Banyak hal yang dapat dilakukan kaum Muslim untuk menolong Muslim Rohingya dari kedzaliman ekstrimis Budha dan pemerintah Myanmar. Di antaranya adalah memberikan tekanan terhadap Myanmar untuk menghentikan kedzaliman, memberikan bantuan sandang, pangan dan obat-obatan bagi korban dan juga jihad melawan kedzaliman pemerintah Myanmar.
Tapi anehnya, mengapa jihad dilarang? Apa konsekuensinya? Temukan jawabannya dalam wawancara wartawan mediaumat.com Joko Prasetyo dengan Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail Yusanto. Berikut petikannya.
Apa yang harus dilakukan kaum Muslimin terhadap nasib Muslim Rohingya?
Pertama, terhadap mereka yang mengungsi itu harus diterima dengan baik. Jadi tindakan pemerintah Bangladesh mengusir balik itu jelas tindakan yang menambah penderitaan Muslim Rohingya. Mereka meninggalkan Arakan itu karena menghindari tindakan dzalim ekstrimis Budha dan pemerintah pemerintah Myanmar. Jadi betapa teganya setelah mereka sampai Bangladesh, Thailand atau juga Malaysia malah diusir balik.
Kedua, dua internasional harus mendesak pemerintah Myanmar untuk menghentikan tindakan dzalimnya. Penindasan, pengusiran, pembantaian dan penghancuran properti milik Rohingya bisa begitu masif lantaran didukung oleh pemerintah Myanmar, jadi dengan demikian pemerintah Myanmar terlibat langsung. Ini tidak boleh dibiarkan. Harusnya ada tekanan dari dunia internasional khususnya dari negeri-negeri Muslim.
Ketiga, ada kebutuhan yang mendesak Muslim Rohingya yang berada di pengungsian. Mereka butuh, sandang, pangan, obat-obatan. Mereka benar-benar dalam kondisi yang sangat menyedihkan. Maka kaum Muslimin juga harus segera membantu mereka.
Keempat, bila itu semua tidak efektif. Sehingga kedzaliman jalan terus, pengusiran jalan terus, tidak bisa tidak harus kirim pasukan ke sana untuk menghentikan kedzaliman itu.
Tapi bukankah saat ini pengusiran tersebut sudah berhenti?
Tapi ini kan tidak menjamin bahwa hal itu tidak terulang lagi di masa yang akan datang. Karena kekerasan ini kan sudah terjadi berulang-ulang sejak puluhan tahun lalu, dari tahun 1940, 50, 60, 70. Kemudian tahun 90-an, 2000 dan tahun ini. Karena mereka punya target Muslim Rohingya ini harus habis dari wilayah Arakan.
Ini salah satu cara mereka melakukan Moslem cleansing atau etnic cleansing.Karena suku Rohingya selain Muslim, secara etnis pun lebih mirip dengan orang-orang Bangladesh daripada orang Burma yang menjadi penduduk mayoritas Myanmar itu. Orang Burma selain mayoritas Budha, memang rata-rata agak putih dan matanya agak sipit.
Bisakah ASEAN menyelesaikan masalah ini?
Semestinya bisa karena Myanmar kan anggota ASEAN. ASEAN harus bisa secara lugas menghentikan kedzaliman itu. Tetapi kalau tidak bisa, berarti ASEAN ini mandul, tidak ada gunanya karena tidak memiliki gigi atau daya dan upaya untuk mencegah salah satu anggotanya yang berbuat onar atau dzalim itu.
Bagaimana dengan PBB?
Semestinya juga bisa, tetapi kita tahu bahwa PBB ini telah membuktikan berulang kali bahwa lembaga internasional ini tidak mampu menyelesaikan persoalan yang menimpa kaum Muslimin. Lihatlah, mulai dari soal Irak, Palestina, dan lainnya.
Sudah dari dulu pula PBB itu tahu nasib yang menimpa Muslim Rohingya ini. karena ini bukan perkara baru. Jadi boleh dibilang Rohingya ini merupakan orang-orang yang paling dilupakan oleh orang-orang di muka bumi ini.
Nasib Rohingya itu sebagaimana nasib Muslim Moro di Filiphina Selatan, Muslim Pattani di Thailand Selatan dan Muslim Uighur di Cina. PBB itu dari dulu tahu nasib mereka itu seperti itu tapi PBB ya tidak berdaya apa-apa kecuali hanya menolong dari sisi pengungsian. Tetapi dari sisi menghilangkan kedzaliman, nihil.
Jadi bagaimana untuk menghentikan kedzaliman itu?
Ya mengirim pasukan untuk melindungi wilayah-wilayah tersebut. Pasukan ini siap melakukan tindakan balasan kalau minoritas Muslim ini kembali didzalimi.
Tapi malah ada pihak yang menyatakan tidak perlu berjihad ke Myanmar. Bagaimana tanggapan Anda?
Yang mengatakan tidak perlu, itu sama artinya membiarkan kehancuran Muslim di Arakan, Myanmar. Kalau kekerasan masih terus berlangsung, diplomasi tidak efektif. Kekuatan apa yang bisa mencegahnya? Ya hanya jihad![]