Disadari ataupun tidak, sering atau jarang, banyak atau sedikit, sikap sombong kadang menghinggapi kalbu seorang Muslim. Tak sedikit Muslim yang menyombongkan diri-atau paling tidak merasa bangga-karena kegantengan/kecantikan fisiknya, kecerdasan otaknya, kebaikan keturunannya atau keberlimpahan hartanya. Mereka lupa bahwa semua itu bukan miliknya, tetapi milik Allah SWT yang kebetulan Dia titipkan kepada dirinya. Tentu aneh kalau orang merasa bangga dan menyombongkan diri atas milik Allah SWT yang kebetulan Allah titipkan kepada dirinya. Sama anehnya saat orang membanggakan diri dan bersikap sombong atas milik orang lain-misal: rumah, mobil, perhiasan, uang atau harta lain-yang kebetulan dititipkan kepada dirinya. Persis seperti tukang parkir yang merasa bangga dan menyombongkan diri saat banyak orang menitipkan mobilnya-termasuk mobil-mobil mahal dan mewah-kepada dirinya di tempat parkir mobil yang juga bukan miliknya.
Karena itu, sikap sombong dan membanggakan diri adalah sikap yang diharamkan Allah SWT. Allah SWT berfirman (yang artinya): Janganlah kalian berjalan di muka bumi dengan penuh kesombongan (TQS al-Isra’ [17]: 37).
Allah SWT pun berfirman (yang artinya): Itulah kampung akhirat yang Kami jadikan bagi orang-orang yang tidak menghendaki kesombongan di muka bumi dan tidak pula membuat kerusakan. Akibat kebaikan itu adalah bagi kaum yang bertakwa (TQS al-Qashash [28]: 83).
Sombong (al-kibr) hakikatnya adalah sikap merendahkan orang lain sembari ‘meninggikan’ diri sendiri. Sombong kepada Allah SWT adalah kufur karena dengan itu ia tidak akan menaati Allah SWT dan menjalankan perintah-Nya. Siapa saja yang meninggalkan perintah Allah SWT atau melanggar larangan-Nya karena menyepelekannya adalah kafir. Adapun orang yang meninggalkan perintah Allah SWT dan melanggar larangan-Nya bukan karena menyepelekannya, tetapi karena dikuasai syahwat atau bersikap lalai, maka dia berarti bermaksiat.
Sementara itu, bersikap sombong kepada manusia-jika tanpa disertai maksud merendahkan syariah-Nya-adalah juga tindakan maksiat. Namun, jika seseorang merendahkan para nabi, malaikat atau para ulama karena muncul dari sikap merendahkan ilmu (Allah) maka dia pun bisa jatuh pada kekafiran (Lihat: Muhammad ‘Alan, Dalil al-Falihin, III/53).
Karena itu, tindakan merendahkan Baginda Rasulullah SAW, melecehkan Alquran dan mencampakkan hukum-hukum Allah, misalnya, jelas termasuk ke dalam tindakan sombong yang tidak bisa ditoleransi. Dalam hal ini, Baginda Rasulullah SAW, sebagaimana dituturkan oleh Abdullah bin Mas’ud ra, pernah bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam kalbunya ada sikap sombong meski sebesar biji sawi.”
Seorang sahabat kemudian berkomentar, “Bagaimana jika seseorang menyukai pakaiannya tampak bagus, demikian pula alas kakinya (apakah termasuk sombong, pen.)?” Beliau kemudian menjawab, “Sesungguhnya Allah Mahaindah dan menyukai keindahan. Sombong itu menolak kebenaran dan cenderung merendahkan orang lain.” (HR Muslim).
Jika menolak kebenaran saja terkategori sebagai sikap sombong, apalagi melecehkan Baginda Rasulullah SAW, Alquran atau hukum-hukum Allah SWT sebagai sumber kebenaran sejati.
Jika orang-orang sombong tidak akan masuk surga, artinya mereka bakal masuk neraka. Baginda Rasulullah SAW bersabda, “Maukah kalian aku beritahu penduduk neraka? (Yaitu) Setiap orang yang kejam, kasar dan sombong.” (HR Mutaffaq ‘alaih).
Bukan saja tercela, kesombongan juga amat dibenci Allah SWT. Dalam hadits qudsi, bahkan Allah SWT menyampaikan ancaman keras terhadap orang-orang yang sombong. Baginda Rasulullah SAW bersabda, “Allah SWT berfirman: Kebesaran adalah pakaian-Ku dan kesombongan adalah jubah-Ku. Siapa saja yang merampas semua itu dari diri-Ku, Aku pasti akan mengazab dirinya.” (HR Muslim).
Lebih dari itu, orang sombong pada dasarnya mewarisi sikap iblis. Pasalnya, Iblislah yang pertama kali menunjukkan kesombongannya saat dia enggan memenuhi perintah Allah SWT untuk bersujud kepada Adam as. Alasan iblis, Adam diciptakan dari tanah, sementara dia dari api, dan dengan itu dia merasa lebih mulia dan terhormat daripada Adam AS. (Lihat: QS al-A’raf [7]: 12; Shad [38]: 76). Dengan demikian siapapun yang menolak perintah Allah SWT atau tidak mau tunduk-patuh pada syariah-Nya dan berhukum dengan hukum-hukum-Nya pada dasarnya adalah orang-orang yang mewarisi kesombongan iblis.
Lalu bagaimana dengan manusia zaman kini yang tidak hanya menolak hukum-hukum Allah SWT, tetapi bahkan lewat sistem demokrasi yang mereka terapkan-yang memberikan kepada diri mereka kewenangan membuat hukum sendiri-seraya menistakan dan mencampakkan hukum-hukum Allah SWT?! Tentu mereka telah melampaui sifat-sifat Iblis. Na’udzu bilLahi min dzalik! [] abi