Potong Bantuan Bagi Para Jenderal Mesir

Dalam menghadapi perebutan kekuasaan oleh angkatan bersenjatanya, AS seharusnya menghentikan sebagian atau semua bantuan militer ke Kairo.

Kemajuan yang dicapai Mesir ke arah demokrasi selama 15 bulan terakhir telah mengganggu ketenangan, penuh warna dan menjadi rumit. Perubahan ini telah terjadi dengan demikian cepat. Dua minggu lalu, Mahkamah Agung Konstitusi membubarkan parlemen, dan mengatakan bahwa aturan UU pemilu telah dilanggar. Kemudian Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata membebaskan diri dari pengawasan sipil dan mengklaim peran penting mereka dalam membuat UU, serta dalam penyusunan konstitusi Mesir. Dewan itu juga menugaskan seorang jendral untuk “menasihati” Presiden baru Mesir.

Dalam menghadapi perebutan kekuasaan ini, demi kredibilitas dan kepentingan jangka panjang AS, AS seharusnya menghentikan sebagian atau semua bantuan militer ke Mesir.
Tahun 2012 UU Alokasi  Pendanaan menetapkan bahwa AS dapat memberikan bantuan tersebut hanya jika Menlu menyatakan kepada Kongres bahwa kepemimpinan Mesir “mendukung transisi kepada pemerintahan sipil, termasuk menyelenggarakan pemilu yang bebas dan adil, dan menerapkan  proses hukum . ” Tapi Kongres juga melepaskan diri atas sebuah klausul. Menlu dapat mengesampingkan persyaratan demokratisasi  ini “demi keamanan nasional Amerika Serikat.”

Itulah tepatnya yang terjadi pada bulan Maret. Setelah perdebatan antar institusi yang intens, persyaratan demokratisasi itu telah dihilangkan, dan bantuan militer sekarang mengalir ke Mesir pada kisaran sebesar $ 170 juta perbulan.
Walaupun mungkin pemotongan bantuan militer ini akan menyakitkan bagi Mesir yang memang kekurangan uang, membendung aliran uang tidak selalu mengekang tindakan para jenderal yang berkuasa dalam jangka pendek. Pertimbangan menjaga diri menjadi sesuatu yang lebih berat. Sejak Hosni Mubarak berkuasa, militer telah memainkan peran lebih besar di Mesir, dengan menikmati isolasi rahasia dari publik, tidak ada atau sedikit pengawasan pemerintah dan kepentingan dan keistimewaan ekonomi yang besar, termasuk pemilikan rumah-rumah mewah di Mediterania, kendaraan-kendaraan, liburan, makanan yang diproduksi di peternakan militer yang semuanya gratis dan gaji tinggi pada posisi-posisi usaha bisnis milik militer pada saat pensiun.
Seiring dengan jatuhnya Mubarak, revolusi di Tahrir Square bertujuan untuk mengakhiri ekses-ekses tersebut dan meletakkan kembali pada posisinya pekerjaan dan struktur bawaan militer yang nyaman, dan meminta tanggung jawan pelakunya. Demokrasi, dengan kata lain, secara pribadi mengancam banyak para jenderal Mesir.

Para jendral tadi tampaknya menjadi lahan perjudian bahwa AS akan menempatkan apa yang dilihatnya sebagai tujuan-tujuan keamanan nasional lebih dulu atas komitmennya bagi nilai-nilai fundamental. Ada banyak bukti untuk mendukung gagasan semacam itu. Respon kami terhadap gerakan demokrasi di Yaman, di mana struktur rezim yang lama sebagian besar tetap berkuasa, dan di Bahrain, di mana tank-tank Saudi menghancurkan gerakan protes damai yang memobilisasi sepertiga warga, hanya beberapa kasus terbaru dalam masalah ini .
Menurut laporan media dari musyawarah antar institusi di bulan Maret, pertimbangan ekonomi dalam negeri AS juga mempengaruhi keputusan untuk mengesampingkan kondisi demokratisasi pada bantuan militer. “Penundaan atau pemotongan bantuan militer ke Mesir beresiko melanggar kontrak-kontrak yang sudah ada dengan para produsen senjata Amerika sehingga bisa menutup jalur produksi,” kata New York Times pada tanggal 23 Maret.
Akhirnya, pemilihan Mohammed Morsi sebagai presiden dari Ikhwanul Muslimin bersama dengan kemenangannya di parlemen, dapat mendinginkan semangat demokratis di Mesir dan Amerika Serikat mungkin menarik napas lega saat Dewan Agung telah “menyelamatkan “Mesir dari kekuasaan Islam.

Sikap demikian mungkin sikap yang picik. Sejumlah bukti yang semakin kuat, dari negara-negara seperti Afghanistan dan Nigeria, menunjukkan hubungan antara rezim yang korup dan kebangkitan Islam radikal. Seperti yang ditunjukkan oleh Aljazair, di mana pemilu yang dibatalkan menyebabkan satu dekade kekerasan pada tahun 1990-an, dengan mematikan jalan yang sah bagi inklusivitas politik dan ekonomi dan bukan merupakan resep yang baik dalam menjaga ekstremisme Islam tetap terkontrol.
Tingkat dimana AS dipandang memungkinkan terjadinya pelanggaran kekuasaan seperti itu akan menentukan apakah masyarakat di seluruh dunia melihat kita bertindak bermusuhan dengan kepentingan-kepentingan mereka. Untuk alasan ini, dan karena sudah waktunya menggeser bantuan militer kita untuk tujuan-tujuan sipil, dengan tetap mendanai para jenderal Mesir pada saat ini tidak akan membantu kepentingan-kepentingan nasional jangka panjang AS.
Sarah Chayes, asisten khusus bagi mantan Kepala Staf Gabungan, adalah anggota pada Carnegie Endowment dan penulis bagi rubrik Opini di LA Times.

Sumber: latimes.com (27/6/2012)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*