran yang diadopsi Barat dari teori Malthus yang mengatakan ‘pertambahan penduduk mengikuti deret hitung, sementara pertambahan kebutuhan pangan mengikuti deret ukur“. Oleh karena itu cadangan pangan dunia akan mengalami kekurangan dengan pertambahan penduduk. Faktanya dunia memiliki cadangan pangan yang melimpah, namun  masih saja kelaparan terjadi di mana-mana.  Jelaslah, persoalan sebenarnya bukan pada ketersediaan pangan, namun pada distribusi pangan.  Dan wajar kekurangan pangan menimpa penduduk miskin dunia, karena orang-orang kaya terlalu cinta pada harta dan tidak memiliki kepedulian kepada orang miskin. Inilah sikap hidup yang lahir dari Kapitalisme.  Ketakutan akan kekurangan pangan ini juga sengaja dipropagandakan agar negara tidak memiliki jumlah penduduk yang besar.  Jumlah yang besar akan menjadi salah satu kekuatan, apalagi jika dibarengi dengan kualitas SDM nya. Tentu ini tidak dikehendaki oleh negara-negara Barat. Apalagi bila terjadi di Indonesia, negara dengan jumlah muslim yang sangat besar di dunia. Realita tumbuhnya kesadaran untuk menerapkan syariat  Islam yang makin meningkat di kalangan kaum muslim Indonesia mengancam eksistensi Barat.

Pada perkembangan berikutnya di Indonesia, kemiskinan akhirnya dijadikan sebagai alasan penggiatan program Keluarga Berencana (KB).  Memang benar, saat ini kemiskinan adalah potret utama keluarga muslim di Indonesia. Jumlah penduduk miskin (dengan pengeluaran per bulan Rp 211.726 ) Indonesia berjumlah 31,02 juta pada tahun  2010.  Namun jumlah penduduk miskin diperkirakan jauh lebih banyak lagi (Vivanews.com, 12 Januari 2011). Maka tidak mengherankan jika masih ada sekitar 900 ribu jiwa yang mengalami gizi buruk,  atau 4,5 persen dari jumlah balita Indonesia yang mencapai 23 juta jiwa. (epaper.tempo.co/19-01-2012). Bahkan Kepala BKKBN dengan lugas menyatakan bahwa program KB berpengaruh kepada penurunan kemiskinan. Juga berpengaruh pada perekonomian.  Keluarga kecil akan menabung lebih banyak dan jika uangnya ditabung di bank, akan menambah public saving yang dapat menambah lapangan kerja. (BKKBN.co.id, 13 april 2012).

Namun, benarkah program KB ini akan mengatasi kemiskinan? Dengan kata lain benarkah jumlah penduduk yang besar menjadi penyebab utama kemiskinan? Jawabannya adalah tidak benar. Jumlah penduduk yang besar jelas bukan ancaman bahkan itu adalah potensi besar, jika kita mau melihat dari sudut pandang sebuah negara yang bervisi. Sehingga KB jelas tidak menjadi solusi masalah kemiskinan karena penyebab kemiskinan saat ini adalah tidak meratanya distribusi kekayaan di seluruh masyarakat. Bertumpuknya kekayaan hanya  pada segelintir orang membuat kesenjangan makin tinggi. Di sisi lain pengelolaan sumber kekayaan alam tidak berorientasi pada kesejahteraan rakyat, tapi hanya kepada para pemilik modal, inilah sumbangan terbesar terjadinya kemiskinan. Dan inilah buah dari ekonomi kapitalis yang menghasilkan kesengsaraan umat.

Apalagi menilik metode yang dipromosikan secara gencar saat ini adalah Kontrasepsi Mantap (Kontap). Maraknya pelaksanaan Kontap untuk pria, justru menjadi tanda tanya, program ini untuk mengatur kelahiran, ataukah untuk membatasi kelahiran?  Apalagi sampai ada yang memberikan insentif agar program diterima masyarakat. Pemerintah Kabupaten Mukomuko, Propinsi Bengkulu, memprogramkan pemberian insentif untuk para pria yang bersedia divasektomi  dan bagi pasangan pengantin baru yang bersedia menunda mempunyai anak selama tiga tahun (Republika.co.id, 4 april 2012). Di Banjarmasin, Kamis 21 Juni yang lalu lebih dari 500 orang sudah menjalani vasektomi.  Data yang masuk hingga Rabu malam, jumlah peserta yang bersedia mengikuti KB jenis ini mencapai 910 orang  (Kompas.com,21 Juni 2012).

Meskipun Kepala BKKBN mengatakan KB bukan untuk membatasi kelahiran, namun hanya mengatur jumlah kelahiran agar kesejahteraan terwujud, maka perlu intervensi pemerintah tanpa mengurangi hak seseorang ((bkkbn.co.id, 13 april 2012). Namun melihat fakta yang ada, mengindikasikan kuat pembatasan kelahiran. Fakta ini seolah menjadi bukti  bahwa adanya asumsi keluarga Muslim dibatasi pertumbuhannya agar tidak tumbuh dengan populasi yang memiliki kekuatan, adalah nyata.

Mungkinkah Terwujud Keluarga Bahagia Dan Tangguh?

Keutuhan Keluarga muslim saat ini terancam. Bagaimana bisa dikatakan tangguh? Angka perceraian di Indonesia dari tahun ke tahun makin meningkat. Bagaimana bisa dikatakan bahagia? Pada tahun 2010 saja, terjadi 285.184 perceraian di seluruh Indonesia. Penyebab jika diurutkan tiga besar paling banyak akibat faktor  ketidakharmonisan, tidak ada tanggungjawab dan masalah ekonomi (Republika.co.id, 24 Januari 2012). Dan mirisnya, 70 % yang mengajukan cerai adalah istri, dengan alasan suami tidak bisa memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga (Kompasiana.com/2011/09/01).

Keluarga Muslim juga dihadapkan pada gaya hidup bebas yang jauh dari nilai-nilai Islam.  Hal itu tercermin dari besarnya kasus Pergaulan bebas, hamil di luar nikah, aborsi,.narkoba dan infeksi HIV/AIDS.  Seks Survey 2011 yang didanai oleh DKT melaporkan bahwa Usia rata-rata remaja Indonesia pertama kali berhubungan seksual adalah 19 tahun. 31 persen kaum muda yang berhubungan seksual adalah mahasiswa dan 6 persen merupakan siswa SMP. Sebelas persen remaja putri yang pernah berhubungan seks mengaku pernah hamil dan 17% diantaranya mengakui pernah melakukan aborsi (Kompas.com, 5 Desember 2011). Meskipun hasil survey ini dikatakan tidak dapat dianggap mewakili gambaran remaja Indonesia, namun temuan terserbut sangat memprihatinkan.

Demikian pula kasus HIV/AIDS. Data kasus Dirjen PP dan PL Departemen Kesehatan RI menyebutkan usia rentan semakin muda yaitu pada usia 13-15 tahun.  Kebanyakan dari penderita tertular virus HIV melalui jarum suntik dan seks bebas. Indonesia termasuk negara dengan percepatan paling banyak bersama Vietnam, India, dan Thailand.  (Kompas.com, 12 September 2009). Tanpa perencanaan nasional yang koheren angka tersebut akan meledak mencapai 2,18 juta pada 2025. (Detik.com, Mei 2012). Angka HIV AIDS juga akan semakin bertambah seiring dnegan bertambahnya kasus narkoba., Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Nasional Anti-Narkotika (Granat) menyatakan, saat ini pencandu narkotika di tanah air mencapai lima juta orang.(Hidayatullah.com, 23 juni 2012).

Gambaran suram tersebut menujukkan bahwa keluarga Indonesia yang mayoritas muslim ternyata sangat rapuh. Berbagai permasalahan tersebuit tentu menjadi kendala untuk mewujudkan keluarga yang tangguh. Gempuran gaya hidup Barat yang penuh dengan kebebasan makin memperburuk gambaran keluarga muslim. Dan ini akan terus terjadi ketika peradaban Barat dijadikan sebagai acuan.

Upaya ‘membaratkan keluarga muslim’ makin nyata ditampakkan.  Adanya upaya untuk menggolkan RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU KKG) menjadi indikasi untuk merusak keluarga muslim.  RUU tersebut akan dijadikan payung hukum dalam melaksanakan CEDAW dalam kehidupan masyarakat. Demikian juga upaya mengamandemen UU no 1/1974 tentang perkawinan. Nilai-nilai Islam diserang dan ingin dihilangkan dalam keluarga,  Pembagian peran yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT terancam akan dihilangkan.  Para penggiat gender berpendapat bahwa pembagian peran mengukuhkan subordinasi perempuan yang seharusnya dihapuskan, karena bertentangan dengan HAM.  Selain itu juga bertentangan dengan realitas yang ada, yaitu makin bertambahnya perempuan yang menjadi kepala keluarga.  Bahkan juga dikatakan bahwa pembakuan peran suami kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga mendorong proses pemiskinan perempuan karena membuat pihak istri bergantung secara ekonomi kepada suami  Padahal Allah telah menetapkan peran tersebut untuk kemaslahatan umat manusia. Pembagian peran tersebut bukanlah merendahkan salah satu jenis dengan jenis yang lainnya.  Dan Allah juga akan meminta pertanggungjawaban atas tugas masing-masing. Rasulullah SAW bersabda:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، اْلإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا

Masing-masing kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang istri pemimpin di rumah suaminya dan dia bertanggung jawab atas kepemimpinannya…(HR al-Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itu keluarga muslim harus waspada terhadap setiap konsep yang tidak berlandaskan aturan Islam. Konsep Barat lahir dari peradaban Barat yang bertentangan dengan peradaban Islam. Apalagi tatanan sosial khususnya struktur keluarga di Barat sebenarnya sudah diambang kehancuran.  Di Amerika Serikat angka perceraian termasuk tinggi. Data tahun 2010 menunjukkan angka perceraian sebesar 3,6 per 1000 populasi.  (http://familylaw.typepad.com/stats/divorce_rates_us/ 31 mei 2012). Di Inggris, terdapat 119.589 kasus perceraian pada tahun 2010, meningkat 4,9 % dari 113.949 pada tahun 2009.  Dikatakan penyebabnya adalah akibat resesi yang terjadi di Inggris, (http://www.dailymail.co.uk/ 9 Desember 2011).

Sementara itu gambaran kerusakan moral dapat dilihat tingginya angka aborsi aatau kehamilan diluar pernikahan yang menjadi gambaran adanya seks bebas di kalangan remaja.  Pada tahun 2006, di Amerika Serikat terdapat 7% gadis remaja hamil, atau 71,5 kehamilan per 1000 remaja, ini meningkat bila dibandngkan dengan angka pada tahun 2005 yang sebesar 69,5.  Pada tahun 1990 angka mencapai puncak hingga 12% remaja mengalami kehamilan (http://www.usatoday.com/26-01-2010). Kasus aborsi di Turki juga mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2009 silam, angka kasus aborsi mencapai 60.000, setahun kemudian menjadi 70.000 kasus aborsi(www.republika.co.id/30-05-2012).

Dengan demikian jelas bahwa keluarga Indonesia khususnya keluarga muslim tengah diarahkan untuk meninggalkan jalan Islam, menuju jalan kebebasan manusia atau liberalisme ala Barat.  Hal ini tentu saja membahayakan umat karena akan membawa umat kepada kehancuran. Keluarga tangguh tidak akan terwujud. Fakta di dunia Barat telah secara jelas menunjukkan kerusakan  tatanan keluarga. Dan yang lebih utama adalah mengajak umat untuk melepaskan keterikatannya kepada hukum Allah. Jadi benarkah keluarga Indonesia bahagia dan tangguh, jika dicengkram oleh liberalisme sosial seperti hari ini?

Mungkinkah Terwujud Keluarga Sejahtera dan Mandiri?

Krisis sosial dan ekonomi yang menimpa negara-negara Barat hari ini, ditambah piramida penduduk mereka yang kian menua, Barat semakin kekurangan penduduk usia produktif. Hal ini nampaknya berdampak pada upaya simultan untuk mengendalikan penduduk di negara-negara berkembang, dan sekaligus menjadikan mereka pasar bagi produk-produk mereka, dengan demikian Barat akan terselamatkan dari krisis sosial ekonomi yang melanda mereka hari ini.

Gencarnya program pemberdayaan ekonomi perempuan serta pemberdayaan ekonomi keluarga merupakan indikasi kuat akan hal itu. Logikanya jika perempuan dan keluarga berdaya secara ekonomi, maka mereka akan punya daya beli yang cukup untuk menopang pertumbuhan ekonomi, dengan begitu maka problem kemiskinan akan terselesaikan. Kasarnya rakyat diminta “mandiri” mengatasi kemiskinan dengan berbagai program social development. Sementara peran negara hanya sebagai fasilitator program-program tersebut, dan mengabaikan tugasnya sebagai pihak yang bertanggungjawab atas kesejahteraan rakyatnya.  LSM_LSM dengan dana dari berbagai pihak, terutama dari luar negeri, juga CSR (corporate social responsibility) dari perusahaan multi nasional menjadi penanggungjawab pemberdayaan ekonomi ini. Dalam jangka pendek memang terasa menyelesaikan persoalan kemiskinan. Namun sejatinya telah membuat negara kehilangan kekuatannya dan akan melanggengkan kemiskinan dalam jangka panjang.  Dan ketika negara kehilangan kekuataannya, maka akan sangat mudah bagi pihak negara lain untuk menguasai suatu negara.  Apalagi dalam sistem Kapitalisme, tidak ada makan siang gratis.Dengan adanya donasi yang diberikan, maka berlaku politik balas budi, yang tanpa disadari akan menjalankan segala arahan pihak pemberi dana.  Maka peluang penjajahan akan terbuka Dan menjadi sangat berbahaya karena penjajahan menjadi tidak nampak kasat mata.

Disisi lain, memberdayakan perempuan secara ekonomi ala Kapitalistik seperti ini sangat beresiko. Karena posisi perempuan sangatlah vital dalam struktur keluarga. Sehingga memberdayakan perempuan dengan cara Kapitalistik seperti itu, jelas akan membahayakan bangunan keluarga. Perempuan akan mendapatkan beban ganda, sebagai ibu rumah tangga sekaligus sebagai pencari nafkah. Sudah barang tentu keutuhan dan keharmonisan keluarga menjadi terancam. Anak-anak juga akan terabaikan. Saat ini diperkirakan ada sekitar 7 juta perempuan di Indonesia yang berperan sebagai kepala keluarga. Jumlah ini mewakili lebih dari 14% dari total jumlah rumah tangga di Indonesia. Mayoritas dari perempuan kepala keluarga ini hidup dibawah garis kemiskinan dengan pendapatan dibawah US$ 1 dollar. Untuk menutupi kebutuhan sehari-hari mereka  banyak mengandalkan usaha disektor informal alias kerja serabutan. Seperti berdagang, menjadi buruh tani, pembantu rumah tangga, menjahit dan lain-lain. Bahkan menurut aktifis LSM Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), sebenarnya jumlah perempuan kepala keluarga di Indonesia datanya jauh lebih besar melebihi yang tercatat oleh pemerintah, yakni mencapai 10 juta orang. Jadi mungkinkah keluarga-keluarga muslim di Indonesia bisa sejahtera dan mandiri, jika tetap dikungkung oleh liberalisme ekonomi seperti hari ini?

Keluarga Tangguh Akan Terwujud Dalam Khilafah

Keluarga Muslim tangguh hanya akan terwujud dalam negara yang menjalankan aturan allah secara kaffah.  Keluarga Muslim sejati dibangun atas landasan takwa kepada Allah SWT.  Artinya keluarga dibangun dengan tujuan untuk beribadah kepada Allah SWT, dan menjadi sarana dalam meniti tangga untuk mewujudkan masyarakat Islam yang mendapatkan keridhaan Allah SWT.  Keluarga muslim sejati adalah keluarga yang dapat merealisasikan fungsi keluarga dengan baik, baik itu yaitu fungsi agama, sosial,cinta kasih, perlindungan, ekonomi, pendidikan, pelestarian lingkungan maupun reproduksi. Allah mewajibkan negara untuk menjamin kesejahteraan tiap individu rakyatnya, sekali lagi negara – lah yang diwajibkan bukan pihak lain apalagi rakyat yang diminta mandiri.  Islam memiliki politik ekonomi yang mewajibkan negara untuk memenuhi kebutuhan primer setiap individu warganegaranya secara menyeluruh. Islam mewajibkan setiap laki-laki yang mampu untuk bekerja  mencari nafkah dengan cara yang dibenarkan oleh hukum syara.  .  Maka Islam juga  mewajibkan Negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup dan gaji yang memadai.  Bila ia sudah tidak mampu bekerja, maka islam mewajibkan kepada anak laki-lakinya atau ahli warisnya untuk memenuhi kebuthan primer tersebut.  Dalam kondisi ketiadaan ahli waris, atau ahli waris tidak mampu menanggung nafkahnya, maka negara -melalui baitul mal (kas negara) lah yang menanggungnya.

Oleh karena itu,  dalam sistem Islam tidak akan ditemui para perempuan yang mendapat beban tambahan sebagai pencari nafkah.  Para perempuan tetap dapat melaksanakan tugasnya sebagai ibu tanpa diganggu dengan tuntutan bekerja. Negara melindungi ibu dan keluarga agar sejatera dan dapat menjadi pendukung terbentuknya masyarakat yang kuat.  Itulah gambaran Daulah Khilafah yang menerapkan aturan Allah secara kaffah.

Negara juga akan menjaga keluarga muslim dari hantaman nilai-nilai yang bertentangan dengan Islam.  Negara akan membentengi keluarga dari hal-hal yang dapat mebahayakan akhlak dan kerusakan moral. Dengan demikian akan terwujud keluarga tangguh yang sejahtera hidupnya dan dapat berkontribusi secara optimal kepada masyarakat.

Hanya hukum Islam yang berasal dari Allah SWT yang dapat menjaga keutuhan dan kekokohan keluarga.

Allah SWT mengingatkan kita semua akan hal tersebut ketika berfirman :

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُون

َyang artinya: “Apakah  hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? dan (hukum) siapakah yang lebih baik dari pada (hukum)  Allah bagi orang-orang yang yakin?”(TQS Al Maidah [5]: 50)

Wahai kaum muslimin, Marilah kita tinggalkan kapitalisme dan liberalisme yang hanya akan membawa kesengsaraan dan malapetaka bagi umat.  Sudah tiba waktunya untuk menerapkan hukum Allah dalam naungan daulah Khilafah Islamiyyah.  Mari berjuang bersama untuk mewujudkan kemuliaan Allah, RasulNya dan umat Islam.  Wallahu A’lam bish shawwab[] (Tim Lajnah Siyasi MHTI)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*