Baru dua pekan setelah pembantaian di bioskop Kota Aurora, Colorado, penembakan brutal kembali terjadi di Amerika Serikat. Kali ini terjadi di tempat ibadah umat Sikh, dan kemungkinan bermotif kebencian picik atas suatu golongan, yang justru salah sasaran.
Khidmatnya Kuil Sikh Wisconsin, yang berada di pinggiran Kota Milwaukee, berubah menjadi suasana panik setelah didatangi seorang pria kulit putih berkepala plontos. Ibadah di Minggu pagi, 5 Agustus 2012, baru akan mulai dan sejumlah umat sedang menyiapkan hidangan pasca ibadah di dapur. Tiba-tiba, sebagain umat berlarian keluar kuil sambil menyelamatkan diri.
Pria yang belum diketahui identitasnya itu rupanya memuntahkan rentetan timah panas dari senjata api ke arah siapa saja yang berada di hadapannya. Seorang petugas penjaga kuil tewas, begitu juga lima orang Sikh –termasuk Ketua Pengurus Jemaah di kuil itu.
“Dia tidak bicara sepatah kata pun, dia mulai menembak begitu saja,” ujar Harpreet Singh, seorang saksi mata seperti yang dituturkan ke stasiun berita CBS.
Pelaku penembakan pun tewas setelah diberondong peluru oleh tim polisi yang tiba setelah mendapat laporan huru-hara di kuil. Namun, menurut stasiun berita ABC News, tim khusus kepolisian butuh waktu lebih dari empat jam untuk mengendalikan situasi di lokasi penyerangan.
Empat orang tewas di dalam tempat ibadah itu, dan tiga lainnya berada di luar. Jumlah orang yang meregang nyawa menjadi tujuh orang, termasuk si pelaku.
Menurut laporan sejumlah saksi, seperti dikutip Reuters, pelaku tampak bertato “9/11” – yaitu sebutan bagi Tragedi Serangan Teroris di AS pada 11 September 2001. Polisi setempat belum bersedia mempublikasi identitas penembak, dengan alasan masih dalam penyelidikan. Penegak hukum hanya mengungkapkan bahwa pelaku menggunakan pistol semi otomatis 9 mm. Dia diduga berusia 40an tahun.
Spekulasi pun menyebar cepat di media massa AS berdasarkan sumber-sumber anonim yang terlibat dalam penyelidikan kasus itu. Stasiun berita CNN mengabarkan bahwa lelaki itu kemungkinan veteran Angkatan Darat AS.
Sumber di ABC News juga mengungkapkan bahwa insiden ini erat kaitannya dengan ulah kaum “supremasi kulit putih” atau kaum “skinhead.”
Motif penyerangan masih diusut. “Badan Penyelidik Federal (FBI) bekerjasama dengan Kepolisian Oak Creek dan jajaran aparat hukum lain dalam menyelidiki insiden penembakan ini,” kata seorang agen FBI, Teresa Carlson, seperti dikutip ABC News.
Untuk sementara, aparat masih menduga bahwa ini adalah perbuatan terorisme domestik. “Namun motifnya masih belum ditentukan,” kata Carlson.
Jagjit Singh Kaleka, saudara kandung dari Ketua Pengurus Jemaah Kuil yang tewas, mengaku tidak habis pikir apa motif penembakan ini. Namun, satu hal yang pasti, insiden ini tak lepas dari longgarnya peraturan di AS soal kepemilikan senjata api.
“Kita tahu makin banyak senjata serbu yang beredar, situasi seperti ini bakal kita hadapi lagi,” ujar Kaleka seperti dikutip Reuters.
Kebencian sempit
Walau penyelidik masih mencari motifnya, kaum penganut Sikh sudah bisa menduga penembakan brutal ini didasarkan dari “kebencian yang salah sasaran.” Pasalnya, kaum mereka pun sudah menjadi bulan-bulanan teror dari sesama orang Amerika yang berpikiran picik mengenai orang yang berbeda keyakinan.
“Pelaku penembakan itu lebih jahat dari pelaku kasus di bioskop dua pekan lalu, karena dia mengincar suatu komunitas,” kata Jagatjit Sidhu, seorang warga setempat seperti yang dikutip Reuters.
“Kami mengalaminya sebagai kejahatan berdasarkan kebencian,” kata Gurpreet Kaur, warga Oak Creek yang ibunya menderita luka tembak di kuil. “Kini, setiap orang Sikh di Amerika tengah terluka hatinya, berduka, dan juga takut,” lanjut Kaur seperti dikutip CBS News.
Ketakutan Kaur itu beralasan. Umat Sikh di Amerika masih tidak lupa bahwa mereka menjadi sasaran kebencian yang begitu picik dari sebagian warga AS tak lama setelah Tragedi 9/11.
Pemerintah AS dan mayoritas warga Amerika sepakat bahwa serangan teror itu merupakan ulah sekelompok simpatisan al-Qaeda, yang menyalahgunakan ajaran Islam untuk kepentingan politik mereka. Namun, ternyata ada pula warga AS yang berpikiran sama sempitnya dengan para teroris itu.
Kalangan picik itu mengira laki-laki Sikh, yang rata-rata memakai kain penutup kepala dan berjenggot, beraliran sama dengan para pelaku Tragedi 9/11. Kejahatan bermotif kebencian pun merebak tak lama setelah insiden itu.
Menurut stasiun berita CNN, korban pertama adalah Balbir Singh Sodhi. Pada 15 September 2001, atau empat hari setelah 9/11, Sodhi ditembak sebanyak lima kali di depan stasiun BBM miliknya di Kota Mesa, Arizona. Pelakunya adalah seorang mekanik pesawat bernama Frank Roque, yang sudah berkata kepada teman-temannya bakal menghabisi orang-orang berturban setelah Tragedi 9/11.
Roque pun menembaki stasiun BBM milik warga keturunan Lebanon dan rumah milik keluarga asal Afganistan pada hari yang sama. Sempat diancam hukuman mati, Roque akhirnya menjalani hukuman penjara seumur hidup.
Sejak peristiwa itu, ungkap lembaga Sikh Coalition asal New York, terjadi lebih dari 700 serangan atas kaum minoritas yang berdasarkan “kebencian yang sempit.”
AS merupakan rumah bagi sekitar 700.000 warga penganut Sikh, yang sebagian besar keturunan India. Kaum pria dewasa Sikh selalu memakai turban dan berjenggot, tradisi yang sudah berlangsung lebih dari 500 tahun.
Namun, penampilan mereka itulah yang justru menjadi “kebencian yang salah sasaran” oleh segelintir orang Amerika. “Penampilan kami dianggap mirip Osama bin Laden atau mereka yang berada di Afganistan,” kata Suminder Sodhi, yang temannya menjadi salah satu korban penembakan di Arizona. “Namun kami berbeda dari mereka,” kata Sodhi seperti dikutip CNN.
Selain menjadi korban kekerasan, umat Sikh di AS juga jadi sasaran diskriminasi di tempat kerja dan penindasan di sekolah sejak Tragedi 9/11. Menurut lembaga The Sikh Coalition kepada Reuters, klaim itu berdasarkan dari ribuan keluhan dan permohonan bantuan dari para umat. (vivanews.com, 6/8/2012)