Jawaban Tuntas Pertanyaan Berulang Seputar Khilafah dan Hizbut Tahrir

1. Benarkah tidak ada dalil tentang kewajiban Khilafah ?

Kewajiban adanya Khilafah telah disepakati oleh seluruh ulama dari seluruh mazhab. Tidak ada khilafiyah (perbedaan pendapat) dalam masalah ini, kecuali dari segelintir ulama yang tidak teranggap perkataannya (laa yu’taddu bihi). (Lihat Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyyah, Bab Al Imamah Al Kubro, Juz 6 hlm. 163).

Disebutkan dalam kitab Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyyah Juz 6 hlm. 164 :

أجمعت الأمّة على وجوب عقد الإمامة ، وعلى أنّ الأمّة يجب عليها الانقياد لإمامٍ عادلٍ ، يقيم فيهم أحكام اللّه ، ويسوسهم بأحكام الشّريعة الّتي أتى بها رسول اللّه صلى الله عليه وسلم ولم يخرج عن هذا الإجماع من يعتدّ بخلافه

“Umat Islam telah sepakat mengenai wajibnya akad Imamah [Khilafah], juga telah sepakat bahwa umat wajib mentaati seorang Imam [Khalifah] yang adil yang menegakkan hukum-hukum Allah di tengah mereka, yang mengatur urusan mereka dengan hukum-hukum Syariah Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Tidak ada yang keluar dari kesepakatan ini, orang yang teranggap perkataannya saat berbeda pendapat.”

Syaikh Abdul Qadim Zallum (Amir kedua Hizbut Tahrir) menyebutkan, ”Mengangkat seorang khalifah adalah wajib atas kaum muslimin seluruhnya di segala penjuru dunia. Melaksanakan kewajiban ini – sebagaimana kewajiban manapun yang difardhukan Allah atas kaum muslimin- adalah perkara yang pasti, tak ada pilihan di dalamnya dan tak ada toleransi dalam urusannya. Kelalaian dalam melaksanakannya termasuk sebesar-besar maksiat, yang akan diazab oleh Allah dengan azab yang sepedih-pedihnya.” (Abdul Qadim Zallum, Nizhamul Hukm fi Al Islam, hlm. 34)

Kewajiban Khilafah ini bukan hanya pendapat Hizbut Tahrir, tapi pendapat seluruh ulama. Imam Ibnu Hazm menyebutkan bahwa, “Telah sepakat semua Ahlus Sunnah, semua Murji`ah, semua Syiah, dan semua Khawarij akan wajibnya Imamah [Khilafah]…” (Ibnu Hazm, Al-Fashlu fi Al Milal wal Ahwa` wan Nihal, Juz 4 hlm.78)

Khusus dalam lingkup empat mazhab Ahlus Sunnah, Syaikh Abdurrahman Al Jaziri menyebutkan,”Para imam mazhab yang empat [Imam Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad] rahimahumullah, telah sepakat bahwa Imamah [Khilafah] itu fardhu, dan bahwa kaum muslimin itu harus mempunyai seorang Imam (Khalifah) yang akan menegakkan syiar-syiar agama dan menolong orang yang dizalimi dari orang zalim. Mereka juga sepakat bahwa kaum muslimin dalam waktu yang sama di seluruh dunia, tidak boleh mempunyai dua imam, baik keduanya sepakat atau bertentangan.” (Ibnu Hazm, Al-Fashlu fi Al Milal wal Ahwa` wan Nihal, Juz 4 hlm.78)

Para ulama menerangkan bahwa dalil-dalil kewajiban Khilafah ada 4 (empat), yaitu : Al Qur`an, As Sunnah, Ijma’ Shahabat, dan Qaidah Syar’iyyah.

Dalil Al Qur`an, antara lain firman Allah SWT :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ

“Wahai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul-NYa, dan Ulil Amri di antara kamu.” (QS An-Nisaa`: 59)

Wajhul Istidlal (cara penarikan kesimpulan dari dalil) dari ayat ini adalah, ayat ini telah memerintahkan kaum muslimin untuk mentaati Ulil Amri di antara mereka, yaitu para Imam (Khalifah). Perintah untuk mentaati Ulil Amri ini adalah dalil wajibnya mengangkat Ulil Amri, sebab tak mungkin Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk mentaati sesuatu yang tidak ada. Dengan kata lain, perintah mentaati Ulil Amri ini berarti perintah mengangkat Ulil Amri. Jadi ayat ini menunjukkan bahwa mengangkat seorang Imam (Khalifah) bagi umat Islam adalah wajib hukumnya. (Abdullah Umar Sulaiman Ad Dumaiji,  Al Imamah Al ‘Uzhma ‘Inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah, (Kairo : t.p), 1987, hlm. 49.)

Dalil Al Qur`an lainnya, adalah firman Allah SWT :

فَاحْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءهُمْ عَمَّا جَاءكَ مِنَ الْحَقِّ

“Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (QS Al Maidah : 48)

Wajhul Istidlal dari ayat ini adalah, bahwa Allah telah memerintahkan Rasulullah SAW untuk memberikan keputusan hukum di antara kaum muslimin dengan apa yang diturunkan Allah (Syariah Islam). Kaidah ushul fiqih menetapkan bahwa perintah kepada Rasulullah SAW hakikatnya adalah perintah kepada kaum muslimin, selama tidak dalil yang mengkhususkan perintah itu kepada Rasulullah SAW saja. Dalam hal ini tak ada dalil yang mengkhususkan perintah ini hanya kepada Rasulullah SAW, maka berarti perintah tersebut berlaku untuk kaum muslimin seluruhnya hingga Hari Kiamat nanti. Perintah untuk menegakkan Syatiah Islam tidak akan sempurna kecuali dengan adanya seorang Imam (Khalifah). Maka ayat di atas, dan juga seluruh ayat yang memerintahkan berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, hakikatnya adalah dalil wajibnya mengangkat seorang Imam (Khalifah), yang akan menegakkan Syariah Islam itu. (Abdullah Umar Sulaiman Ad Dumaiji,  Al Imamah Al ‘Uzhma ‘Inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah, (Kairo : t.p), 1987, hlm. 49.

Dalil Al Qur`an lainnya, adalah ayat-ayat yang memerintahkan qishash (QS Al Baqarah: 178), hudud (misal had bagi pelaku zina dalam QS An Nuur: 2; atau had bagi pencuri dalam QS Al Maidah : 38), dan ayat-ayat lainnya yang pelaksanaannya bergantung pada adanya seorang Imam (Khalifah). Ayat-ayat semisal ini, berarti adalah dalil untuk wajibnya mengangkat seorang Imam (Khalifah), sebab pelaksanaan ayat-ayat tersebut bergantung pada keberadaan Imam itu.

Dalil As Sunnah, banyak sekali, antara lain sabda Nabi SAW :

من مات وليس في عنقه بيعة مات ميتة جاهلية

Barangsiapa yang mati sedangkan di lehernya tidak ada baiat (kepada seorang imam/khalifah), maka matinya adalah mati jahiliyah.” (HR Muslim, no 1851).

Dalalah (penunjukkan makna) dari hadis di atas jelas, bahwa jika seorang muslim mati jahiliyyah karena tidak punya baiat, berarti baiat itu wajib hukumnya. Sedang baiat itu tak ada kecuali baiat kepada seorang imam (khalifah). Maka hadis ini menunjukkan bahwa mengangkat seorang imam (khalifah) itu wajib hukumnya. (Abdullah Umar Sulaiman Ad Dumaiji,  Al Imamah Al ‘Uzhma ‘Inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah, (Kairo : t.p), 1987, hlm. 49.)

Dalil lain dari As Sunnah misalnya sabda Nabi SAW :

إذا خرج ثلاثة في سفر فليؤمروا أحدهم

“Jika ada tiga orang yang keluar dalam suatu perjalanan, maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang dari mereka untuk menjadi amir (pemimpin).” (HR Abu Dawud).

Imam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa jika Islam mewajibkan pengangkatan seorang amir (pemimpin) untuk jumlah yang sedikit (tiga orang) dan urusan yang sederhana (perjalanan), maka berarti Islam juga mewajibkan pengangkatan amir (pemimpin) untuk jumlah yang lebih besar dan untuk urusan yang lebih penting. (Ibnu Taimiyah, Al Hisbah, hlm. 11).

Dengan demikian, untuk kaum muslimin yang jumlahnya lebih dari satu miliar seperti sekarang ini, dan demi urusan umat yang lebih penting dari sekedar perjalanan, seperti penegakan hukum Syariah Islam, perlindungan umat dari penjajahan dan serangan militer kafir penjajah, maka mengangkat seorang Imam (Khalifah) adalah wajib hukumnya.

Adapun dalil Ijma’ Shahabat, telah disebutkan oleh para ulama, misalnya Ibnu Khaldun sebagai berikut :

نصب الإمام واجب ، وقد عرف وجوبه في الشرع بإجماع الصحابة والتابعين

“Mengangkat seorang imam (khalifah) wajib hukumnya, dan kewajibannya dapat diketahui dalam Syariah dari ijma’ (kesepakatan) para shahabat dan tabi’in…” (Ibnu Khaldun, Muqaddimah, hlm. 191).

Imam Ibnu Hajar Al Haitami berkata :

اعلم أيضًا أن الصحابة رضوان الله عليهم أجمعوا على أن نصب الإمام بعد انقراض زمن النبوة واجب، بل جعلوه أهم الواجبات حيث اشتغلوا به عن دفن رسول الله

Ketahuilah juga, bahwa para shahabat -semoga Allah meridhai mereka- telah bersepakat bahwa mengangkat seorang imam (khalifah) setelah berakhirnya zaman kenabian adalah wajib, bahkan mereka menjadikannya sebagai kewajiban paling penting ketika mereka menyibukkan diri dengan kewajiban itu dengan meninggalkan kewajiban menguburkan jenazah Rasulullah SAW.” (Ibnu Hajar Al Haitami, As Shawa’iqul Muhriqah, hlm. 7).

Adapun dalil Qaidah Syar’iah, adalah kaidah yang berbunyi :

ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب

Jika suatu kewajiban tidak terlaksana kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula hukumnya.”

Sudah diketahui bahwa terdapat kewajiban-kewajiban syariah yang tidak dapat dilaksanakan secara sempurna oleh individu, seperti kewajiban melaksanakan hudud, seperti hukuman had bagin pelaku zina dalam QS An Nuur: 2; atau hukuman had bagi pencuri dalam QS Al Maidah: 38, kewajiban jihad untuk menyebarkan Islam, kewajiban memungut dan membagikan zakat, dan sebagainya. Kewajiban-kewajiban ini tak dapat dan tak mungkin dilaksanakan secara sempurna oleh individu, sebab kewajiban-kewajiban ini membutuhkan suatu kekuasaan (sulthah), yang tiada lain adalah Khilafah. Maka kaidah syariah di atas juga merupakan dalil wajibnya Khilafah. (Abdullah Umar Sulaiman Ad Dumaiji,  Al Imamah Al ‘Uzhma ‘Inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah, (Kairo : t.p), 1987, hlm. 49).

2.     Apakah khabar dari Rasulullah tentang akan adanya khilafah ala minhajin nubuwah (hadits Hudzaifah bin al Yaman) juga jadi dalil?

Dalil wajib tegaknya khilafah sudah diuraikan di atas. Adapun hadits Hudzaifah bin al Yaman adalah busyra atau kabar gembira Rasululullah tentang bakal kembalinya khilafah di masa mendatang.  Meski tidak mengandung tuntutan atau thalab, tapi hadits tadi penting untuk diperhatikan. Logikanya, tidak mungkin sesuatu itu, yakni Khilafah, dikabarkan oleh Rasulullah bakal kembali tegak bila sesuatu itu bukan perkara penting dan wajib dalam agama ini.

3.     Secara ilmiah dan empiris, sebenarnya kemungkinan tegaknya khilafah di muka bumi?

Pasti akan tegak. Mengapa? Pertama, khilafah itu sebuah kewajiban, bahkan dijanjikan oleh Allah Swt. Dan semua janji Allah pasti akan terwujud asal kita memenuhi semua syarat-syarat bagi terwujudnya janji-janji itu. Sebagaimana jatuhnya  Romawi Timur kepada Islam. Meski itu sangat sulit, tapi karena keyakinan dari para sahabat, para pejuang Islam pada waktu itu bahwa jatuhnya Romawi Timur ini adalah sebuah kemestian, sebuah kewajiban dan sekaligus dijanjikan, maka misi sesulit itu tetap saja dilakukan. Ekspedisi untuk menaklukkan Konstantinopel sudah di mulai semenjak Khalifah Usman bin Affan. Dan Anda tahu, sejarah membuktikan Konstantinopel jatuh baru pada tahun 1453. Jadi hampir 700 tahun kemudian. Ketika panglima Muhammad al-Fatih masuk ke benteng Konstantinopel, dia  teringat kepada hadist yang berbunyi Fala ni’ma al-amir, amiruha. Fala ni’ma al-jaiz fadzalika al-jaiz (sebaik-baik panglima perang adalah panglima perang yang menaklukkan Konstantinopel, dan sebaik-baik tentara adalah tentara yang menaklukkan Konstantinopel). Hadis itu dibaca oleh Muhammad al-Fatih, seolah-olah Nabi memuji dirinya. Padahal hadis itu diucapkan pada 700 tahunan sebelum peristiwa besar itu terjadi.

Bila untuk menaklukkan Konstantinopel yang merupakan jantung dari adikuasa Romawi Timur saja akhirnya bisa dilakukan, meski harus melalui upaya yang luarbiasa dan memakkan ratusan tahun, apalagi untuk sebuah khilafah yang itu sudah pernah ada, dan tinggal membangkitkan memori umat, tentu insha Allah akan lebih mudah. Dalam pengalaman gerak Hizbut Tahrir, pengalaman gerak saya di negeri ini sekian tahun lamanya, saya mendapatkan respon yang luar biasa dari umat. Ketika umat ini makin lama makin mendukung, apalagi ditambah dengan kondisi eksternal seperti bagaimana Amerika Serikat dengan kejam menggempur Irak,  juga Afganistan tanpa bisa kita cegah sama sekali, dan konflik Israel dan Palestina yang sudah lebih 50 tahun tidak juga kunjung selesai, para pemimpin umat pun berfikir lalu solusinya apa? Apa yang bisa kita lakukan untuk membela diri? PBB sudah terbukti lebih berpihak kepada negara-negara besar. Organisasi Konferensi Islam (OKI) juga tidak punya gigi karena masing-masing anggota lebih mementingkan negaranya sendiri-sendiri. Negara-negara Arab sama saja, ASEAN apalagi. Pada puncaknya mereka, para pemimpin umat itu, akan melihat bahwa gagasan khilafah ini yang paling pas. Meski cita-cita itu sangat sulit. Dan kesulitan itu juga yang kami rasakan. Tapi semua masih sangat mungkin berubah, baik karena faktor internal maupun tekanan eksternal. Ada banyak tokoh-tokoh Islam yang pada 20 tahun yang lalu ketika kami pertama kali muncul untuk menyampaikan ide khilafah ini tidak mau mendengar atau bahkan mencibir dan sebagainya, sekarang berubah total, mereka mendukung betul.

Pada kenyataannya pengamat dunia internasional pun  juga memperkirakan khilafah Islam akan berdiri tidak lama lagi. National Intelligence  Council (NIC) yang bersidang di Amerika Serikat baru baru ini, menskenariokan bahwa pada tahun 2020  Islamic Caliphate (khilafah Islam) akan berdiri. Mereka menskenariokan empat kemungkinan pada tahun 2020. Pertama, dunia tetap dipimpin oleh Amerika Serikat. Kedua, dunia dipimpin oleh India atau China. Ketiga, dunia dipimpin oleh seorang tiran, entah dari mana. Lalu yang keempat berdirinya Islamic Caliphate. Bila mereka saja bisa memprediksi bahwa khilafah Islam akan berdiri, mengapa kita bilang itu tidak mungkin?

 4. Bagaimana dengan adanya pihak yang mengatakan, khilafah bukan satu-satunya jaminan bagi kejayaan umat Islam?

 Kejayaan umat ditentukan oleh dua faktor. Yang pertama adalah sistem yang baik. Dan yang kedua adalah kepemimpinan yang amanah. Sistem yang baik itu adalah sistem yang berasal dari Dzat yang Maha Baik, yaitu Allah SWT. Itulah syariah Islam. Dan pemimpin yang amanah adalah pemimpin yang mau tunduk kepada sistem yang baik tadi, dan dia memimpin dengan penuh keadilan.

Secara i’tiqadiy, Allah SWT telah menjamin syariah pasti akan membawa rahmat.  Nabi Muhammad diutus untuk membawa agama Islam sebagai rahmat bagi alam semesta (rahmatan li al-‘alamin).  Dari berbagai ayat dan hadits, kita  dapat disimpulkan bahwa ‘hinama yakunu asy-syar’u takunu al-maslahah’, dimana ada hukum syariat di situ pasti ada kemaslahatan. Sejarah pun membuktikan hal itu.  Kejayaan Islam masa lalu pun diraih ketika kehidupan Islam  dimana di dalamnya diterapkan syariat terwujud serta umat Islam bersatu dan bekerja keras di bawah kepemimpinan seorang khalifah. Maka, kejayaan yang sama akan diraih kembali di masa yang akan datang melalui jalan serupa.

Kalau kita percaya bahwa Islam dengan akidah dan syariatnya datang untuk membawa rahmat, dan rahmat  adalah segala kebaikan yang kita angankan berupa  kedamaian, keadilan, kesejahteraan, kemajuan, kebersamaan dan sebagainya, maka bagaimana mungkin rahmat itu akan terwujud kalau kemudian kita menolak ketentuan syariat Islam itu sendiri di mana di dalam syariat itu ada perintah agar kita bersatu.

Kejayaan Islam dibawah Khilafah diakui oleh siapapun yang membaca sejarah dengan jujur. Diantaranya, Will Durant, dalam The Story of Civilization, vol. XIII, ia menulis: Para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukannya dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka. Kegigihan dan kerja keras mereka menjadikan pendidikan tersebar luas, hingga berbagai ilmu, sastera, filsafat dan seni mengalami kemajuan luar biasa, yang menjadikan Asia Barat sebagai bagian dunia yang paling maju peradabannya selama lima abad.

Jadi, bila bukan dengan khilafah, lantas dengan apa umat Islam akan meraih kembali kejayaannya?

5.     Bagaimana dengan pandangan yang tidak setuju dengan solusi yang ditawarkan oleh HT menyangkut penyelesaian problematika umat Islam yakni perbaikan sistem dan pemimpin sekaligus. Bagi mereka yang penting pribadi masyarakat bagus, nanti otomatis sebuah negara/bangsa akan bagus.?

Itu asumsi yang tampak indah, tapi tidak faktual. Nyatanya, orang akan cenderung menjadi baik dalam lingkungan dan sistem yang baik. Begitu sebaliknya, orang yang baik akan cenderung tergerus kebaikannya dalam lingkungan dan sistem yang buruk. Lihatlah sekarang ini, dalam lingkungan yang korup banyak birokrat yang baik, akhirnya terseret juga menjadi korup. Oleh karena itu dalam menyelesaikan problem kita harus menggarap dua sisi sekaligus yakni sistem dan kepemimpinan.

6.    Bagaimana dengan tudingan bahwa HT mu’tazilah, khawarij, dan bukan bagian dari Ahlu Sunnah wal Jamaah?

Khawarij mempunyai beberapa sebutan. Kadang disebut Haruriyyah karena mereka keluar di suatu tempat yang bernama Harura’. Mereka juga disebut warga Nahrawan, karena Imam Ali memerangi mereka di sana. Di antara kelompok Khawarij ada yang beraliran Abadhiyyah, yaitu para pengikut Abdullah bin Abadh; ada juga yang beraliran Azariqah, yaitu para pengikut Nafi’ bin al-Azraq, dan aliran an-Najadat, yaitu para pengikut Najdah al-Haruri. Merekalah kelompok yang pertama kali mengkafirkan kaum Muslim karena sejumlah dosa. Karenanya, mereka juga telah menghalalkan darah kaum Muslim. Mereka mengkafirkan Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, dan siapa saja yang loyal kepada keduanya. Mereka telah membunuh Ali bin Abi Thalib setelah menyatakan bahwa beliau halal untuk dibunuh. Secara umum mereka berpandangan bahwa status orang hanya ada dua, Mukmin atau kafir. Mukmin adalah siapa saja yang telah melakukan semua kewajiban dan meninggalkan keharaman. Siapa saja yang tidak seperti itu berarti kafir, ia kekal di dalam neraka. Mereka pun kemudian memvonis kafir siapa saja yang berbeda dengan pandangan mereka. Mereka menyatakan bahwa Utsman dan Ali telah berhukum pada selain hukum yang diturunkan oleh Allah dan zalim. Karena itu, mereka kafir.[1] Bahkan, sekte an-Najadat tegas menolak kewajiban mengangkat imam atau khalifah.[2]

Berdasarkan fakta-fakta di atas, jelas sekali perbedaan Khawarij dengan Hizbut Tahrir, antara lain: Pertama, dalam masalah iman dan kufur, Hizbut Tahrir berpegang pada prinsip pembuktian yang qath‘i (al-burhân al-qâthi‘). Karena itu, Hizbut Tahrir tidak dengan mudah memvonis orang Islam dengan vonis kafir.[3] Kedua, Hizbut Tahrir juga berkeyakinan bahwa umat Islam saat ini masih memeluk akidah Islam, betapapun kotor dan rapuhnya akidah tersebut. Dengan kata lain, Hizbut Tahrir tidak pernah menganggap umat ini tidak lagi berakidah Islam, karena anggapan seperti justru sangat berbahaya, dan membahayakan.[4] Karena itu, Hizbut Tahrir tidak pernah menghalalkan darah kaum Muslim sehingga boleh dibunuh. Bahkan, tumpahnya darah seorang Muslim dianggap masih jauh lebih berharga ketimbang dunia dan seisinya, sebagaimana sabda Nabi saw.:

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ

Sesungguhnya hilangnya dunia (dan seisinya) benar-benar lebih ringan bagi Allah ketimbang terbunuhnya seorang Muslim. (HR at-Tirmidzi).

Ketiga, Hizbut Tahrir menyatakan bahwa semua Sahabat adalah adil (kullu ash-Shahâbah ‘udul). Meski seorang Sahabat bisa saja berbuat salah, hal itu tetap tidak akan menghilangkan status keadilannya.[5] Apatah lagi, memvonis Sahabat dan para pengikutnya dengan vonis kafir. Na‘ûdzu billâh.

Keempat, Hizbut Tahrir juga menyatakan bahwa Utsman dan Ali sebagai kepala negara Islam tetap berhukum pada hukum yang diturunkan oleh Allah. Adapun kasus tahkîm yang terjadi antara Ali dan Muawiyah, yang masing-masing mengangkat Abu Musa al-Asy‘ari dan Amr bin al-Ash, justru untuk menjalankan perintah Allah dalam masalah tahkîm, bukan sebaliknya.

Kelima, dalam konteks pengangkatan imam dan khalifah, termasuk di dalamnya kewajiban menegakkan Khilafah,[6] jelas Hizbut Tahrir sangat berbeda dengan sekte an-Najadat, yang dengan tegas menolak kewajiban tersebut.Tinggal satu masalah, apakah tindakan Hizbut Tahrir menasihati penguasa dan mengkritik kebijakan mereka secara terbuka sama dengan tindakan kaum Khawarij? Tentu tidak. Kaum Khawarij, sebagaimana namanya, adalah mereka yang melawan para penguasa (Khalifah) yang nyata-nyata menjalankan hukum Allah, bukan para penguasa yang tidak menjalankan hukum Allah. Sebaliknya, Hizbut Tahrir menasihati penguasa dan mengkritik kebijakan mereka secara terbuka justru karena mereka tidak mau tunduk dan patuh pada hukum Allah. Umumnya, mereka adalah para penguasa boneka dan kaki tangan negara penjajah, pengkhianat Allah dan Rasul-Nya, serta seluruh kaum Muslim.

Dalam melakukan misinya, kaum Khawarij menggunakan cara-cara fisik dan kekerasan, bahkan sampai membunuh lawannya, sebagaimana yang mereka lakukan terhadap Ali bin Abi Thalib. Sebaliknya, Hizbut Tahrir, sebagai entitas intelektual, tidak pernah menggunakan cara-cara tersebut. Sekalipun para anggotanya banyak yang telah dianiaya, dizalimi dan dibunuh di dalam penjara-penjara para penguasa despot, Hizbut Tahrir tetap hanya menjalankan aktivitas intelektual dan politik; tanpa sedikitpun menggunakan cara-cara kekerasan, apalagi anarkis. Semua itu dilakukan bukan karena tidak berani atau tidak mampu, tetapi semata-mta karena Hizbut Tahrir berpegang teguh pada garis perjuangan Nabi saw. dan tidak ingin menyimpang sedikitpun, meski hanya seutas rambut.

Lalu, dari mana Hizbut Tahrir dan aktivitasnya disamakan dengan Khawarij, padahal keduanya berbeda sama sekali? Ataukah mereka yang membuat tuduhan itu memang tidak paham tentang Khawarij dan juga Hizbut Tahrir? Atau mungkin mereka paham, tetapi sengaja melakukan penyesatan, karena ada pesanan, sehingga bisa membuat analogi yang sama sekali keliru, yang bahkan membuktikan rendahnya kadar intelektualitas mereka?

Hizbut Tahrir juga berbeda dengan Muktazilah, antara lain: Pertama, dalam masalah akal. Muktazilah dan Asy’ariyah, sama-sama menggunakan akal tanpa batas, sehingga digunakan melampaui kapasitasnya, sebagaimana dalam pembahasan tentang Sifat Allah; apakah sifat sama dengan Zat (Muktazilah), atau berbeda dengan Zat (Asy’ariyah). Kedua, dalam masalah perbuatan. Muktazilah menyatakan, seluruh perbuatan manusia berasal dari manusia, tanpa membedakan mana yang wilayah ikhtiyari dan ijbari. Ini jelas ditolak oleh Hizb. Ketiga, dalam masalah tawallud al-af’al (konsekuensi perbuatan), yang dinisbatkan kepada manusia. Ini juga berbeda dengan pandangan Hizb. Keempat, dalam masalah takwil. Muktazilah cenderung menakwilkan ayat-ayat Mutasyabihat yang tidak sejalan dengan pandangannya, sehingga mengorbankan ayat-ayat yang lain. Dengan kata lain, takwil didasarkan pada cocok dan tidak dengan logika, bukan didasarkan pada nas. Ini juga ditolak oleh Hizb. Dengan demikian, jelas sudah, bahwa Hizbut Tahrir tidak bisa dipersamakan dengan Muktazilah. Mempersamakan Hizbut Tahrir dengan Muktazilah hanya menunjukkan kejahilan tentang Muktazilah dan tentang Hizbut Tahrir.

 7.     Mengapa HT tidak  banyak berkembang di Timur Tengah, apakah karena idenya tidak diterima atau karena faktor lain?

Di sepanjang kekuasaan rezim represif di seluruh negara Timur Tengah, bukan hanya HT, gerakan Islam lain yang bersifat politik juga tidak berkembang. Jadi tidak berkembangnya HT bukan karena idenya tidak diterima, tapi lebih karena tekanan penguasa yang memang tidak membiarkan gerakan apapun yang mungkin akan mengancam kekuasaan mereka itu berkembang. Tapi setelah para penguasa itu tumbang, HT dengan cepat berkembang lagi di Mesir, Tunisia, Lybia dan negara-negara Timur Tengah lain.

 8.     Mengapa HT sering dipojokkan?

HT memang sering dipojokkan. Ini aneh, karena dalam perjuangannya HT tidak pernah menggunakan kekerasan atau merugikan orang lain. Gagasan-gasannya juga cukup jelas. Bisa dibaca dan didiskusikan dengan terbuka. Jadi, mengapa HT sering dipojokkan, ada banyak kemungkinan. Bisa karena mereka itu tidak paham substansi dari perjuangan HT, yang intinya bagaimana mewujudkan kembali kehidupan Islam masyarakat dan negara melalui penerapan syariah dalam bingkai khilafah agar kerahmatan Islam bisa dirasakan oleh semua. Bisa juga karena memang tidak suka pada ide ini. Mereka yang tidak paham, insha allah tidak sulit dipahamkan. Dengan sedikit penjelasan, biasanya mereka akan mudah memahami apa sesungguhnya ancaman yang tengah menimpa negeri ini dan apa itu substansi syariah dan khilafah yang tidak lain adalah justru untuk menyelamatkan negeri ini dari ancaman itu.

Sementara yang tidak suka bisa jadi karena ada penyakit dalam hatinya, bisa juga karena mereka telah diuntungkan oleh sistem sekuler yang ada sekarang ini. Dari sini sebenarnya kita bisa mengatakan bahwa mereka yang menentang ide syariah dan khilafah itulah berarti orang yang tidak menginginkan  Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim dan mengakui bahwa kemerdekaan negeri terjadi atas berkat rahmat Allah, menjadi lebih baik di masa mendatang. Mereka juga berarti menginginkan penjajahan (baru) tetap terus berlangsung karena mereka turut diuntungkan meski itu telah menyengsarakan rakyat banyak.

9.     Siapa yang ada di balik upaya itu?

 Ada dua. Pertama anasir-anasir di dalam negeri, baik muslim maupun non muslim, yang tidak menginginkan Islam tegak. Bila non muslim, pasti mereka tidak memahami esensi perjuangan HT dengan baik dan sudah keblanjur ada kedengkian dan ketakutan tanpa dasar. Sementara bila muslim, pasti mereka adalah muslim yang telah tersekulerkan. Bagaimana mungkin seorang muslim justru menentang perjuangan  bagi tegaknya syariah dan khilafah yang akan membawa Islam kembali jaya.

Kedua, adalah  negara Barat, yang memang akan terus berusaha melanggengkan hegemoninya di dunia Islam, termasuk di Indonesia, demi kepentingan politik dan ekonomi mereka. Mereka akan menghantam habis setiap kekuatan politik muslim yang berpotensi akan mengganggu hegemoni mereka itu. Dan dalam operasinya mereka akan berkolaborasi dengan kelompok pertama dan kedua tadi.

 10.  Bagaimana HT menghadapi itu semua?

HT menghadapi semua itu dengan tenang dan tegar. HT tidak takut menghadapi semua itu. HT memahami semua itu sebagai salah satu tantangan, hambatan dan rintangan dalam dakwah. Bila karena belum atau salah paham, HT akan datang memahamkannya. Bila itu fitnah, HT akan menjernikah fitnah itu. Dan dalam menghadapi semua tantangan itu, HT yakin sekali akan pertolongan Allah SWT yang pasti akan diberikan kepada para pejuang agamaNya. (Lajnah Tsaqofiyah Hizbut Tahrir Indonesia)

44 comments

  1. abu muhammad

    Allahu Akbar!

  2. Terus Berjuang Mempersatukan umat dalam Naungan KHILAFAH ISLAMIYAH ,ALLAHUAKBAR!!!!

  3. الحق. وكان إنشاء الخلافة في العودة إلى اليقين. هذا هو وعد الله. كان الالتزام التزاما للقتال من أجل الحجج الواضحة. بلا منازع. الله أكبر.

  4. Benar sekali. Tegaknya kembali Khilafah itu adalah suatu kepastian. Itu janji Allah. Kewajiban memperjuangkannya pun suatu kewajiban yang jelas dalilnya. Tidak perlu diperdebatkan lagi. Allahu akbar.

  5. sangat jelas, tidak ada keraguan di dalmnya

  6. Subhanallah. Semoga tulisan ini bisa mencerahkan orang yang senantiasa menjegal dan menghalangi dakwah Hizbut Tahrir. Amin

  7. Muhammad Imamul Mujtahidin

    Jika kita merujuk pd referensi primer, maka sangat mudah sekali dapat ditemukan bahwa Khilafah adalah wajib, misal Syaikh Muhammad Rasyid Ridha menyatakan:

    أجمع سلف الأمة، وأهل السنة، وجمهور الطوائف الأخرى على أن نصب الإمام – أي توليته على الأمة – واجب على المسلمين شرعا لا عقلا فقط كما قال بعض المعتزلة

    “Salaful Ummah, yaitu Ahlus Sunnah dan mayoritas kelompok lainnya bersepakat bahwa mengangkat seorang Imam –yang akan mengurus urusan umat– wajib atas kaum muslimin menurut syara’, bukan hanya menurut akal seperti yang dikatakan sebagian kalangan mu’tazilah.” (Al-Khilafah Au al-Imamah al-Uzhma, hl. 18 )

    Berikut ini beberapa referensi yg didalamnya dibahas tentang Khilafah/Khalifah/Imamah:

    1. Imam Al Mawardi, Al Ahkamush Shulthaniyah, hal. 5;
    2. Abu Ya’la Al Farraa’, Al Ahkamush Shulthaniyah, hal.19;
    3. Ibnu Taimiyah, As Siyasah Asy Syar’iyah, hal.161;
    4. Ibnu Taimiyah, Majmu’ul Fatawa, jilid 28 hal. 62;
    5. Imam Al Ghazali, Al Iqtishaad fil I’tiqad,hal. 97;
    6. Ibnu Khaldun, Al Muqaddimah, hal.167;
    7. Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, juz 1 hal.264;
    8. Ibnu Hajar Al Haitsami, Ash Shawa’iqul Muhriqah, hal.17;
    9. Ibnu Hajar Al Asqallany, Fathul Bari, juz 13 hal. 176;
    10. Imam An Nawawi, Syarah Muslim, juz 12 hal. 205;
    11. Dr. Dhiya’uddin Ar Rais, Al Islam Wal Khilafah, hal.99;
    12. Abdurrahman Abdul Khaliq, Asy Syura, hal.26;
    13. Abdul Qadir Audah, Al Islam Wa Audla’una As Siyasiyah, hal. 124;
    14. Dr. Mahmud Al Khalidi, Qawaid Nizham Al Hukum fil Islam, hal. 248;
    15. Sulaiman Ad Dumaiji, Al Imamah Al ‘Uzhma, hal.75
    16. Muhammad Abduh, Al Islam Wan Nashraniyah, hal. 61;
    17. Rasyid Ridha, Al-Khilafah Au al-Imamah al-Uzhma, hal. 18;
    18. Abdurrahman Al JaziriAl Fiqh ‘Ala Al Madzahib Al Arba’ah, hal. 416;
    19. mam Asy Syaukani dalam Nailul Authar jilid 8 hal. 265;
    20. Ibnu Hazm dalam Al Fashl fil Milal Wal Ahwa’ Wan Nihal juz 4 hal. 72;
    21. at-Taftazani, Syarh al-‘Aqa-id an-Nasafiyah, hal. 142;
    22. al-Asy’ari, Maqalat al-Islamiyyin wa Ikhtilaf al-Mushallin, Juz 2 hal. 133;
    23. ad-Dahlawi, Hujjatullah al-Balighah, Juz 2 hal. 110;
    24. al-Baghdadi, Ushuluddin, hal. 271;
    25. Dr. Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, juz.8, hal. 270-337;
    26. al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah Juz 6 hal. 217;
    27. an-Nawawi asy-Syafi’i, Raudhah ath-Thalibin wa ‘Umdah al-Muftin Juz 10 hal. 42;
    28. al-Kassani al-Hanafi, Bada-i’ ash-Shana-i’ fi Tartib asy-Syara-i’ Juz 7 hal. 2
    29. ar-Rahibani al-Hanbali, Mathalib Uli an-Nuha fi Syarh Ghayah al-Muntaha Juz 6 hal. 263;
    30. Syihabuddin al-Qarafi al-Maliki, adz-Dzakhirah Juz 13 hal. 234;
    31. Taqiyuddin an-Nabhani, asy-Syakhshiyyah al-Islamiyyah Juz 2 hal. 13
    32. Syeikhul Islam Imam al-Hafidz an-Nawawi, Al-majmu’ Syarh Al-muhadz-dzab Juz V Hal 128;
    33. Al-hafidz Abu Yahya Zakaria Al-anshri, Fathul Wahab bi Syarhi Minhajith Thullab, juz 2 hal 268:
    34. Imam Fakhruddin Ar-razi, Mafatihul Ghaib fii At-tafsir, juz 6 hal. 57 dan 233;
    35. Sulaiman bin Umar bin Muhammad Al-bajairimi, Hasyiyah Al-bajayrimi ala Al-khatib, juz 12 hal 393;
    36. Imam Al-hafidz Abu Muhammad, Ali bin Hazm Al-andalusi Adz-dzahiri, Maratibul Ijma’ , juz 1 hal 124;
    37. Imam Ibn Katsir, Tafsirul Qur’anil Adzim, juz 1 hal 221;
    38. Al-Imam Al-qurthubi, Al-jami’ li Ahkamil Qur’an, juz 1 hal 264-265;
    39. Imam Umar bin Ali bin Adil Al-hambali Ad-dimasyqi, Tafsirul Lubab fii ‘Ulumil Kitab, juz 1 hal 204;
    40. Imam Abul Hasan Ali bin Sulaiman Al-mardawi Al-hambali, Al-inshaf fii Ma’rifatir Rajih minal Khilaf ala Madzhabil Imam Ahmad bin Hambal, juz 16 hal. 60 dan 459;
    41. Imam Mansur bin Yunus bin Idris Al-bahuti Al-hanafi, Kasyful Qina’ an Matnil Iqna’, juz 21 hal. 61
    42. Hasyiyyatul Jumal, juz 21 hal 42
    43. Al-allamah Asy-syeikh Musthafa bin Sa’ad bin Abduh As-suyuthi Ad-dimasyqi Al-hambali, Mathalibu Ulin Nuha fii Syarhi Ghayatil Muntaha, juz 18 hal. 381
    44. Sayyid Husain Afandi, Al-husun Al-hamidiyyah, li Al-muhafadzah ala Al-aqa’id Al-islamiyyah, hal 189.
    45.H. Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam hal. 495 (Sinar Baru Algesindo, cetakan ke-40);
    46. Syeikh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari, Fath al-Mu’in, Juz IV hal 206.

    Maka dapat kita simpulkan Menegakkan Khilafah dan mengangkat Khalifah adalah WAJIB.

    Karena itu hanya orang tak waras saja yg mengingkari kewajiban menegakkan Khilafah – mengangkat Khalifah, disaat kewajiban tersebut Ma’lum mina ad-din bi ad-dharurah (kewajiban agama yg pasti adanya).

  8. URAIAN BAGUS INI AKAN SAYA COPY UNTUK KONTAKAN SAYA UST.
    TULISAN TULISAN YANG LAIN YANG BERKENAKAN DENGAN TUDUHAN MIRING HT AKAN SAYA TUNGGU SUKRON

  9. “Semakin jelas & terang apa yang sedang diperjuangkan oleh HT.”
    Mari menjadi bagian dari Perjuangan mulia ini…. Allahu Akbar..!!

  10. Bagus bagnet ini. saran aja mungkin dibikin FAQ semacamnya jadi enak bila selagi perlu referensi tsb.

  11. Mahmudah Intan Rahayu

    sangat jelas dan tidak ada keraguan,
    tulisan ini bagus untuk referensi.
    Terimakasih Ustad.

  12. Allah pasti menolong hamba-Nya yang ingin menghidupkan syariat-Nya. Janji Allah itu pasti..
    Tetap terus berjuang
    Allahu Akbar.!!!

  13. Wahai saudaraku Muslim/muslimah…naiklah ke kapal ini bersama kami Hizbut Tahrir , Insya Allah msih tersedia tempat yang lapang, bersama kita terjang badai, robohkan karang, jadilah insan Mulia dihadapan Allah. Allahu Akbar!!!

  14. wahai ummat, bergabunglah dan dukunglah perjuangan hizbut tahrir!

  15. mumtaz….Allahu Akbar….begitu jelas jawabannya tentang khilafah…sekarang susun barisan,sonsong tegaknya khilafah.

  16. Mari terus berjuang!!! Allahu Akbar

  17. Allahu Akbar, terus istiqomah berjuang menegakan agama Allah, kami beserta para pejuang.

  18. bismillahirohmanirohim. ya Allah masukkanlah aku kedalam golongan orang orang yang beriman dan selalu berjuang menegakkan agamaMu. Amin…..Allahuakbar……..

  19. tetap semangat saudaraku….hancurkan rezim yang bobrok ini,,,,allahu akbar…

  20. laksana pelita ditengah gelapnya jaman, syukron HT semoga Allah memudahkan perjuanganmu demi tegaknya Khilafah

  21. Tiada Kemuliaan tanpa Islam, Tiada Islam tanpa Syariah, Tiada Syariah tanpa Khilalah, melainkan Khilafah Rasyidah, Allahu Akabar, terus…dan terus lah berjuang Khilafah pasti tegak itu janji Allah.

  22. Allahu Akbar !
    Allah pasti memberikan pertolongan bg org2 yg beriman pd janji Allah&bisyarah Rasul

  23. Allahu Akbar !!
    insyaAllah Khilafah pasti tegak kembali di muka bumi ini…. aamiin….
    untuk HT teruskan perjuanganmu!! semoga Allah senantiasa membalas kebaikan kalian semua… aamiin…

  24. subhanalloh jelas sekali, mari kita ganti peradaban kapitalisme ,sekulerisme dan demokrasi yang jelas – jelas kufur ini dengan terapkan syari’ah di bingkai khilafah. saatnya khilafah memimpin dunia. ALLOHUAKBAR

  25. Subahanallah, KHILAFAH tinggal menunggu waktu!

  26. perbedaan HT dengan mu’tazilah sgt banyak selain empat yg tlh disebut,
    dalam masalah keimaman misalnya, HT menyatakan hanya ada iman dan kafir, tidak ada kualitas penengah antara iman dan kafir. Sedangkan salah satu dari lima prinsip (asas khomsah) mu’tazilah adalah ‘meyakini adanya manzilah baina manzilatain, posisi tengah antara sikap beriman dan kafir.
    dalam pemikiran ushul fiqh juga banyak beda, antara lain:
    mu’tazilah menganggap penentuan status perbuatan terpuji dan tercela itu bersifat ‘aqli (tahsin wa taqbih ‘aqliyani), sedang Ht menganggap itu permasalahan yg diserahkan kpd syara’;
    Mu’tazilah menganggap mubah itu wilayah yang kosong, tidak disentuh oleh syara’, sedangkan Ht menganggap mubah adalah salah satu hukum taklifi yang penentuannya membutuhkan dalil sam’i
    Mu’tazilah menganggap hukum berlaku sebelum datang syariat, tapi Ht menegaskan laa hukma qobla wurudisy syar’i (tdk ada hukum sebelum datang syariat)
    Dan dalam soal imamah/khilafah, misalnya, mu’tazilah menganggap dasar sandaran kewajiban imamah/khilafah adalah akal, sedangkan HT menyatakan landasan kewajiban imamah/khilafah adalah dalil-dalil syara’

  27. Terkait dengan orang yang mengatakan “tidak ada perintah tegas untuk mendirikan khilafah di dalam Al-Qur’an dan As Sunnah”. maka jawabnya: khilafah itu hanya istilah yang mewakili suatu konsep yang bisa diungkap dengan istilah lain yang secara konvensional lazim, seperti imamah, imarotul mu’minin atau daulah islamiyah.
    Maka yang dilihat jangan hanya istilah khilafah apakah ada nashnya atau tidak, tapi penting untuk melihat konsep yang terkandung dalam istilah khilafah, apakah konsep yang dikandungnya itu diperintahkan di dalam nash-nash syara’ atau tidak.

    Jika kkhilafah itu mewakili konsep “kepemimpinan umum atas seluruh umat islam di dunia, untuk menerapkan hukum syariat islam dan mengemban dakwah islam ke seluruh penjuru alam”, maka:
    Konsep wajibnya kepemimpinan umum alias kepemimpinan tunggal atas seluruh umat Islam jelas memiliki dalil-dalil dari sunnah nabawiyah dan ijma’ shohabat.
    Konsep pemerintahan yang berkewajiban menegakkan hukum Allah juga memiliki tuntutan tegas di dalam Al Qur’an
    Konsep negara yang didesain untuk menjadi mesin dakwah, menyebarkan risalah islam keseluruh penjuru bumi juga jelas tuntutannya di dalam Al-Qur’an (lihat at taubah 29) sunnah qauliyah dan fi’liyyah, serta ijma’ shohabat.
    Jadi, dalil apa lagi yang mereka minta?

  28. tidak mudah,,,tp satu keyakinan,, janji ALLAH swt..adalah suatu kepastian…ALLAHU AKBAR..

  29. jazakllah ata penjelasan yang sangat jelas ini. insyaAllah akan lebih menguatkan kita dalam perjuangan ini. namun, afwan, sempat terbesit sebuah pertanyaan juga didalam fikiran ana. seandainya kita diberi kesempatan untuk menjadi pemimpim di Indonesia. langkah seperti apa yang harus kita lakukan? melihat kondisi warga Indonesia yang memiliki kodisi seperti saat ini.

  30. Detak kemenangan sudah terasa semakin jelas, Allahu Akbar !! insyaAllah sebentar lagi Khilafah pasti tegak kembali di muka bumi ini…. aamiin….

  31. janji Allah pasti datang…tinggal kita istiqomah dalam memperjuangkannnya.. Allohu Akbar !

  32. khilafah adalah janji allah,janji siapa lagi yang mau kita percaya,,,,,? mati jahiliah atau tegaknya khilafah

  33. Sambutlah Khilafah…!
    Sambutlah Khilafah…!
    Sambutlah Khilafah…!

  34. Alhamdulillah, terimakasih ustadz, artikel ini akan ana copy untuk bahan dakwah terhadap kontakan saya.

  35. dengan tegakx khilafa smua umat islam yg faham ttg islam pasti akan mendukung sepenuhnya perjuangan HTI

  36. Yayan suhendriana

    melanjutkan dan melaksanakan kehidupan islami di seluruh negeri adalah cita-cita mulia/tinggi dimana Al-quran menjadi dustur/Undang-undang dasar negara

  37. Yayan suhendriana/rancaekek

    Mulai menata diri ,keluarga,tetangga bahkan dunia kembali ke Al-Islam secara kaaffah tegakan khilafah

  38. Sip!!!
    Siap di-copas, dipelajari, dan disampaikan ke umat
    Allahu akbar!

  39. masih adakah yang meragukan janji ALLOH?…
    khilafah pasti tegak…
    khilafah pasti tegak…
    dan kita akan menyaksikannya…
    dajal akan kita perangi bersama kholifah…
    dan nabi Isa pun menjadi pendukunya…
    monggo..bergabung dan perkuat barisan…
    ALLOHU AKBAR….

  40. Subhanallah….Ajiib, semakin jelas .
    bgi mereka yang memberikan tudingan miring thdp HTI, Istighfarlah mudah2an antum ditunjukkan jalan yang lurus oleh Alloh SWT untuk berjuang bersama2 menegakkan hukum2 Alloh di muka bumi ini amiin…

  41. Yusuf Leo Andreas

    Allahu akbar..kita wajib memperjuangkan tegaknya syariah dan khilafah,karena merupakan kewajiban yang datangnya dari Allah SWT. semoga syariah dan khilafah segera tegak, amin.

  42. Allahu akbar….mumtaaz kalau masih ada yang tidak yakin keterlaluan. mari segera songsong tegaknya khilafah Allahu akbar…….

  43. Smga Allah membrikan hidayah kp mrk yg blm ikut brj dlm penegakan hukum Allah.

  44. Semoga khilafah rasyidah yang dijanjikan lekas terwujud kembali.. Aamiin..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*