“Hentikan Islamofobia”, dan “kebebasan untuk berbusana muslimah”. Dengan cara seperti inilah lebih dari dua ratus demonstran di Azerbaijan, dekat Kementerian Pendidikan di ibukota Azerbaijan (Baku). Mereka memprotes terhadap larangan berbusana muslimah (hijab) di sekolah-sekolah menengah. Namun polisi tidak membiarkan mereka mengekspresikan pendapat mereka secara bebas. Polisi menghujani mereka dengan tongkat dan batu. Sehingga bentrokan pun tidak dapat dihindari, ketika polisi berupaya untuk membubarkan aksi demonstrasi tersebut.
Di sisi lain, surat kabar Amerika “New York Times” mengutip polisi Azerbaijan yang mengatakan: “Bentrokan yang terjadi pada akhir pekan lalu, telah melukai sejumlah petugas polisi, dan 72 demonstran ditangkap”. Dikatakan bahwa “undang-undang menentukan jenis pakaian para siswi di sekolah-sekolah menengah, dan melarang busana muslimah (hijab).”
Para aktivis hak asasi manusia dan pengacara sangat menentang larangan tersebut. Mereka menegaskan bahwa pemerintah tidak memiliki hak untuk melarang pakaian agama di sekolah-sekolah, di mana konstitusi negara tidak memaksakan pembatasan untuk memakai busana muslimah (hijab) khususnya. Sehingga dengan tidak adanya aturan hukum resmi tentang masalah ini, maka para orang tua menegaskan bahwa pembatasan baru terkait busana musimah (hijab) tidak sah, dan tidak bisa dipaksakan.
Di lain pihak, Aliyev, ia seorang pengacara, yang mengatakan: “Larangan berbusana muslimah (hijab) adalah illegal, dan itu hanya intrik untuk menjaga perdebatan yang tengah hangat, serta menutupi isu-isu seperti korupsi dan tingkat hidup yang rendah.” Ia memperingatkan bahwa intrik ini dapat menjadi bumerang pada akhirnya.” Ia menambahkan: “Berbusana muslimah (hijab) merupakan salah satu indikasi kebebasan hati nurani. Sebagaiman saya yakin bahwa masalah hijab adalah masalah yang menjengkelkan, di mana tujuan utamanya adalah untuk mengalihkan perhatian orang dari masalah masalah sosial dan politik yang tengah melanda negeri ini.”
Protes terhadap larangan hijab ini bukanlah yang pertama kalinya. Oleh karena itu, tampak bahwa pemerintah sekuler, yang fokus untuk melindungi pondasi kekuatan dan pengaruhnya, serta untuk memaksimalkan keuntungan besar dari energi di Azerbaijan, tidak memiliki pengetahuan cukup terkait opini publik di negeri ini, di mana rakyat melihat agama sebagai sumber kehidupan sosial.
Dalam beberapa tahun terakhir, telah meningkatkan ketegangan antara kaum Muslim dan negara terkait keinginan pimpinan Azerbaijan untuk kembali pada budaya sekularisme, di mana terjadi peningkatan pembatasan terhadap Islam dan agama minoritas di Azerbaijan—menurut laporan tahunan tentang kebebasan beragama yang dikeluarkan oleh Departemen Luar Negeri AS—meskipun kaum Muslim merupakan penduduk mayoritas.
Selain itu, pemerintah Azerbaijan menempatkan masjid dan ulama di bawah kontrol ketat, dan wajib terdaftar sesuai prosedur, serta menempatkan mereka tetap di bawah mandat Dewan Penasehat Uni Soviet. Pemerintah juga telah menutup sejumlah masjid, belum lagi peningkatan pembatasan terhadap aktivitas dakwah dan penyebaran buku-buku agama, serta sejumlah keluhan kaum Muslim yang menjadi sasaran polisi, di mana mereka dipukuli dan dicukur jenggotnya secara paksa!
Banyak komentator yang menyakini bahwa mengangkat isu-isu seperti larangan hijab dan masalah agama adalah untuk menutupi korupsi yang mewabah di pemerintah Azerbaijan, meskipun Azerbaijan sebagai pemasok pertama energi ke Eropa, di samping kepentingan khusus, dimana Azerbaijan merupakan jalur penyeberangan pasukan AS ke Afghanistan.
Azerbaijan terletak antara Iran dan Rusia, dan penduduknya mayoritas Muslim, yaitu sekitar 99,2%, menurut laporan yang dikeluarkan oleh Pew Research Center pada tahun 2009. Dan seperti kebanyakan bekas republik Soviet, maka Azerbaijan diwarnai gerakan kebangkitan keagamaan sejak kemerdekaannya pada tahun 1991.
Namun, rezim sekuler yang berkuasa memperlakukan kaum Muslim Azerbaijan secara diskriminasi, karena ingin menghilangkan tantangan politik Islam atau radikalisme sebagai ancaman potensial terhadap stabilitas di negara pengekspor minyak dan gas. Oleh karena itu, baru-baru ini pemerintah memperkenalkan seragam sekolah yang melarang busana muslimah (hijab) (islamtoday.net, 8/10/2012).