Rencana pemerintah menaikkan gaji hakim pada 2013 memang disambut gembira oleh kalangan hakim. Namun, kenaikan gaji tersebut dinilai tidak menjamin para hakim tidak menerima suap atau gratifikasi dari pihak-pihak berperkara.
Penilaian itu tidak datang dari pengamat atau kalangan luar pengadilan. Penilaian itu justru disampaikan oleh Ketua Muda Pidana Khusus MA Djoko Sarwoko, dalam perbincangan dengan Kompas. Hal senada juga diungkapkan oleh Juru Bicara Komisi Yudiasial, Asep Rahmat Fajar, Rabu (22/8/2012).
“Kalau misalnya 1 Januari 2013, gaji hakim dinaikkan dua kali lipat, siapa yang berani menjamin mereka tidak terima suap,” ungkap Djoko, yang merangkap sebagai juru bicara lembaga peradilan tertinggi di Indonesia ini.
Menurut Djoko, persoalan suap di kalangan hakim sangat terkait dengan integritas yang bersangkutan. Tuntutan manusia yang makin meningkat dan tak ada puasnya sangat memengaruhi hal tersebut.
Sementara itu, Asep mengungkapkan bahwa kenaikan gaji memang bukan satu-satunya elemen untuk mengurangi tindak suap-menyuap di kalangan hakim. Oleh karena itu, kenaikan gaji itu harus dibarengi dengan penyempurnaan sumber daya manusia (SDM), seperti sistem perekrutan dan sistem karier hakim.
“Pengawasan juga perlu dioptimalkan. Namun, harapan KY dengan kenaikan gaji tersebut, minimal salah satu elemen sudah terbenahi sehingga diharapkan ada perbaikan kinerja dan perilaku hakim,” ujar Asep.
Dalam pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 17 Agustus lalu, Presiden menyinggung tentang rencana pemerintah untuk menaikkan gaji PNS dan hakim. Dalam pertemuan antara pimpinan MA, Komisi Yudisial, Menteri Keuangan, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta perwakilan Sekretariat Negara (Setneg), pemerintah menyepakati kenaikan gaji dan tunjangan untuk hakim. Gaji hakim terkecil dengan masa kerja nol tahun akan menjadi Rp 10,6 juta.
Persoalan kesejahteraan hakim tersebut memang dipersoalkan oleh hakim-hakim muda yang menamakan diri Hakim Progresif. Beberapa waktu lalu, mereka mengancam mogok sidang karena penghasilan mereka tidak mencukupi untuk membiayai hidup dan kebutuhan lainnya. Perjuangan itu boleh dikatakan berhasil dengan adanya upaya pemerintah dan MA, didukung institusi lainnya, dalam meraih perbaikan kesejahteraan tersebut. (Kompas online; Rabu, 22 Agustus 2012 | 13:15 WIB )
Dalam ekonomi kapitalis, semakin besar pendapatan maka semakin besar pula pengeluaran. Gaji besar, tidak bisa secara signifikan mencegah hakim untuk korupsi/tidak menerima suap.
Masalah suap, kita semua tau seluruh lapisan melakukan perbuatan tersebut, mulai dari tingkat atas sampai dengan tingkat bawah sekalipun yang mempunyai peluang untuk itu
kenapa !?
opini masyarakat selalu terfokus kepada hakim dan jajarannya