Pemerintah Jangan Sampai Amnesia Ramadan

Bulan Ramadan sudah di depan mata. Sebagai bulan penuh berkah, sudah  selayaknya kaum muslim dan pemerintah khususnya Pemkab Kobar menjadikan bulan Ramadan sebagai media perubahan dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan bertakwa secara hakiki.  “Hal ini perlu kami tegaskan karena ada kecenderungan semangat ketakwaan selama Ramadan hanya bersifat sementara dan tidak permanen. Faktanya, pelarangan aktivitas tempat hiburan malam dan lokalisasi yang kerap menjadi ajang  maksiat  hanya  berlaku satu bulan selama bulan puasa.

Setelah Ramadan usai, tempat maksiat dan merusak moral itu kembali buka dan dibiarkan. Ini jelas keliru,” kritik Ketua DPD II Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Kobar Abu Nasir dalam rilis yang dikirim ke Radar Sampit (19/7). Dalam pandangan Islam, kata dia, setiap perilaku kemaksiatan merupakan perbuatan dosa dan mendapat murka dari sisi Allah SWT tanpa mengenal waktu dan tempat. Sehingga, meski di luar bulan Ramadan sekalipun, perbuatan maksiat dan terlarang lainnya statusnya tetap haram dan harus di cegah. “Yang memiliki kekuatan untuk mencegah itu adalah pemerintah, bukan ormas. Sebab, pemerintah merupakan pelindung masyarakat yang berkewajiban menjaga umat dan agama ini dari berbagai bentuk degradasi moral termasuk kampanye maksiat yang kerap disuguhkan tempat hiburan malam seperti minuman keras, prostitusi dan beragam kemaksiatan lainnya,” tegasnya.  Abu mengingatkan jangan sampai  ketika Ramadan berlalu, pemerintah membiarkan praktek praktek amoral tersebut kembali terulang. “Jika fenomena ini kembali terjadi, berarti pemerintah masih mengidap amnesia Ramadan (lupa dengan nilai/hikmah Ramadan). Ketika Ramadan berlalu, nilai nilai ketakwaan untuk selalu terikat dengan syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan yang dibentuk selama bulan puasa menjadi terlupakan,” jelasnya.

Humas HTI Kobar Andri Saputra menambahkan penyakit amnesia Ramadan akut yang selama  ini diderita pemerintah baik pusat hingga daerah (provinsi/kabupaten) terjadi karena penerapan sistem sekulerisme (pemisahan antara agama dan kehidupan) di negeri ini.

Bercokolnya sekulerisme yang diwujudkan melalui sistem pemerintahan demokrasi telah menjadikan manusia abai terhadap aturan Allah SWT yakni Syariah Islam.

Kekuasaan agama hanya sebatas aspek ritual semata seperti shalat, zakat, dan haji. Sedangkan untuk mengatur urusan publik seperti pendidikan, hukum,  ekonomi, sosial dan lainnya sepenuhnya diserahkan kepada hawa nafsu manusia.

Alhasil, atas nama demokrasi, manusia berani merampas kedaulatan milik Allah SWT sebagai satu satunya pencipta yang berhak memutuskan benar salahnya segala sesuatu.  “Hal ini merupakan dosa besar dan merusak tauhid seorang muslim. Padahal, konsekuensi dari kalimat tauhid adalah meyakini Allah SWT sebagai pencipta sekaligus membenarkan segala aturan yang datang dari Allah SWT yakni Syariah Islam,” tegasnya. Ironisnya, penerapan demokrasi sekuler yang  selama ini digaungkan sebagai pemerintahan terbaik ternyata hanya memberi janji janji palsu.

Bukannya semakin sejahtera, rakyat justru semakin sengsara akibat himpitan kemiskinan, menjamurnya korupsi, terpenjara kebodohan serta mewarisi generasi penerus yang lemah karena jerat narkoba dan pergaulan bebas. Untuk itu, kata dia, Ramadan kali ini menjadi penting sebagai momentum intropeksi bagi semua komponen umat Islam khususnya di Kalteng dalam meniti jalan ketaatan dan memurnikan tauhid dengan amal nyata. Hal ini hanya dapat terwujud lewat penerapan Syariah Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyah. ” Masyarakat Indonesia khususnya di Kalteng dan Kobar adalah masyarakat religius. Tegaknya Syariah tidak sulit terwujud jika semua komponen saling mendukung dalam mewujudkan rahmat Islam bagi semua baik  muslim maupun nonmuslim.  Dengan cara inilah, Insya Allah kita akan terbebas dari amnesia Ramadan. JIka tidak sekarang, kapan lagi ?,” pungkasnya. []Humas HTI Kobar// ANDRI SAPUTRA

Sumber: Radar Sampit (Jumat, 20 Juli 2012)

One comment

  1. bertahu-tahun umat Islam berpuasa Ramadhan tapi masih jauh dari tujuan disyariatkannya shaum,yaitu membentuk orang yang bertaqwa/la’alakum tattakuun…yaitu kondisi dimana orang2 yang beriman taat kepada seluruh perintah Allah. dan tentu hanya dengan KHILAFAH gelar tattakuun/orang yang bertaqwa bisa diraih dan mustahil diraih dalam sistem demokrasi….!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*