Hak Pendidikan Perempuan Hanya akan Terjamin di Tangan Kepemimpinan Islam yang Lurus – Khilafah

Central Media Office

Issue No : 1433 AH /25
Sunday, 09 Dhul Qi’dah 1433 AH / 25-09-2012 CE


 

Pembatasan Hak Perempuan di Universitas-universitas Iran, Menunjukkan bahwa Hak Pendidikan Perempuan hanya akan terjamin di Tangan Kepemimpinan Islam yang Lurus – Khilafah

Pada 22 September 2012, Al Jazeera dan berbagai media lain melaporkan bahwa keputusan 36 universitas di Iran melarang perempuan untuk mempelajari 77 mata kuliah, dengan persetujuan dari pemerintahan Iran, akan mulai diberlakukan. Program sarjana yang termasuk dalam larangan ini adalah jurusan Teknik, Akuntansi, Kimia, Matematika, Ilmu Komputer, dan Manajemen Industri. Menteri Sains dan Pendidikan Tinggi, Kamran Daneshjou memberikan dukungan kepada pembatasan pendidikan tinggi perempuan ini dengan menyatakan bahwa “keseimbangan” dalam sistem pendidikan perlu diwujudkan, mengacu pada tingginya rasio perempuan dibanding laki-laki yang menempuh studi pendidikan tinggi di berbagai bidang studi di Iran. Alasan lain yang diungkap adalah karena kebijakan pengecualian gender yang baru, termasuk tingginya angka pengangguran sarjana perempuan di berbagai bidang dan kelangkaan pekerjaan…

Di seluruh dunia Muslim, apakah itu di Iran atau Arab Saudi dimana pemerintahannya menampilkan dirinya sebagai penjaga Islam, ataukah di Turki, Yordania, Pakistan, Indonesia atau negara manapun di kawasan ini, kaum perempuan berada di bawah kekuasaan para pemimpin yang tidak rasional yang dapat membuang hak-hak Islami mereka begitu saja, termasuk hak untuk mengakses penuh pendidikan tinggi tanpa diskriminasi. Semua negara-negara ini struktur kekuasaan dan pembuatan undang-undangnya didasarkan pada perintah parlemen, ulama ataupun diktator, dan bukan kepada Syariah. Konsekuensinya akses perempuan pada institusi sistem Islam yang membolehkan mereka mengkritik, meminta pertanggungjawaban dan bahkan membatalkan kebijakan tidak islami yang tidak adil -seperti pembatasan hak-hak pendidikan mereka –  menjadi absen di bawah rezim-rezim penindas ini. Mereka kemudian dipaksa untuk menelan mentah-mentah ketidakadilan dari negaranya, yang telah mencabut hak-hak Syar’i mereka.

Adalah sebuah lelucon jika pemerintah Iran yang telah menyelenggarakan ‘International Conference on Women and the Islamic Awakening’ di Tehran Juli ini, secara palsu menampikan dirinya sebagai pendukung kaum perempuan yang berjuang untuk menjatuhkan kediktatoran di negeri mereka agar hak-hak dasar mereka terjamin – namun pada saat yang sama merampas hak-hak Syar’i perempuan di halaman belakang rumahnya sendiri. Alangkah lemahnya alasan mereka yang mengklaim pembatasan pendidikan tinggi bagi perempuan diperlukan karena tingginya angka pengangguran perempuan terdidik, kelangkaan pekerjaan ataupun untuk ‘menyeimbangkan’ tingginya rasio perempuan terhadap laki-laki di perguruan tinggi.

. Tingginya angka pengangguran di negeri ini (20% dari penduduk usia di bawah 30 tahun adalah pengangguran), tidak tersambungnya antara angka lulusan perguruan tinggi – laki-laki maupun perempuan- dengan ketersediaan lapangan kerja yang berkualitas, serta keengganan kaum laki-laki memasuki pendidikan tinggi sehingga membuat ‘ketidakseimbangan’ jumlah mahasiswi dibandingkan mahasiswa semua ini merupakan akibat dari lemahnya sistem kebijakan ekonomi Iran, yang telah gagal melahirkan kesempatan kerja yang layak dan sesuai untuk lulusan universitas. Jadi yang perlu ditangani seharusnya adalah cacatnya fondasi ekonomi Iran, bukan malah membatasi perempuan dari mempelajari bidang-bidang studi tertentu yang hanya dapay menguntungkan negara.

 

Sebagaimana yang diharapkan, kalangan oportunis liberal yang memusuhi Islam lalu  menggunakan isu ini untuk menyalahkan faktor agama dalam kebijakan Iran ini, terlepas dari kenyataan bahwa Islam justru menegaskan pentingnya memberikan pendidikan bagi kaum perempuan. Islam telah mempelopori pendidikan tinggi bagi kaum perempuan secara global dan ketika diterapkan dengan benar oleh sistem Khilafah akan menciptakan peradaban Islam selama lebih dari 1300 tahun dimana pendidikan bagi perempuan berkembang pesat. Khilafah adalah negara yang secara historis melahirkan ribuan sarjana perempuan; sebuah negara dimana seorang Muslimah bernama Fathimah al Fithri mendirikan universitas pertama di dunia, yakni Universitas Qarawiyyin di Maroko, sebuah negara dimana universitas bergengsi Al-Azhar di Kairo telah memberikan akses pada perempuan sebagai mahasiswa dan juga sebagai dosen – hak-hak yang baru diperoleh oleh perempuan di Barat beberapa abad setelahnya; dan Khilafah adalah sebuah negara dimana proporsi dosen perempuan di banyak perguruan tinggi Islam klasik lebih besar dibandingkan universitas-universitas Barat modern.

Prinsip-prinsip Islam yang mendasari Khilafah – tidak seperti sistem pseudo-Islam hari ini- telah mewajibkan negara untuk memberikan nilai dan perhatian yang besar terhadap pendidikan yang layak; untuk  memanfaatkan potensi kaum perempuan dan menjamin aspirasi pendidikan mereka terpenuhi. Negara ini, yang merupakan representasi dari sistem Islam, tidak membolehkan pembedaan antara laki-laki dan perempuan sehubungan dengan akses hak-hak kewarganegaraan ataupun pendidikan tinggi, sejalan dengan ketentuan Syari’ah. Selain itu, karena kedaulatan dalam pembuatan Undang-undang di dalam Khilafah adalah milik Syariah, dan bukan milik individual penguasa, ulama, ataupun parlemen, maka hak-hak tersebut tidak dapat dibuang atau diubah sesuai dengan keinginan dari mereka yang berkuasa. Di samping semua itu, Khilafah menerapkan sistem ekonomi Islam yang mengandung fondasi dan pilar-pilar yang mampu mewujudkan kesejahteraan ekonomi dan kesempatan kerja berlimpah termasuk bagi lulusan perguruan tinggi. Hanya sebuah sistem yang benar-benar menjunjung dan menerapkan hukum Islam secara keseluruhanlah yang mampu mencapai semua ini.

Kami menyeru pada kaum Muslimah yang benar-benar merindukan status dan hak-haknya ditinggikan di dunia Muslim, agar berjuang untuk mengganti sistem buatan manusia di negerinya yang merupakan rezim penindas jahat. Kami memanggil dukungan dan upaya anda semua untuk penegakkan Khilafah yang akan tegak di abad 21 ini sebagaimana ia pernah tegak selama ratusan tahun dan menjadi model sejati dan pelopor dalam menjamin hak-hak perempuan.

 

((وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ))

“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.”

[QS. Al-Maidah : 45]

Dr. Nazreen Nawaz

Central Media Representative, Hizb-ut Tahrir

No : 1433 AH/25 Sunday, 09 Dhul Qi’dah 1433 AH/25-09-201

 

25-09-2012 CE

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*