PENYERAPAN anggaran belanja kementerian/lembaga dalam APBN hingga saat ini masih tidak efektif. Penyebabnya, kata Menteri Keuangan Agus Martowardojo, praktik-praktik kolutif yang dilakukan di level pemerintah pusat dan daerah dengan anggota DPR terhadap anggaran negara.
Menurut Menkeu di Jakarta kemarin, praktik korupsi APBN itu dimulai dari proses penyusunan anggaran di DPR, saat pencairan, hingga pelaksanaan. “Karena itu, kita harus bisa mendorong perbaikan dalam penyusunan anggaran,” jelasnya.
Kemenkeu berupaya mengawasi secara ketat penyusunan anggaran hingga pencairan. Pengawasan itu, kata Agus, dilakukan mulai dari memberikan resources envelope (ketersediaan anggaran) kepada Bappenas hingga pertemuan trilateral antara Bappenas, kementerian/lembaga terkait, dan Kemenkeu. “Tetapi, praktik korupsi terjadi pada proses final penyusunan anggaran,” jelasnya.
Menkeu juga menuding DPR menghambat pembangunan infrastruktur dalam negeri. Itu terlihat dari sulitnya proses perizinan penggunaan dana pinjaman luar negeri untuk infrastruktur.
Menurut Agus, pembangunan infrastruktur dalam negeri membutuhkan pinjaman dari lembaga keuangan luar negeri. “Tetapi realisasinya sulit, dan itu antara lain karena sistem kita. Dalam tiga tahun terakhir, pembahasan dengan DPR, proses persetujuannya lama karena memerlukan persetujuan berlapis di DPR,” tandasnya.
Sebelumnya, dalam sidang paripurna kabinet pada Kamis (19/7), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegur para menteri terkait dengan korupsi yang dilakukan bawahan mereka. “Kalau ada bawahan Saudara yang terlibat penyimpangan, main-main APBN dengan oknum di DPR, Saudara tahu tetapi tidak menghentikan, berarti Saudara bersalah,” kata Yudhoyono.
Presiden menyebut kerja sama antara eksekutif dan legislatif menyelewengkan anggaran tersebut sebagai kongkalikong.
Biayai kegiatan
Saat menanggapi pernyataan Presiden itu, Ketua DPR RI Marzuki Alie mengatakan tindak pidana korupsi di legislatif pasti melibatkan aktor eksekutif. “Jadi Presiden mengawasi kementeriannya dan DPR melalui fraksi-fraksi mengawasi anggotanya untuk tidak korupsi,” katanya.
Berkaca pada kasus pengadaan Alquran yang sedang diselidik KPK, Marzuki memastikan keterlibatan pegawai Kementerian Agama karena tidak mungkin DPR mengurusi tender. “Kalau ingin DPR bersih, jangan kasih apa-apa ke anggota DPR. Eksekutif jangan mengajak anggota DPR kongkalikong. Kalau anggota DPR minta, jangan diladeni. Apa mereka berani tidak mengesahkan anggaran? Ya tidak mungkin,” ujarnya.
Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Zaenal Arifin Mochtar mengatakan, jika mengetahui banyak informasi mengenai penyimpangan anggaran di kementerian, Presiden seharusnya mengambil tindakan.
Bukan rahasia bahwa akar korupsi anggaran negara terjadi karena konflik kepentingan anggota kabinet untuk membiayai kegiatan politik.
Akhir-akhir ini sejumlah kementerian diterpa kasus dugaan korupsi yang melibatkan DPR. Di antaranya kasus Hambalang, Wisma Atlet, Kemenakertrans, dan pengadaan Alquran. (mediaindonesia.com, 21/7/2012)
Demokrasi oh demokrasi selalu memberi nestapa dan ironi. Ganti dengan Syariah dan Khilafah.