Pesantren Aktivis Mahasiswi: “Lokomotif Pergerakan Ideologis Aktivis Kampus”
HTI Press. Di Bulan Ramadhan ini, Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia chapter kampus Bandung mengadakan acara “Pesantren Aktivis Mahasiswi” yang berlangsung selama 3 hari ( 3-5 Agustus 2012) di Saung Khalifah dan dihadiri oleh kurang lebih 28 Aktivis Mahasiswi se-bandung Raya. Tema yang diangkat dalam pesantren kali ini yakni “Islam : Lokomotif Pergerakan Ideologis Aktivis Kampus”. Acara ini dibagi menjadi 8 sesi materi dan diskusi membahas hal terkait permasalahan masyarakat.
Sesi pertama adalah Brainstorming mengenai “Langkah Real Mahasiswa Selamatkan Negara”. Dalam sesi pertama, peserta mengungkapkan bahwa negeri ini sedang dirundung berbagai masalah di berbagai aspek kehidupan, akhirnya mereka sepakat bahwa Indonesia adalah negara gagal (Failed State). Semua problematika yang ada di masyarakat – menurut analisa para peserta – adalah akibat sistem yang diterapkan di Negeri ini. Sistem Kapitalisme inilah yang membawa kehancuran dalam seluruh tatanan kehidupan. Di sesi kedua dibahas “War on Corruption: Menyelamatkan Masalah Bangsa?”, peserta diajak untuk menganalisis penyebab maraknya tindak korupsi di negeri ini, yakni akibat pola demokrasi di Indonesia yang mendudukkan uang sebagai modal utama para politisi untuk sampai pada kekuasaan. Walhasil setelah sampai di tampuk kekuasaan, mereka mengupayakan pengembalian dana melalui korupsi di berbagai proyek pemeritah. Akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa War on Corruption semata ternyata tidak dapat menyelesaikan masalah bangsa.
Selanjutnya, peserta diajak untuk mengkaji kembali kegiatan “Community Development” atau sering disebut pengabdian pada masyarakat pada sesi ketiga “Berjuang dengan Community development : Bentuk kepedulian yang nyata (?)“. Community Development memang sedang banyak diminati oleh mahasiswa. Padahal, menjamurnya comdev ini justru menunjukkan lemahnya pemerintah dalam memberikan jaminan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Pemerintah sebagai pihak yang diamanahi untuk mengurusi rakyat, tentunya wajib menjamin terpenuhinya semua kebutuhan rakyat. Bukanlah pada posisi yang benar, jika masyarakat termasuk didalamnya mahasiswa mengambil alih peran dan kewajiban negara dalam me-ri’ayah su’unil umma. Ditambah lagi, comdev yang dilakulan mahasiswa, tidaklah dapat menyelesaikan problematika global yang melanda negeri ini. Begitu pula, Pendidikan berkarakter yang belakangan ini ramai dibicarakan kalangan akademisi pun tidak menyelesaikan masalah bangsa. Hal ini dibahas dalam materi ke-4 “Membangun Pendidikan Berkarakter : Efektifkah?”. Permasalahan yang melanda dunia pendidikan Indonesia sangat rumit dan sistemik, sehingga yang dibutuhkan untuk membangun sistem pendidikan yang memiliki visi yang mampu melahirkan SDM berkarakter (berkepribadian Islam) adalah mewujudkan lingkungan kondusif (suprasistem).
Materi kelima ”Indonesia masih dijajah ! lawan ideologi dengan ideologi ” diungkap bahwa penyebab semua permasalahan yang menimpa bangsa ini diakibatkan oleh hegemoni ideologi kapitalisme sekuler yang diadopsi baik oleh level Negara maupun mayoritas individu, sehingga satu-satunya cara membebaskan diri dari penjajahan adalah dengan mengadopsi dan menerapkan ideologi tandingan dari kapitalisme. Sedangkan, Ideologi apakah yang layak untuk diterapkan di negeri ini, dikuak dalam materi keenam “Menguji kelayakan ideologi untuk membangkitkan negeri”. Pembahasan ini semakin meyakinkan peserta akan kekuatan dan kemuliaan ideologi Islam dalam mengatur tatanan kehidupan. Keterpurukan kaum muslim di berbagai bidang menimbulkan keprihatinan dari berbagai kalangan ummat, sehingga terbentuklah berbagai gerakan terutama gerakan mahasiswa di negeri-negeri Islam termasuk Indonesia. Hanya saja, berbagai gerakan tersebut belum pada akhirnya memberikan kebangkitan ditengah-tengah masyarakat. Hal ini diungkapkan pada materi ke tujuh “Analisis kegagalan pergerakan dalam mewujudkan kebangkitan”. Terakhir, dalam materi kedelapan diperkenalkan Hizbut Tahrir sebagai salah satu partai politik internasional yang berjuang untuk mewujudkan kebangkitan Islam dan kaum muslim yang memiliki visi “melanjutkan kehidupan Islam”. Diperkenalkan pula aktivitas-aktivitasnya di berbagai negara di Dunia.
Selain pemaparan materi dan diskusi, dalam Pesantren Aktivis Mahasiswi edisi perdana ini, para peserta pun diajak untuk berinteraksi dengan masyarakat. Hal ini dimaksudkan supaya peserta lebih mengetahui dan merasakan realitas yang terjadi di tengah masyarakat, yang diharapkan dapat memberikan semangat lebih untuk tetap istiqamah dalam pergerakan membangkitkan Islam dan kaum muslimin.
Secara keseluruhan acara ini mendapatkan respon yang cukup baik dari peserta aktivis. “Pesantren Aktivis dapat memotivasi saya untuk berjuang dalam pergerakan, berdakwah di jalan Allah,” ungkap salah seorang peserta dari UIN.[]