Oleh Wakil Abu Mujahid
Selama beberapa hari, kita telah menyaksikan tindakan tidak beralasan atas provokasi dan serangan menjijikkan yang terus menerus terhadap seorang yang dikasihi oleh umat Islam – Rasulullah Muhammad SAW. Reaksi dari kaum Muslim, seperti yang diharapkan, adalah ucapan penuh kemuakan, kemarahan dan frustrasi. Dari Indonesia hingga Bangladesh, Afrika Utara dan Timur Tengah hingga Eropa, kaum Muslim telah memprotes penggambaran terbaru dan tidak menyenangkan terhadap Nabi Muhammad SAW. Film, ‘Innocence of Muslims’, pada dasarnya menggambarkan Islam sebagai sebuah agama penuh kekerasan dan kebencian dan Nabi Muhammad SAW sebagai seorang yang jahat yang memiliki hasrat seksual, haus darah dan haus kekuasaan. Film itu juga melecehkan Khadijah (ra) dan menggambarkan para Sahabat Nabi Muhammad SAW yang tercinta sebagai para pembunuh, haus kekayaan dan suka membunuh kaum perempuan dan anak-anak. Penggambaran menjijikkan terhadap Nabi Muhammad SAW seperti itu dan para Sahabatnya telah membuat marah bahkan banyak kaum non-Muslim, yang mengutuk film ini.
Ironisnya, ada kelompok minoritas Muslim yang dikarenakan kepentingan pribadinya dan tergila-gila dengan majikannya telah memilih untuk menghukum para pengunjuk rasa yang memprotes film ini. Salah satu dari komentar itu mengatakan, “Bagaimana kita bisa mengharapkan kaum non – Muslim percaya bahwa Islam adalah agama perdamaian, ketika massa kaum Muslim di seluruh dunia berdusta di hadapan kita semua, termasuk Muhammad?” Kebencian terhadap kaum Muslim seperti itu tidak bisa mengatasi masalah-masalah yang nyata di hadapan kita yang menyalahkan korban daripada pelaku.
Artikel ini membahas motif-motif yang nyata di balik serangan terhadap Islam dan sensitivitasnya. Artikel ini juga mengkaji konteks sejarah agresi budaya Barat terhadap Islam dan bagaimana budaya itu berkembang di abad ke-21. Akhirnya, disimpulkan dengan menjelaskan tindakan praktis apa yang harus dilakukan oleh kaum Muslim dalam menghadapi provokasi tersebut, sesuatu yang telah menjadi hal yang terlalu umum hari ini.
‘Perang melawan teror’ (alias Perang Terhadap Islam)
Film ini tidak dapat dilihat dalam isolasi perang Barat terhadap Islam, yang telah terjadi dalam dekade terakhir dalam bentuk yang berbeda di seluruh dunia, yakni dalam sebagai invasi militer, misalnya yang terjadi di Irak dan Afghanistan; sebagai perpanjangan perang (proxy war), misalnya yang terjadi di Somalia dan Sudan; dalam bentuk agresi diplomatik dan ekonomi, misalnya yang terjadi di Iran dan dalam bentuk agresi intelektual dan budaya, misalnya yang terjadi di Barat terhadap penduduk mereka sendiri.
Meskipun sejarah serangan oleh Barat tidak dimulai oleh 11/9 , agresi intelektual dan budaya telah meningkat dalam beberapa dekade terakhir dan kefanatikan barat terhadap Islam telah menjadi semakin jelas, seolah-olah saat ini ada persaingan antara para ‘penyerang Islam’ mengena siapakah dari mereka yang bisa memenangkan piala yang paling berani dan paling yang ramai dalam menemukan cara baru untuk mengungkapkan kebencian anti-Islam mereka.
Cukup disebutkan disini beberapa tindakan mereka, karikatur kartun Nabi Muhammad SAW yang diterbitkan di Denmark pada tahun 2006, kemudian diikuti pada tahun 2010 oleh seorang pengkhotbah Florida, Terry Jones, yang menyerukan pembakaran Al-Quran pada ulang tahun kesembilan 11/9, dan pada bulan Februari tahun 2012, para prajurit di penjara Bagram di Afghanistan membakar salinan 315 kitab suci Al-Quran dan materi keagamaan lainnya. Semua hal ini juga telah membuat marah kaum Muslim di seluruh dunia.
Barat Mensponsori Demonisasi Islam
Sejak dirilisnya ‘Innocence of Muslims’, para politisi Amerika Serikat telah membuat isyarat, dari tindakan yang seharusnya mengutuk para pembuat film itu. Menlu AS Hillary Clinton mengutuk film yang menimbulkan protes itu sebagai “menjijikkan” dan “tercela”. Seolah-olah AS adalah negara yang memberikan kemurahan hatinya terhadap umat Islam, Gedung Putih hanya “bertanya” kepada YouTube untuk “mempertimbangkan” apakah film itu melanggar peraturan yang mereka buat sendiri namun Google, yang memiliki YouTube, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa video itu “jelas masih dalam peraturan kami dan dengan demikian akan tetap ada di YouTube”. Namun, kaum Muslim melihat pernyataan-pernyataan kosong itu sebagai tidak bermakna, terutama ketika dilihat dalam konteks sejarah Barat yang agresif vis-à-vis melawan Islam.
Apakah film itu langsung atau tidak langsung disponsori oleh negara-negara Barat, bencana provokatif seperti itu oleh kelompok-kelompok Barat atau individu adalah tidak mungkin berdiri sendiri. Jelas, para pelakunya menerima dukungan diam-diam dan dorongan ideologis untuk melakukan tindakan provokatif ini. Karena setiap hari dicekoki oleh kebencian dan propaganda untuk memfitnah Islam dan kaum Muslim, tidak ada keraguan dalam pikiran kaum Muslim bahwa para pelaku film ini disponsori oleh Barat secara langsung ataupun tidak langsung. Allah SWT berfirman,
Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi.[Surah Al-Imran, 3:118]
Sejarah Kefanatikan dan Pencemaran Oleh Barat
Dengan sepintas sejarah Barat menunjukkan bahwa kebencian terhadap Islam telah disebarkan selama berabad-abad. Walaupun secara historis, para penjajah Anglo-Perancis telah mempelopori serangan Barat serangan terhadap Islam, agenda ini diadopsi oleh AS sejak Perang Dunia Kedua dan pada hari ini AS bertindak terhadap Islam seperti yang dilakukan oleh para pendahulu kolonial mereka.
Banyak wacana pada hari ini dari Barat vis-à-vis Islam telah terbentuk oleh tradisi kaum orientalis. Profesor Edward Said (almarhum) mengeksplorasi kedalaman kebencian Barat terhadap Timur, dan Islam pada khususnya, dalam beberapa bukunya yang terkenal. Tradisi kaum Orientalis itu melihat dan menggambarkan Islam sebagai sebuah peradaban primitif dan barbar, yang perlu ditaklukan dan dikontrol. “Orientalisme itu sendiri merupakan produk dari kekuatan dan kegiatan politik tertentu. Orientalisme adalah sebuah mazhab penafsiran dimana materi pembahasannya adalah Orient [yakni Timur] dari sisi peradaban, masyarakat, maupun wilayahnya “. [Edward Said, Orientalism, 2003, Penguin Books, hal 203]
Fitnah Barat sebagian dimotivasi oleh tantangan-tantangan berat dari Islam terhadap hegemoni kapitalis Barat dan sebagian dikarenakan oleh akar Islam non-Kristen. Oleh karena itu, Barat merupakan pemicu yang senang menggambarkan Islam sebagai penjahat. Dalam konteks wacana intelektual kaum Orientalis, “Karena itu adalah benar bahwa setiap orang Eropa, dalam apa yang dia katakan tentang Timur, konsekuensinya merupakan seorang rasis, imperialis dan etnosentris yang total… Sebagai suatu perlengkapan budaya Orientalisme, semuanya merupakan agresi, kegiatan, penghakiman, keinginan akan kebenaran dan pengetahuan “. [Said, Orientalism, hal 204]
Sejauh yang menjadi keprihatinan Barat, Timur, dan dunia Muslim pada khususnya, adalah tempat kebiadaban dan keterbelakangan. Kaum Kulit Putih (Whiteman) memiliki rasa tanggung jawab dan misi untuk membudayakan orang-orang semacam itu dan dalam hal Daulah Ottoman, kaum Kulit Putih memiliki program ‘memperadabkan’. “Karena Oriental merupakan anggota dari ras subjek, maka penduduk Timur harus ditaklukkan: itulah jalan pikiran yang sederhana”. [Said, Orientalism, hal 207]
Dalam banyak wacana akademis dan intelektual Barat, ada konsensus bahwa beberapa jenis pandangan, pernyataan dan komentar yag bias mengenai Timur adalah benar dan dapat diterima. Seperti yang dikatakan oleh Edward Said, “Sebagian besar masa Abad Pertengahan dan awal Zaman Renaissance di Eropa, Islam diyakini sebagai sebuah agama setan kaum yang murtad , penuh penghujatan dan ketidakjelasan … Muhammad adalah seorang nabi palsu, penabur perselisihan, seorang yg mementingkan kesenangan fisik, seorang munafik, seorang agen setan “. [Edward Said, Covering Islam, 1997, Vintage, hal 5]
Tantangan Islam atas Barat berarti bahwa Barat, alih-alih memahami Islam dan pesan-pesannya, malah mempersetankan Islam. Sejauh yang menjadi perhatian Barat, “peradaban-peradaban lain di Timur – baik India dan Cina di antaranya – bisa dianggap sudah dikalahkan dan jauh dan karenanya tidak membuat kekhawatiran yang terus-menerus. Hanya Islam lah yang tampaknya tidak pernah benar-benar tunduk kepada Barat.” [Said, Covering Islam, hal -5]
Persepsi tersebut, ditambah dengan pencarian tanpa henti Barat atas ancaman-ancaman eksternal, menjadikan Islam sebagai musuh yang sempurna. Barat menghadapi krisis sosial-politik dan ekonomi pada masa yang baru berlalu, seperti yang terjadi dengan krisis keuangan pada saat ini. Profesor Noam Chomsky menegaskan bahwa dalam menghadapi bencana dalam negeri semacam itu, “Kamu harus mengalihkan gembalaan yang bingung, karena jika mereka mulai memperhatikan hal ini, mereka tidak mungkin menyukainya itu, karena merekalah orang-orang yang menderita karena hal itu. Hanya membiarkan mereka menonton Superbowl dan komedi situasi mungkin tidaklah cukup … Selama sepuluh tahun terakhir, setiap satu atau dua tahun, beberapa monster utama terbangun dari tidurnya sehingga kita harus mempertahankan diri melawannya.Biasanya selalu ada satu monster yang tersedia “. [Noam Chomsky, Media Control, 2002, Seven Stories Press, hal 43]
Oleh karena itu, para pengamat fitnah dari Barat pada saat ini harus memperhitungkan konteks historis di atas untuk mengetahui mengapa Barat menggambarkan Islam sebagai setan. Barat tidak bisa berurusan dengan Islam secara intelektual dan karenanya mempergunakan fitnah dan pencemaran nama baik. Demonisasi Islam saat ini membantu Barat untuk mengabadikan permusuhan lamanya atas Islam sementara mengalihkan perhatian penduduknya dari kesengsaraan dalam negeri dan kerusakan sistemik.
Kebebasan berbicara – Suatu kisah bermuka dua
Mantra yang sering diulang mengenai kebebasan berbicara telah diupayakan untuk menjelaskan mengapa Barat bebas mencaci maki dan menghina apa yang dijunjung tinggi oleh orang lain. Sebagaimana kaum Liberal telah terbiasa mengejek simbol-simbol dan karakter Kristen, dimana orang-orang Kristen saat ini bertahan dengan diam-diam, kaum sekularis fanatik mengharapkan respon yang sama dari umat Islam ketika mereka mencaci maki Islam. Namun, Barat tidak menerapkan standar yang sama atas kebebasan berbicara ketika berkaitan dengan sensitivitas mereka sendiri. Mari kita periksa dua contoh kontemporer, yang terjadi minggu ini.
Gambar Kate Middleton, Duchess of Cambridge, yang topless telah dicetak di sejumlah majalah dan surat kabar Eropa. Keluarga Kerajaan Inggris mengambil sikap yang keras, mengutuk para penerbit tersebut dan mengancam mereka dengan tindakan hukum. Pada kesempatan ini, kebebasan berekspresi lenyap! Tidak diragukan lagi, sebentar lagi para penerbit akan dikejar hingga ke pengadilan.
Demikian pula, dilaporkan oleh BBC bahwa seorang remaja Muslim dari West Yorkshire, Azhar Ahmed, dihukum pada minggu ini karena membuat “pernyataan ofensif” mengenai tentara Inggris di Afghanistan. Hakim mengatakan komentarnya adalah “menghina” dan “membuat marah”. Sekali lagi, kebebasan berbicara tidak bisa melindungi Ahmed dan para jaksa penuntut tidak memberikan Ahmed hak yang sama bagi kebebasan berbicara.
Kedua contoh ini menunjukkan bahwa kebebasan berekspresi merupakan instrumen dimana Barat dengan nyaman bisa menyebarkannya dan jika perlu untuk mencapai tujuan-tujuan politiknya. Jelas bahwa setiap bangsa memiliki kepekaan dan garis batas, di mana batas-batas yang dikenakan itu adalah untuk melindungi garis batas tersebut. Malah, Barat lah yang mengajari umat Islam untuk tidak mempraktekkan hal itu di negeri mereka!
Adanya Kolusi Antara Para Penguasa Muslim Dunia
Setiap kali ada agresi yang tidak beralasan terhadap Islam dan umat Islam, saat ini ada suatu praktek yang menunjukkan bahwa ada kontras dalam reaksi antara massa Muslim dan para penguasa mereka, apakah para penguasa itu demokrat atau diktator. Sementara kaum Muslim protes tanpa lelah, para penguasa mereka terus menganggur dan makan malam dengan para pemimpin Barat dalam suatu ‘bisnis sebagaimana biasanya’.
Dalam masa kemarahan ini, tidak seorang penguasapun yang secara tulus mengambil langkah untuk mengusir gelombang agresi melawan Muhammad SAW. Presiden Mesir, Muhammad Mursi, seorang yang disebut sebagai seorang ‘Revolusioner Islam’, hanya menghias bibir dengan mengutuk film ini. Perdana Menterinya, Hisham Qandil, mengatakan bahwa adalah “tidak dapat diterima untuk menghina Nabi kami”. Namun, jauh dari mengambil tindakan positif atau memutuskan hubungan diplomatik, Hisham Qandil mengatakan, hubungan antara AS dan Mesir adalah “hubungan yang kita butuhkan untuk menjadi lebih kuat yang didasarkan pada kepentingan bersama dan menghormati kedaulatan”. Komentar dari penguasa seperti itu menyoroti betapa tidak bernyalinya para penguasa yang sikapnya terhadap para tuan kolonial mereka kontras dengan massa yang menuntut tindakan positif. Tidak heran bahwa umat Islam di seluruh dunia merasa tidak seorang pun yang mewakili pendapat mereka.
Respon Kami
Jelaslah bahwa ada konteks sejarah ketika serangan saat ini terhadap Nabi Muhammad SAW berlangsung. Kemudian menjadi lebih jelas saat Barat menerapkan standar ganda saat berkaitan dengan sensitivitas mereka sendiri. Namun, kita perlu merespon serangan ini secara intelektual sambil mengingat hal-hal berikut:
1. Islam adalah kebenaran dan kekuatan intelektualnya telah bertahan selama berabad-abad dan akan terus seperti itu. Semua nilai-nilai buatan manusia adalah didasarkan pada kepalsuan, yang ditakdirkan untuk hilang. Allah SWT berfirman,
بَلْ نَقْذِفُ بِالْحَقِّ عَلَى الْبَاطِلِ فَيَدْمَغُهُ فَإِذَا هُوَ زَاهِقٌ وَلَكُمُ الْوَيْلُ مِمَّا تَصِفُونَ ﴿١٨﴾
Sebenarnya Kami melontarkan yang hak kepada yang batil lalu yang hak itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang batil itu lenyap. Dan kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu mensifati (Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya). [Surah Anbiya, 21:18]
2. Kita tidak boleh berkompromi dalam dien, sebagaimana Allah SWT peringatkan kepada kita.
وَدُّواْ لَوْ تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُواْ فَتَكُونُونَ سَوَاء فَلاَ تَتَّخِذُواْ مِنْهُمْ أَوْلِيَاء حَتَّىَ يُهَاجِرُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ فَإِن تَوَلَّوْاْ فَخُذُوهُمْ وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ وَجَدتَّمُوهُمْ وَلاَ تَتَّخِذُواْ مِنْهُمْ وَلِيّاً وَلاَ نَصِيراً ﴿٨٩﴾
Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong (mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun di antara mereka pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong, [Surah Nisa, 4:89]
3. Islam tidak mengizinkan penghancuran harta benda. Kita harus terus menegakkan kebenaran Islam dan mempromosikan nilai-nilai luhur dan pesan-pesan Islam. Namun, pendekatan kita haruslah jujur, tanpa kompromi dan cerdas, sebagaimana difirmankan Allah SWT kepada kita,
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ ﴿١٢٥﴾
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. [Surah An-Nahl, 16:125]
4. Agresi yang sia-sia oleh Barat didorong oleh kedengkian mereka terhadap Islam, Nabi SAW, anggota keluarganya dan para sahabat dan Quran tidak mentolerir hal itu. Sementara kaum Muslim menyambut debat yang tulus atas semua aspek Islam, serangan semacam ni tidak dapat ditolerir.
5. Barat terus mengobarkan perang di dunia Muslim atas nama kebebasan dan demokrasi. Kita harus benar-benar menolak nilai-nilai menjijikkan yang membolehkan serangan terhadap kepekaan masyarakat. Selain itu, kita harus menolak nilai-nilai yang memungkinkan adanya standar ganda.
6. Para penjahat sebenarnya adalah para penguasa dunia Muslim yang berkolusi dengan para penguasa kolonial Barat mereka. Para penguasa itu telah menjual Allah dan Rasul-Nya SAW beberapa dekade yang lalu dan tidak memiliki keinginan untuk menegakkan dien Islam. Selain itu, mereka tidak berbagi sentimen dengan massa Muslim dan hanya mewakili kaum elit yang sudah terbaratkan.
7. Selama sistem buatan manusia berlaku di dunia Muslim, baik itu dengan berkedok demokrat “Islam” atau diktator sekuler, Allah dan Rasul-Nya SAW tidak akan terlindungi dan hak-hak kaum Muslim dan Islam akan terus dilanggar.
8. Hanya kepemimpinan Islam yang tulus sajalah yang diwujudkan melalui Khilafah yang dapat melindungi Islam dan kaum Muslim melawan agresi militer dan budaya yang diulang-ulang oleh Barat. Karena itu, kita harus bekerja untuk membangun kembali Khilafah di dunia Muslim.(rz/www.khilafah.com)