Seputar Hukum Menghina Rasulullah SAW

Lagi, dan lagi Rasulullah  Saw dihina. Berulang kali Rasulullah Saw, sosok paling mulia, panutan seluruh umat Islam, dihina, dicaci dan bahkan dijadikan  bahan lecehan oleh orang-orang kafir la’antullah ‘alaihim.  Belum hilang di ingatan umat Islam, pada  September 2005, kartun yang menggambarkan Rasulullah Saw. sebagai sosok teroris dipublikasikan oleh  surat kabar Denmark Jyliands-Posten. Tahun berikutanya kartun Rasululullah berkalung sorban, dengan bom dikepalanya,  juga dimuat di beberapa Koran di Eropa, France Soir di Prancis, Die Welt di Jerman, La Stampa di Italia dan El Periodico di Spanyol. Aksi keras umat Islam sepertinya tidak mampu menghentikan sikap dan prilaku biadab tersebut.

Sebab, selain dalih kebebasan berekpresi, tindakan tersebut ternyata juga didukung oleh para penguasa mereka, atau paling tidak mendapatkan pembiaran, sehingga insiden anti Islam ini terus berulang kali terjadi. Sebelumnya, muncul Novel Satanic Verses, novel berisi fitnah yang konon menurut penulisnya, Salman Rusdhi, terinspirasi oleh kehidupan Nabi Muhammad SAW. Berikutnya muncul film Submission, karya seorang berkebangsaan Belanda, Theo Van Goagh, yang berisi kecaman terhadap para Muslimah.

Aksi  Burn A Quran Day, juga berulang kali terjadi, sejak 2010 oleh pendeta Florida Terry Jones dan jamaahnya. Aksi yang sama juga dilakukan oleh tentara-tentara AS di penjara Bragam-Afganistan, mereka membakar sekitar 315  al-Quran dan buku-buku agama Islam lainnya yang mereka ambil dari fasilitas perpustakaan Bragam. (Eramuslim.com, 13/09).

Kini olok-olok dan cacian terhadap Rasululluh SAW tersebut, bukan hanya tertuang di gambar kartun, namun dipertontonkan dalam film berudurasi 2 jam berjudul Innocence of  Muslims. Dalam Film yang biaya produksinya mencapai 5 juta dolar itu,  Nabi Muhammad digambarkan sebagai seorang penipu, lelaki hidung belang yang lemah dan gemar melakukan pelecehan seksual terhadap anak (pedofil). Pembuatnya, Sam Bacile, yang mengaku seorang warga Amerika keturunan Yahudi (yang belakangan terungkap bernama asli Nakoula Basseley Nakula keturunan Kristen Koptik) mengaku sengaja membuat film itu untuk mengekspos kelemahan Islam (baca: hasil rekaanya) keseluruh dunia.

Sekali lagi, protes keras umat Islam di berbagai belahan negeri kaum muslimin dan di Barat, tak mampu mengurungkan niat dan prilaku busuk mereka. Buktinya, di tengah maraknya aksi protes atas film Innocence of  Muslims, majalah mingguan di Prancis, Charlie Habdo, seperti di lansir AFP Rabu (19/09/2012), memperlihatkan kartun  seorang muslim berkursi roda tengah didorong oleh seorang Yahudi ortodoks di bawah judul bertuliskan Intouchables (Film Prancis peraih penghargaan yang bercerita tentang pria miskin berkulit hitam yang menolong seorang aristokrat tuna daksa. Kartun lain  dibagian belakang majalah tersebut memperlihatkan Nabi Muhammad SAW bersorban tanpa busana sedang menunjukan bagian belakangnya kepada seorang sutradara film, sebuah adegan yang terinspirasi oleh film Perancis Brigitte Bardot.

Seperti biasanya, menanggapi insiden itu Perdana Mentri Perancis Jean-Marc Ayrault mengatakan: “Kita ada di negara yang kebebasan berkekspresi dijamin, termasuk kebebasan karikatur, yang merasa tersinggung bisa membawa kasus ini ke pengadilan” (News.detik.com, 19/092012).

Bentuk-Bentuk Penghinaan Kepada Rasul

Imam Ibnu Taimiyah dalam bukunya Ash-Sharim Al-Maslul ‘ala Syatimi Ar-Rasul (pedang yang terhunus terhadap penghujat Rasul), telah menjelaskan batasan tentang tindakan orang-orang yang menghujat Nabi Muhammad SAW Beliu menyatakan: “Kata-kata yang bertujuan meremehkan, merendahkan martabatnya, sebagaimana dipahami kebanyakan orang, terlepas perbedaan akidah mereka,  termasuk melaknat dan menjelek-jelekkan” (Ibnu Taimiyyah, Ash-Sharim Al-Maslul ‘ala Syatimi Ar Rasul, 1/563). Makna ini sebagaimana ditunjuk dalam firman Allah SWT:

وَلا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْواً بِغَيْرِ عِلْمٍ

Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan” (QS. Al-An’am: 108)

Ibnu Taimiyah menukil pendapat Qodhi ‘Iyadl yang menjelaskan bentuk-bentuk hujatan Nabi SAW:  “Orang-orang yang menghujat Rasululah SAW adalah orang-orang yang mencela, mencari-cari kesalahan, menganggap pada diri Rasul SAW ada kekurangan atau mencela nasab (keturunan) dan pelaksanaan agamanya. Selain itu, juga menjelek-jelekkan salah satu sifatnya yang mulia, menentang atau mensejajarkan Rasululah SAW dengan orang lain dengan niat untuk mencela, menghina, mengecilkan, memburuk-burukkan dan mencari-cari kesalahannya. Maka orang tersebut adalah yang orang yang telah menghujat Rasul SAW”.

Hal yang sama dinyatakan oleh Kholil Ibnu Ishaq al-Jundiy, ulama besar madzhab Maliki: “Siapa saja yang mencela Nabi, melaknat, mengejek, menuduh, merendahkan, menyifati dengan selain sifat-sifatnya, menyebutkan kekurangan  pada diri dan karakternya, merasa iri karena ketinggian martabat,  ilmu dan kezuhudannya, menisbatkan hal-hal yang tidak pantas kepadanya, mencela, dll.. maka hukumannya adalah di bunuh”.(Kholil Ibnu Ishaq al-Jundiy, Mukhtashar Kholil, 1/251).

 

Konsekuensi dan Sanksi Menghina Nabi

Para fuqaha sepakat bahwa tindakan mencela Rasulullah SAW merupakan bentuk kekufuran, bagi pelakunya ditetapkan hukuman mati, baik ia meyakininya sebagai keharaman atau pun tidak, baik dia muslim atau pun kafir.  Imam Ibnu Taimiyah menukil beberapa pendapat para fuqaha dalam masalah ini. Di antaranya bahwa Imam Ahmad berkata: “Siapa saja yang mencela Rasulullah SAW, ia harus dibunuh, sebab, dengannya ia telah keluar dari Islam“.

Al-Qadi Abu Ya’la, dalam kitabnya Al-Mu’tamad juga menyatakan: “Siapa saja yang mencela Rasulullah maka ia kafir, baik ia memandangnya sebagai perkara yang dibolehkan ataukah tidak”.(Ibnu Taimiyyah, Ash-Sharim Al-Maslul ‘ala Syatimi Ar Rasul, 1/513). Konsensus ini juga bisa kita lihat dalam pernyataan  ulama madzhab Syafi’iy. Imam as-Subkiy mengatakan: “Adapun mencela Rasulullah Saw. maka telah terjadi Ijma’ bahwa ia adalah kufur, sebab mengolok-olok beliau adalah kekufuran”(Taqiyudin As-Subkiy, Fatawa as-Subkiy, 2/573). Hikayah Ijma’ juga dinyatakan Ibnu ‘abidin, Ulama madzhab Hanafiy dalam Raddul Mukhtar: “Siapa yang mencela Nabi,  maka ia dibunuh, diantara orang yang menyatakan demikian adalah, malik Ibnu Anas, al-Laits, Ahmad, Ibnu Ishaq, as-Syafiiy,….”( Ibnu ‘abidin, Raddul Mukhtar, 16/285).

Adapaun pandangan madzhab Maliki, selain dinyatakan oleh al-Khalil di atas, juga bisa dilihat dalam pernyatan Imam Malik sendiri, sebagaimana di riwayatkan Ibnu Wahhab: “Siapa saja yang menyatakan bahwa sarung Rasulullah SAW kotor, dengan bermaksud mencela Rasulullah SAW, maka ia harus dibunuh”, (Ibnu Rusyd, al-bayan wa at-tahshil, 16/398).

Sebagai penegasan telah adanya ijma’ dalam hal hukuman mati bagi penghina dan pencela baginda Rasulullah SAW, Imam al-Khattabiy sebagaimana dikutip Imam Ibnu Taimiyah, beliau menyatakan: “Saya tidak tahu ada seorang (ulama) kaum muslimin yang berbeda pendapat tentang wajibnya hukuman mati (bagi pencala Rasulullah SAW)”,(Ibnu Taimiyyah, Ash-Sharim Al-Maslul ‘ala Syatimi Ar Rasul, 1/9)

وَمِنْهُمُ الَّذِينَ يُؤْذُونَ النَّبِيَّ وَيَقُولُونَ هُوَ أُذُنٌ قُلْ أُذُنُ خَيْرٍ لَكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَيُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِينَ وَرَحْمَةٌ لِلَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ رَسُولَ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ * يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَكُمْ لِيُرْضُوكُمْ وَاللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَقُّ أَنْ يُرْضُوهُ إِنْ كَانُوا مُؤْمِنِينَ * أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّهُ مَنْ يُحَادِدِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَأَنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِداً فِيهَا ذَلِكَ الْخِزْيُ الْعَظِيمُ * يَحْذَرُ الْمُنَافِقُونَ أَنْ تُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ سُورَةٌ تُنَبِّئُهُمْ بِمَا فِي قُلُوبِهِمْ قُلِ اسْتَهْزِئُوا إِنَّ اللَّهَ مُخْرِجٌ مَا تَحْذَرُونَ * وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ لا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ (التوبة: 61-66)

Di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan: “Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya”. Katakanlah: “Ia mempercayai semua apa yang baik bagi kamu, ia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang mu’min, dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kamu”. Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih (61).Mereka bersumpah kepada kamu dengan (nama) Allah untuk mencari keridhaanmu, padahal Allah dan Rasul-Nya yang labih patut mereka cari keridhaannya jika mereka adalah orang-orang yang mu’min (62). Tidakkah mereka (orang-orang munafik itu) mengetahui bahwasannya barang siapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya neraka Jahannamlah baginya, dia kekal di dalamnya. Itulah adalah kehinaan yang besar (63). Orang-orang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi di dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka:”Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan Rasul-Nya)”. Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti. (64). Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”. (65). Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami mema’afkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa (66). (QS. 9:61-66).

            Ayat di atas dengan tegas menyatakan bahwa orang yang mengolok-olok Allah SWT, ayat-ayat-Nya, serta rasul-Nya merupakan kekufuran. Terlebih (min babil aula) bila secara sengaja mencela, menjelek-jelekan, menuduh, menistai dan hal lain yang semakna dengannya juga kufur.

Selain itu, terdapat beberapa hadis terkait masalah ini. Di antaranya riwayat Abu Daud dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib ra.

أن يهودية كانت تشتم النبي صلى الله عليه و سلم وتقع فيه فخنقها رجل حتى ماتت فأبطل رسول الله صلى الله عليه و سلم دمها (رواه أبو داود)

 .
“Bahwa ada seorang wanita Yahudi yang sering mencela dan menjelek-jelekkan Nabi SAW (oleh karena perbuatannya itu), maka perempuan itu telah dicekik sampai mati oleh seorang laki-laki. Ternyata Rasulullah saw. menghalalkan darahnya”. (HR Abu Dawud)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah memberi komentar bahwa sanad hadis ini baik (jayyid), dan ia termasuk sejumlah hadis yang dijadikan hujjah oleh Imam Ahmad (Ash-Sharim Al-Maslul ‘ala Syatimi Ar Rasul,3/59). Hadis ini juga memiliki syahid, yakni hadis riwayat Ibnu Abbas, yang menyatakan bahwa ada seorang laki-laki buta yang istrinya senantiasa mencela dan menjelek-jelekkan Nabi SAW. Lelaki itu berusaha melarang dan memperingatkan agar istrinya itu tidak melakukannya.

Sampai pada suatu malam (seperti biasanya) istrinya itu mulai lagi mencela dan menjelek-jelekkan Nabi SAW. (Merasa tidak tahan lagi), lelaki itu lalu mengambil kapak kemudian dia tebaskan ke perut istrinya dan ia hunjamkan dalam-dalam sampai istrinya itu mati. Keesokan harinya, turun pemberitahuan dari Allah SWT kepada Rasulullah SAW yang menjelaskan kejadian tersebut.

Lantas, hari itu juga Beliau SAW mengumpulkan kaum muslimin dan bersabda: “Dengan menyebut asma Allah, aku minta orang yang melakukannya, yang sesungguhnya tindakan itu adalah hakku; mohon ia berdiri!” Kemudian (kulihat) lelaki buta itu berdiri dan berjalan dengan meraba-raba sampai ia turun di hadapan Rasulullah SAW.

Kemudian ia duduk seraya berkata:  “Akulah suami yang melakukan hal tersebut ya Rasulullah SAW. Kulakukan hal tersebut karena ia senantiasa mencela dan menjelek-jelekkan dirimu. Aku telah berusaha melarang dan selalu mengingatkannya, tetapi ia tetap melakukannya. Dari wanita itu, aku mendapatkan dua orang anak (yang cantik) seperti mutiara. Istriku itu sayang padaku. Tetapi kemarin ketika ia (kembali) mencela dan menjelek-jelekkan dirimu, lantas aku mengambil kapak, kemudian kutebaskannya ke perut istriku dan kuhujamkan kuat-kuat ke perut istriku sampai ia mati.

Kemudian Rasulullah SAW bersabda:

“ألا اشهدوا أن دمها هدر” (رواه أبو داود)

Saksikanlah bahwa darahnya (wanita itu) halal.(HR. Abu Dawud)

Hadis riwayat Ibnu Abbas ini tidak ada keraguan tentang ke shahihannya. Ia boleh jadi menceritakan kisah yang sama sebagaimana riwayat Ali Ibnu abi Thalib di atas, atau kisah lain. Namun dhahir keduanya menunjukan makna yang sama, bahwa orang yang mencela Rasulullah Saw halal darahnya.

Taubat Para Pencela Nabi

            Para ulama sepakat bahwa jika pelaku bertaubat dengan sebenar-benarnya taubat (taubatan nasuha), maka taubatnya bermanfaat kelak di akhirat di hadapan Allah SWT. Namun mereka berbeda pendapat apakah taubatnya di dunia diterima ataukah tidak. Dengan kata lain, apakah mereka  dapat dimaafkan dan terbebas dari sanksi hukuman mati ataukah tidak. Jika pelakunya seorang muslim, maka jumhur fuqaha, al-Malikiyah, asy-Syafi’iyyah, al-Hanabilah, berpendapat bahwa  taubat (maaf) mereka tidak diterima,(Lihat: Mukhtashar Kholi, libni Ishaq al-Jundiy, , 1/251,  al-Majmu’ lil Imam an-Nawawiy, 9/427, as-Syarhul Kabir Libni Qudamah, 10/635).

Adapun Madzhab hanafi  tidak secara tegas menyatakan bahwa taubatnya tidak diterima. Hal ini dapat  kita lihat dalam pernyataan Ibnu ‘Abidin dalam Radul Mukhtar ketika beliau mengomentari hikayat Ijma’ yang dikemukakan Ibnu Mundzir:” Kesimpulannya, ia (Ibnu al-Mundzir) menyatakan bahwa telah terjadi  ijma’ dikalangan para fuqaha akan kekufuran pencela Rasulullah SAW. Ia kemudian meriwayatkan pendapat Malik, al-Laits, Ishaq, as-Syafiiy, bahwa pencela nabi itu tidak diterima taubatnya. Maka dari sini dapat disimpulkan bahwa Ijma’ yang dimaksud adalah kewajiban pemberlakuan hukuman mati sebelum taubat (permintaan maaf), bukan secara mutalak”“(Ibnu ‘abidin, Raddul Mukhtar, 16/285).

Adapun jika pelakunya kafir dzimiy, maka perjanjian dengan mereka otomatis batal, pelakunya diberlakukan hukuman mati, kecuali jika mereka masuk Islam menurut pandangan sebagian fuqaha. Namun dalam kontek ini keputusan ada di tangan imam (khalifah), apakah keislamannya diterima atau tetap diberlakukan hukuman mati, sebagai pelajaran bagi orang-orang kafir lainnya. Sementara kafir harbiy maka hukum asal muamalah dengan mereka adalah perang (qital). Siapapun yang melakukan pelecehan terhadap Rasulullah SAW akan diperangi.

Inilah secara ringkas hukum Islam terkait orang-orang yang menghina Rasulullah SAW. Dengan penerapan hukum inilah segela bentuk penistaan terhadap beliau bisa dihentikan. Namun, penerapan hukum membutuhkan seorang Imam yang memiliki ketegasan, keberanian, serta taat kepada Allah SWT dalam hal penerapan hukum-hukum Islam. Dialah seorang khalifah.   Khalifahlah yang akan secara nyata menghentikan semua penghinaan itu, serta melindungi kehormatan Islam dan umatnya, sebagaimana pernah ditunjukkan oleh Khalifah Abdul Hamid II terhadap Perancis dan Inggris yang hendak mementaskan drama karya Voltaire, yang menghina Nabi Muhammad SAW.

Ketegasan sang Khalifah, yang akan mengobarkan jihad melawan Inggris itulah yang akhirnya menghentikan rencana jahat itu sehingga kehormatan Nabi Muhammad tetap terjaga. Wallahu a’lam. (Abu Muhtadi Lajnah Tsaqofiyah )

3 comments

  1. penghinaan terhadap Rasulullah SAW terjadi karena kaum muslimin tidak memiliki satu institusi (negara) yang dengannya kaum muslimin kuat, berwibawa dan disegani. untuk itu perjuangan menegakkan Daulah Khilafah Islamiyah hendaknya menjadi fokus arah perjuangan kaum muslimin dimanapun berada.

  2. versi pdf artikel ini tidak dapat diakses.. mohon perbaikanx. sykrn.

  3. fakhruddin t.k.

    Laknat Alloh atas mereka yg menghina Alloh ,Ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*