Awalnya bangunan itu adalah hunian biasa, lalu diubah menjadi tempat kebaktian.
Gereja-gereja liar belakangan ini muncul di Bojonegoro, Jawa Timur. Sebelum menjadi gereja, bangunan tersebut awalnya hanyalah tempat tinggal biasa. Diam-diam rumah tinggal itu berubah fungsi menjadi gereja.
Kenyataan ini meresahkan masyarakat setempat. Namun protes kaum Muslim itu tak pernah digubris oleh kalangan Kristiani. Mereka terus saja beribadah di situ. Inilah yang dijumpai di Desa Kalirejo, Kecamatan Ngraho, Bojonegoro.
Di desa yang berlokasi sekitar 40 kilometer arah barat dari pusat pemerintahan Kabupaten Bojonegoro, itu telah berdiri sebuah bangunan rumah pribadi yang kini dialihfungsikan sebagai tempat kebaktian Kristiani sebagaimana layaknya sebuah gereja. Rumah milik pendatang asal Manado bernama Paulus Kariyanto tersebut didirikan sekitar empat tahun yang silam.
Awalnya warga sekitarnya tak menaruh curiga sedikitpun. Toh fungsinya memang sebagai rumah tinggal. Mereka pun bisa menerima penghuninya yang beragama Kristen itu. Bahkan, ketika tiba-tiba rumah tersebut digunakan sebagai tempat kebaktian rutin setiap hari Minggu, warga pun masih bisa mentolerir karena jemaatnya dilihat masih sebatas anggota keluarga Paulus Kariyanto sendiri yang jumlahnya tak lebih dari empat orang.
Namun sikap toleransi warga Muslim tersebut, tampaknya ditanggapi lain oleh Paulus Kariyanto. Hal itu dianggap sebagai tanda bahwa warga tidak mempermasalahkan jika rumah kediamannya itu dialihfungsikan sebagai gereja. Terbukti, di kemudian hari Paulus Kariyanto mulai berani terang-terangan mendatangkan anggota jemaat Kristen dari daerah lain untuk melaksanakan kebaktian bersama di rumahnya.
Jelas warga mulai terusik. Warga Desa Kalirejo yang mayoritas Muslim, menghendaki aktivitas di rumah Paulus Kariyanto harus dihentikan karena tidak memiliki izin pendirian tempat ibadah. “Kami tidak akan mempermasalahkan jika mereka telah mempunyai izin pendirian tempat peribadatan. Tapi karena faktanya mereka tidak punya izin itu, seharusnya aktivitas kebaktian itu harus dilarang!” ujar Lukman, tokoh masyarakat setempat.
Menurutnya, sementara ini mereka masih sabar. Sebab, sebagaimana dalam pertemuan, mereka diberi waktu tiga bulan utuk mengurus izin tempat ibadah itu. “Kalau dalam waktu tiga bulan itu tidak ada izin, kami akan mengambil langkah yang lebih tegas lagi,” tandas Lukman.
Hal serupa ternyata tidak hanya di Kalirejo. Menurut sumber Media Umat, di Desa Ngraseh, Kecamatan Dander ada dua rumah hunian yang disulap menjadi rumah kebaktian. Juga di Desa Bakalan,Kecamatan Tambakrejo terdapat satu rumah yang juga dialihfungsikan sebagai gereja.
Sudah berkali-kali protes warga disampaikan, namun tetap saja mereka membandel dan terus melanjutkan aktivitas perubadatan seperti tidak ada apa-apa. Protes warga bukanlah rintangan yang berarti bagi mereka. Dan mereka sepertinya sudah bisa menerka, kalau toh sampai terjadi gejolak massa, mereka pasti akan dalam posisi yang aman.
Sebaliknya kelompok Islam yang justru akan dipojokkan, sebagaimana yang terjadi di Ceketing-Bekasi, kasus gereja Yasmin di Bogor dan di lain-lain tempat. Posisi umat Kristiani yang sering bikin ulah malah dibela mati-matian oleh LSM-LSM liberal dan media massa sekuler.
“Heboh kasus gereja liar seperti ini tak pernah tersentuh oleh media lokal di Bojonegoro, lebih-lebih media nasional. Padahal, ini sudah menyangkut kepentingan masyarakat banyak yang merasa terganggu oleh ulah penyimpangan yang dilakukan oleh kelompok kecil Kristen.. ini kan tidak adil”, kata Dwi Wahyono Abdul Karim al Haqq, Ketua Persaudaraan Wartawan Muslim Bojonegoro. (mediaumat.com, 3/7/2012)