Organisasi seperti Hizbut Tahrir telah menunggu dengan sabar untuk hari-hari seperti yang mereka saksikan saat ini. Sebagai sebuah organisasi politik yang didirikan 60 tahun lalu, HT menyerukan sebuah negara Islam, dan seorang pemimpin kaum muslimin, yakni seorang khalifah. Mereka percaya bahwa Kebangkitan Islam merupakan seruan dari massa.
Selama tahun kedua, mereka berkumpul untuk membahas revolusi-revolusi yang terjadi, yang sejalan dengan manifesto mereka bagi perubahan.
Pada tahun ini, ada banyak pertanyaan yang diajukan. Adalah wajar bahwa saat ini revolusi-revolusi di Mesir, Tunisia, dan Libya telah membuahkan hasil; muncul pertanyaan-pertanyaan, harapan-harapan dan pendapat-pendapat baru yang berbeda tentang jalan ke depan.
Setidaknya di Barat, peran Islam dalam gerakan-gerakan ini diremehkan atau bahkan disingkirkan. Yang dinamakan ‘ Musim Semi Arab’ bukanlah gerakan Islam. Atau revolusi twitter diciptakan oleh kaum muda sekuler yang menginginkan negara sekuler. Kelompok-kelompok seperti Hizbut Tahrir tidak setuju dengan penilaian seperti itu.
Di negara-negara seperti Mesir dimana Ikhwanul Muslimin telah terpilih untuk berkuasa, tentu terlihat bahwa Islam telah memainkan peran sebagai pilihan rakyat. Tapi reaksi terhadap sikap yang baru diambil oleh presiden yang baru Muhammad Morsi, mengenai militer dan Israel, misalnya, telah membuat terkejut dan memunculkan ketidak setujuan.
Penggulingan para diktator di kawasan itu adalah akhir dari pertempuran yang panjang – tetapi hanyalah awal dari revolusi. Dan jenis perdebatan yang terjadi di sini merupakan indikasi bahwa mereka telah memasuki tahap baru – bukan hanya untuk mengakhiri masa lalu tetapi merumuskan masa depan yang baru. Dan meskipun hanya waktu yang akan membuktikan perubahan seperti apa yang akan benar-benar terjadi, adalah menjadi pengingat bahwa revolusi-revolusi itu hendaklah menyerukan perubahan yang nyata, kemerdekaan dari imperialisme dan kembali ke pemerintahan Islam. (presstv.ir, 2/7/2012)