Rohingya Menanti Kita

Kaum muslim Rohingya terus menderita, setelah enam minggu berturut-turut aksi pembunuhan massal, pengusiran dan pembersihan etnis
Rohingya di Myanmar.

Kelihatannya, ada konspirasi untuk melenyapkan keberadaan kaum muslim di Myanmar karena laporan Amnesty International yang diterbitkan pada 19 Juni tentang apa yang terjadi di Myanmar tidak diliput oleh media.

Kejahatan berdarah yang keji dan terang-terangan ini telah menyebabkan lebih 2.000 muslim syahid, dan lebih 90.000 muslim diusir.

Presiden Myanmar, Thein Sein, menanggapi enteng kejahatan tersebut. Ia berbicara kepada Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi, Antonio Gutteres, dengan mengatakan, “Myanmar akan mengirim etnis Rohingya pergi jika ada negara ketiga yang mau menerima mereka.

Kami akan mengambil tanggung jawab atas etnis-etnis kami, tetapi tidak mungkin menerima orang-orang Rohingya yang masuk secara illegal, yang bukan termasuk etnis Myanmar.

Mereka hanya menimbulkan ancaman bagi keamanan nasional.” Presiden Myanmar memberikan dua solusi untuk etnis Rohingya yang tinggal di negaranya, yakni: tinggal di kamp pengungsi atau dideportasi.

Sejarah Rohingya
Klaim Presiden Myanmar tersebut ahistoris dan dusta belaka. Wikipedia mencatat bahwa sebenarnya penduduk Myanmar terdiri atas mayoritas beragama Budha dan Minoritas muslim.

Muslim Myanmar sebagian besar terdiri dari orang-orang Rohingya dan keturunan imigran muslim dari India (sekarang Bangladesh) dan Cina (nenek moyang Cina muslim di Myanmar berasal dari Provinsi Yunnan), serta keturunan Arab dan pemukim Persia.

Muslim India dibawa ke Myanmar oleh Inggris untuk membantu mereka dalam pekerjaan administratif dan bisnis. Setelah kemerdekaan, banyak orang muslim mempertahankan posisi mereka dan mencapai keunggulan dalam bisnis dan politik.

Penindasan orang Budha terhadap muslim muncul karena  alasan agama, dan terjadi pada masa pemerintahan Raja Bayinnaung (1550-1589 M).

Setelah menaklukkan Bago pada tahun 1559, Raja Budha melarang praktik halal, khususnya membunuh hewan makanan dengan menyebut nama Allah.

Ia adalah orang tidak toleran terhadap agama, memaksa beberapa rakyatnya untuk mendengarkan kotbah Budha dan mengubah keyakinan secara paksa.

Dia juga melarang Idul Adha. Makanan halal juga dilarang oleh Raja Alaungpaya pada abad ke-18. Ketika Jenderal Ne Win meraih kekuasaan pada gelombang nasionalisme pada tahun 1962, status umat Islam berubah menjadi buruk.

Muslim diusir oleh tentara dan dengan cepat terpinggirkan.

Para sejarawan menyebutkan bahwa Islam masuk ke negeri itu tahun 877 M, pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid menjadi negara terbesar di dunia selama beberapa abad. Islam mulai menyebar di seluruh Birma (sekarang Myanmar) ketika mereka melihat kebesaran, kebenaran dan keadilan Islam.

Kaum muslimin memerintah Provinsi Arakan lebih dari tiga setengah abad antara tahun 1430 hingga tahun 1784 M.  Pada tahun 1784 M, kaum Budha menyerang provinsi tersebut dan mendudukinya.

Mereka membunuh kaum muslimin, khususnya para ulama dan dai. Orang-orang Budha juga merampok kekayaan kaum muslimin, menghancurkan bangunan islami, misalnya masjid, musala dan sekolah.  Hal itu karena kedengkian dan fanatisme mereka.

Kondisi Rohingya
PBB melaporkan bahwa etnis Rohingya kini tidak punya negara atau stateless. Myanmar pun membatasi gerak mereka dan tidak memberi hak atas tanah, pendidikan dan layanan publik.

Etnis Rohingya yang kehadirannya di Myanmar dan Bangladesh ditolak selama bertahun-tahun menyebabkan banyak di antara mereka yang bermigrasi ke Malaysia atau Thailand.

Diperkirakan ada 300 ribu orang yang tinggal di dua negara tersebut. Menurut badan urusan migrasi dan imigran PBB, UNHCR, sekitar satu juta orang Rohingya kini diperkirakan hidup di luar Myanmar, tetapi belum ada negara ketiga yang bersedia menerima mereka.

Setakat ini hanya tinggal sekitar 800 ribu Muslim Rohingya di wilayah Arakan Myanmar. PBB menganggap Rohingya sebagai salah satu minoritas yang paling banyak menghadapi tekanan dan penganiayaan di dunia.

Rezim Myanmar tidak mengakui Muslim Rohingya dan menganggap mereka sebagai imigran gelap yang datang dari Bangladesh.

Tidak adanya berita yang mengungkap apa yang terjadi di Myanmar menunjukkan bahwa ada konspirasi sebagian dari kezaliman dan kejahatan yang menimpa kaum muslim Myanmar.

Padahal Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi telah melaporkan bahwa Rohingya di Myanmar menghadapi semua jenis penganiayaan, kerja paksa, pemerasan, pembatasan kebebasan bergerak, tidak adanya hak untuk tinggal, aturan pernikahan yang tidak adil, dan penyitaan tanah.

Rohingya Dicekik Tiga Sisi
Nasib kaum muslim Rohingya dicekik dari tiga sisi. Pertama, pemerintah Myanmar. Pemerintah Myanmar  terus membantai dan membunuh secara keji kaum Muslim Rohingya. Kedua, Bangladesh sebagai tetangga Myanmar.

Bangladesh adalah negara yang berpenduduk mayoritas muslim, tetapi negara ini tidak melakukan apapun terkait pembantaian dan pengusiran.

Bahkan Bangladesh menolak perahu-perahu Rohingya yang tiba di perairannya. Ketiga, media massa yang dipolitisasi. Media massa yang dipolitisasi menjadi corong kepentingan politik kaum kafir. Dalam hal ini media tidak jujur, tidak transparan, dan tidak obyektif.

Sekalipun telah didentifikasi pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap darah dan nasib kaum Muslim di Myanmar, bukan berarti mereka adalah satu-satunya yang bertanggung jawab.

Sebab ini adalah tanggung jawab yang harus dipikul oleh setiap Muslim yang mampu untuk menolongnya. Pertanyaannya, apa yang ditunggu oleh tentara kaum muslim di negara-negara tetangga Myanmar, seperti Bangladesh, Indonesia dan Malaysia?

Tidakkah mereka melihat pembantaian dan pengusiran atas saudara-saudara mereka?

Tidakkah dalam diri mereka tergerak untuk melindungi Islam dan akidahnya? Tidakkah mereka mendengar sabda Rasulullah SAW: Kehormatan darah kaum muslim itu adalah setara, dan dengan kehormatannya mereka menjaga darah kaum muslim yang berada di bawahnya, sebab mereka adalah tangan (kekuatan) bagi yang lainnya.”

Tragedi berdarah Rohingya semakin membuka tabir bahwa negara-negara yang mayoritas non muslim (kafir) sangat diskriminatif, tidak toleran, dan melanggar HAM terhadap penduduk yang minoritas muslim.

Selain Rohingya, saat ini masih berlangsung penindasan terhadap kaum muslim Kashmir di India, kaum muslim Moro di Filipina, kaum muslim Pattani di Thailand, kaum muslim Chechnya di Rusia, dan lain-lain. Rohingya membutuhkan bantuan kita dan Rohingya menanti kita untuk membebaskan penderitaannya.

Negara yang berpenduduk minoritas muslim telah lama mengalami kehinaan dan penderitaan. Betapapun lamanya malam kegelapan, yang pasti fajar Islam akan datang untuk mengembalikan kebenaran dan mengembalikan dampak dari setiap kezaliman kepada pelakunya.

Untuk itu, kaum muslim harus bersatu dan kamu muslim membutuhkan institusi politik pemersatuan umat Islam seluruh dunia yang akan membebaskan kaum muslim di berbagai belahan negeri dari kehinaan dan penderitaan.***

Ardiansyah, Dosen Fakultas Hukum Unilak dan Pengurus ICMI Riau.

Diterbitkan di Riau Pos 3 Agustus 2012

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*