Indonesia, Kisah Transformasi Tersukses Abad 21?


Oleh: Nida Sa`adah (MHTI)

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, proses transformasi yang sedang berlangsung  di Indonesia  menjadi kisah paling sukses pada  abad ke-21. “Ini adalah salah satu kisah transformasi paling sukses di abad ke-21,” kata Presiden saat menyampaikan Keynote Address pada Indonesian Investment Day di Bursa Efek New York, Amerika Serikat, Senin (24/9). Wartawan Investor Daily Novy Lumanauw, melaporkan dari New York, Amerika Serikat, sebagai negara berkembang, Indonesia tampil sebagai kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, yang mampu menyejajarkan diri dengan Tiongkok dan India. Pada kesempatan itu,  Presiden secara eksplisit menguraikan laporan Institut McKinsey bertajuk The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia’s Potential. McKinsey adalah institusi think-tank ekonomi dan pemerintahan global, yang menyangkal lima mitos yang keliru tentang Indonesia. “Sedikitnya ada lima mitos yang keliru tentang Indonesia yang secara terang-terangan dibantah McKinsey,” kata Presiden.

Mitos pertama,  adalah  perekonomian Indonesia relatif tidak stabil. Kenyataannya, ujar Presiden, pertumbuhan Indonesia lebih konsisten dibandingkan negara-negara anggota Organisasi untuk Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) serta  BRIC (Brasil, Rusia, India, Tiongkok). Tahun ini Indonesia memproyeksikan pertumbuhan 6,5%. Kedua, kisah yang menyebutkan bahwa  pusat pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya bertumpu di Jakarta. Kenyataannya, kota-kota besar lainnya dan kota menengah juga tumbuh, seperti Surabaya, Makassar, dan Medan. Ketiga, mengatakan bahwa perekonomian Indonesia tidak berbeda
dari model pertumbuhan yang bertumpu pada ekspor dari negara Macan Asia. Keempat, perekonomian Indonesia bergantung dan didorong oleh sumber daya alam. “Kenyataannya adalah bahwa peran sumber daya, sebagaimana ekspor, secara proporsional mulai berkurang dibandingkan dengan peran investasi dan konsumsi,” kata Presiden. Sedangkan mitos Kelima, adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia didorong oleh peningkatan jumlah tenaga kerja. Faktanya, tenaga kerja di Indonesia memang besar dan  produktivitasnya meningkat.

Pertumbuhan Minus Pemerataan Kesejahteraan

 

Ditengah gelimang puja-puji yang diberikan kepada kondisi ekonomi Indonesia, bagaimana fakta yang ada di depan mata?  Realitas kehidupan masyarakat di Indonesia yang terus dililit oleh berbagai beban ekonomi yang semakin berat, seperti kenaikan harga kebutuhan pokok, makin sempitnya lapangan kerja, gagal panen, dan sebagainya adalah sebuah kenyataan pahit yang tidak bisa dipungkiri.

 

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Gumelar, pertengahan Mei lalu menyatakan saat ini diperkirakan ada sekitar 7 juta perempuan di Indonesia yang berperan sebagai kepala keluarga dan mereka hidup dibawah garis kemiskinan dengan pendapatan dibawah US$ 1 dollar. Jumlah ini mewakili lebih dari 14% dari total jumlah rumah tangga di Indonesia. Bahkan menurut aktifis LSM Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), sebenarnya jumlah perempuan kepala keluarga di Indonesia datanya jauh lebih besar melebihi yang tercatat oleh pemerintah, yakni mencapai 10 juta orang.

Belenggu kemiskinan yang membelit perempuan Indonesia juga ditunjukkan dengan tingginya angka buruh migran perempuan low skilled yang mencapai 7 juta jiwa di luar negeri. Kemiskinan adalah faktor terbesar yang memaksa perempuan Indonesia bekerja ribuan kilometer di negeri orang tanpa adanya jaminan perlindungan dari negara. Hal ini memacu masalah lain yaitu problem kekerasan pada buruh migran, bahkan sampai meregang nyawa jauh dari sanak saudara. Menurut Anis Hidayah, Direktur Eksekutif Migrant Care, tindak kekerasan dan pembunuhan terhadap TKW meningkat setiap tahunnya, untuk data tahun 2009 saja angka TKW yang menjadi korban kekerasan sudah sebesar 5.314 orang. Fenomena mengerikan ini menunjukkan kegagalan sistem demokrasi.

 

Realita pahit yang sama atau bahkan lebih dirasakan para petani dan nelayan yang sebagian besarnya berskala gurem bahkan hanya penggarap. Dan yang paling pahit harus dirasakan oleh 7,7 juta orang yang termasuk penganggur terbuka alias tidak bekerja sama sekali, atau oleh 29 juta lebih orang miskin versi BPS dengan standar kemiskinan kurang manusiawi.

 

Kegagalan Sistem Ekonomi Kapitalis dalam mewujudkan kesejahteraan terletak pada kesalahan indikator kesejahteraan dan mekanisme untuk merealisasikannya. Kesalahan indikator untuk mengukur capaian kesejahteraan bermula dari kegagalan ekonomi kapitalis dalam merumuskan problem ekonomi dan upaya penyelesaiannya.

 

Kegagalan capaian kesejahteraan sampai ke level per individu rakyat juga diakibatkan kelemahan sistem penganggaran Negara. Mulai dari aspek mekanisme penyusunan anggaran, penetapan pos pemasukan, dan mekanisme realisasi anggaran. Sehingga banyak rancangan pembangunan yang capaiannya tidak optimal, bahkan tidak terealisir.

 

Pembangunan ekonomi Indonesia, diakui atau tidak, mengacu pada sistem ekonomi kapitalisme yang mengatur distribusi pendapatan untuk kebutuhan dalam negeri secara global, bukan untuk kebutuhan seluruh penduduk per individu. Ekonomi tidak dibangun untuk memuaskan kebutuhan individu dan tidak untuk menyediakan pemuasan bagi tiap-tiap individu dalam masyarakat. Ekonomi hanya difokuskan pada penyediaan alat yang memuaskan kebutuhan masyarakat secara makro dengan cara menaikkan tingkat produksi dan meningkatkan pendapatan nasional (national income).

 

Asumsinya, dengan banyaknya pendapatan nasional, ketika itu terjadilah pendistribusian pendapatan. Dengan cara memberi kebebasan memiliki dan kebebasan berusaha bagi semua individu masyarakat. Semua individu dibiarkan bebas memperoleh kekayaan sejumlah yang dia mampu sesuai dengan factor produksi yang dimilikinya. Tidak diperhatikan apakah pemuasan itu merata dirasakan oleh semua anggota masyarakat atau hanya terjadi pada sebagian saja. Ini salah dan dzalim.

 

Konsekuensi dari pengaturan semacam ini adalah menjadikan harga sebagai faktor yang mengatur distribusi. Orang yang memiliki kemampuan membeli akan memperoleh kekayaan. Sedangkan orang yang tidak memiliki kemampuan membeli tidak akan memperoleh apapun. Dalam kondisi yang seperti ini yang terjadi adalah rusaknya hubungan antara manusia. Manusia akan terpuruk dalam derajat binatang dan nilai-nilai luhur terancam punah dari tengah-tengah manusia.

Kesejahteraan Hakiki: Dengan Mekanisme Islam dalam Khilafah

Pembangunan ekonomi seharusnya bertujuan memuaskan kebutuhan primer bagi tiap-tiap individu. Islam memandang tiap orang secara individu, bukan secara kolektif sebagai komunitas yang hidup dalam sebuah negara. Dengan demikian, politik ekonomi Islam tidak sekedar meningkatkan taraf hidup dalam sebuah negara semata. Tidak menjadikan pertumbuhan nasional sebagai asas dalam perekonomian.

Politik ekonomi Islam bertujuan menjamin pendistribusian kekayaan bagi semua individu warga negara satu persatu, sehingga terjamin pemenuhan kebutuhan primer tiap individu secara menyeluruh. Yang dimaksud pendistribusian kekayaan adalah cara penguasaan kekayaan dan sumbernya.

Maka, solusi pembangunan ekonomi meliputi dua hal yang harus dibedakan. Pertama, politik ekonomi. Kedua, pertumbuhan kekayaan.

Politik ekonomi meliputi garis-garis besar tentang sumber-sumber ekonomi dan garis-garis besar tentang jaminan pemenuhan kebutuhan primer. Sedangkan solusi pertumbuhan kekayaan merupakan hal lain yang solusinya berbeda-beda menurut perbedaan kondisi suatu negeri.

Politik ekonomi Islam adalah tujuan yang ingin dicapai oleh hukum-hukum yang  mengatur berbagai urusan manusia. Politik ekonomi Islam adalah menjamin pemenuhan seluruh kebutuhan pokok bagi setiap individu secara menyeluruh dan pemberian peluang kepada individu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelengkap menurut kemampuannya dengan memandang individu yang hidup dalam masyarakat tertentu yang memiliki cara hidup yang khas. Politik ekonomi Islam tidak lain adalah solusi bagi masalah-masalah mendasar bagi setiap individu dengan memandangnya sebagai manusia yang hidup sesuai dengan pola interaksi tertentu serta memberikan peluang kepadanya untuk meningkatkan taraf hidupnya dan mewujudkan kemakmuran bagi dirinya di dalam cara hidup yang khas.

Ketika Islam mensyariatkan hukum-hukum perekonomian bagi manusia, maka itu ditujukan bagi individu. Pada saat yang sama, Islam menjamin hak hidup dan mewujudkan kemakmuran. Islam menetapkan hal itu direalisasikan di dalam masyarakat tertentu yang memiliki cara hidup yang khas. Oleh karena itu, syariah memberikan hukum-hukum yang menjadi mekanisme yang menjamin terwujudnya pemuasan seluruh pemuasan seluruh kebutuhan pokok secara menyeluruh bagi setiap individu rakyat.

Dalam memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok itu  negara akan menggunakan mekanisme ekonomi dan non ekonomi seperti yang diatur oleh hukum syara’.

Mekanisme Non Ekonomi

Negara memastikan agar hukum-hukum syariat terkait dengan nafkan berjalan sebagaimana mestinya. Islam memerintahkan agar setiap laki-laki bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan kebutuhan orang-orang yang berada dibawah tanggungannnya (QS. al-Baqarah [2]: 233). Jika kemudian pemenuhan kebutuhan pokok dia dan keuarganya belum terpenuhi, baik karena ia tidak bisa bekerja atau pendapatannya tidak cukup, maka kerabatnya mulai yang terdekat diwajibkan untuk turut menanggungnya (QS. al-Baqarah [2]: 233).  Jika belum terpenuhi juga maka tanggungjawab itu beralih menjadi kewajiban baitul mal (negara).

Rasul saw bersabda:

« اَنَا أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ، مَنْ تَرَكَ مَالاً فَلِأَهْلِهِ، وَمَنْ تَرَكَ دَيْنًا أَوْ ضِيَاعًا، فَإِلَيَّ، وَعَلَيَّ  »

“Aku lebih utama dibandingkan orang-orang beriman daripada diri mereka, siapa yang meninggalkan harta maka bagi keluarganya, dan siapa yang meninggalkan hutang atau tanggungan keluarga, maka datanglah kepadaku, dan menjadi kewajibanku.” (HR. an-Nasai dan Ibnu Hibban)

 Disamping itu, ketika kebutuhan pokok  tidak terpenuhi maka orang tersebut berhak atas harta zakat.  Karena itu orang tersebut berhak meminta harta zakat ke Baitul Mal dan amil zakat.

Mekanisme Ekonomi

Mekanisme ekonomi yang dimaksud di sini adalah keterlibatan individu dalam aktivitas ekonomi untuk mendapatkan harta sehingga ia bisa memenuhi kebutuhan dia dan keluarganya.  Mekanisme ini saling melengkapi dengan mekanisme non ekonomi di atas.  Secara lebih tepatnya adalah pemberian peluang bagi setiap orang khususnya laki-laki untuk bekerja.  Sebab Islam mewajibkan setiap laki-laki yang mampu untuk bekerja. Dalam hal ini negara wajib menyediakan lapangan dan kesempatan kerja.

Untuk menyediakan lapangan dan kesempatan kerja bagi rakyat, Negara bisa menempuhnya dengan cara langsung dan tidak langsung.  Cara langsung artinya negara secara langsung membuka lapangan kerja dengan membuka proyek-proyek pembangunan khususnya proyek padat karya.  Kesempatan kerja justru lebih banyak bisa diberikan oleh negara secara tidak langsung.  Jadi bukan negara yang secara langsung membuka lapangan kerja, tapi masyarakatlah yang membuka lapangan kerja melalui kegiatan usaha yang mereka lakukan.  Agar kesempatan kerja bisa terbuka seluas-luasnya melalui cara ini, negara harus mewujdukan dan menjamin adanya iklim usaha yang kondusif bagi masyarakat. Untuk itu setidaknya negara harus menjamin terealisasinya hal-hal berikut:

Negara harus menjamin terlaksananya hukum-hukum syara terkait dengan ekonomi, seperti hukum-hukum kepemilikan, pengelolaan  dan pengembangan kepemilikan, serta distribusi harta di tengah masyarakat.

Menjamin terlaksananya mekanisme pasar yang sesuai syari’at. Negara akan menghilangkan dan memberantas berbagai distorsi yang menghambat, seperti penimbunan, kanzul mal (QS at-Tawbah [9]: 34), riba, monopoli, penipuan.  Negara juga harus menyediakan informasi ekonomi dan pasar serta membuka akses informasi itu untuk semua orang sehingga akan meminimalkan terjadinya informasi asimetris yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku pasar mengambil keuntungan secara tidak benar.

Negara harus mengembangkan sistem birokrasi dan administrasi yang sederhana dalam aturan, cepat dalam pelayanan, dan profesional. Dalam hal ini, untuk membuka usaha misalnya, tidak perlu izin. Meski dalam hal pembukaan usaha tetap ada aturan-aturan teknis dan administratif sesuai hukum syara’ dalam rangka agar tidak terjadi pelanggaran hak individu dan umum oleh para pelaku usaha, seperti aturan tentang RTRW, izin lingkungan, dan sebagainya. Negara juga akan menghilangkan berbagai pungutan, retribusi, cukai dan pajak yang bersifat tetap.  Dalam konteks perdagangan luar negeri negara tidak akan memungut bea import ataupun ekspor dari para pedagang warga negara.

Negara memberikan bantuan teknis, teknologi dan litbang, informasi, dan modal kepada rakyat yang mampu berusaha/bekerja. Negara menghilangkan sektor non riil, sehingga harta hanya akan berputar di sektor riil (produksi dan distribusi barnag dan jasa).  Denga begitu semua kegiatan ekonomi akan berefek langsung pada kemajuan perekonomian secara riil.

Potret Kesejahteraan Dalam Naungan Khilafah

Selama tiga belas abad, kaum Muslim menikmati kemakmuran yang tak tertandingi melalui penerapan aturan-aturan Islam. Kemakmuran ini tidak hanya terbatas pada kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan obat-obatan, seperti yang kita sering dengar, melainkan juga pada semua aspek kehidupan termasuk kesejahteraan sosial, kesehatan dan pendidikan. Bahkan selama masa lemahnya Daulah Islam, tercapainya kesejahteraan warganya, baik Muslim maupun non-Muslim, adalah merupakan salah satu fungsi utama negara.

Beberapa contoh berikut mengenai bagaimana masyarakat hidup di bawah kekuasaan Islam sepanjang sejarah Islam akan membantu kita untuk dapat menghargai dan lebih memahami kenyataan hidup di bawah kekuasaan Islam.

Memberikan kesehatan gratis kepada masyarakat adalah suatu hal yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW di Madinah. Ibnu Ishaq melaporkan dalam buku Sirah nya bahwa sebuah kemah yang dibangun di masjid dan diberi nama seorang yang bernama Rofaydah dari suku Aslam digunakan untuk memberikan diagnosis dan pengobatan untuk orang-orang secara gratis untuk orang-orang kaya maupun miskin. Ketika Ibnu Saad Muadh (ra) terkena panah selama Pertempuran Parit, Rasulullah SAW mengatakan kepada para sahabat untuk membawanya ke kemah Rofaydah. Rofaydah dibayarkan oleh Negara melalui saham dari rampasan perang sebagaimana yang disebutkan Alwaqidi dalam bukunya yang berjudul Almaghazi.

Memberikan layanan kesehatan kepada warga Negara terus berlanjut sepanjang sejarah Islam dan kaum kafir sendiri yang menjadi saksi atas hal ini. Sebagai contoh, Gomar, salah seorang pemimpin dalam masa Napoleon selama perang yang dilancarkan Perancis (1798-1801) untuk menduduki Mesir, menggambarkan pelayanan kesehatan dan fasilitas kesehatan berusia 600 tahun yang ia lihat, “semua orang sakit biasa pergi ke Bimaristan (rumah sakit) bagi kaum miskin dan kaum kaya, tanpa perbedaan. Dokter berasal dari banyak tempat di wilayah timur, dan mereka juga mendapat bayaran yang baik. Ada apotek yang penuh dengan obat-obatan dan instrumentasi, dengan dua perawat yang melayani setiap pasien.. Mereka yang memiliki gangguan fisik dan kejiwaan diisolasi dan dirawat secara terpisah. Mereka kemudian dihibur dengan cerita-cerita dari orang-orang yang telah sembuh (baik secara fisik maupun kejiwaan) dan akan dirawat di bagian rehabilitasi.. Ketika mereka selesai dirawat, setiap pasien akan diberikan lima keping emas sehingga para mantan pasien itu tidak perlu bekerja segera setelah ia meninggalkan rumah sakit “.

Negara bertanggung jawab untuk menyediakan kebutuhan dasar seperti makanan, tempat tinggal, dan pakaian bagi mereka yang tidak mampu karena alasan apa pun. Kesejahteraan rakyat di bawah kekuasaan Islam adalah hasil dari penerapan hukum Allah SWT. Pemahaman bahwa Khilafah dan Negara memiliki tanggung jawab terhadap rakyat adalah berdasarkan apa yang dilakukan oleh Abu Bakar (ra), sebagai Khalifah saat itu, yang melayani seorang perempuan yang jompo dan buta yang tinggal di pinggiran Madinah. Umar Ibnu Alkhattab (ra) ingin juga merawatnya, tapi menemukan bahwa Abu Bakar (ra) telah memasak makanan, membersihkan rumah dan mencuci pakaiannya untuknya. Ini adalah pemahaman dan rasa tanggung jawab yang sama yang membuat Umar (ra), yang ketika itu adalah Khalifah, untuk kembali ke Baitul Mal dengan memikul sendiri karung gandum makanan untuk kembali menuju rumah seorang perempuan dan anak-anaknya yang tinggal di luar Madinah dan lalu memasak makanan untuk mereka. Dia (ra) menolak tawaran para pembantunya untuk membawakan karung itu dengan mengatakan, “akan Anda memikul dosa-dosa saya dan tanggung jawab atas saya pada Hari Perhitungan?”

 

Perawatan kesehatan juga berlaku untuk anak-anak. Selama masa pemetintahan Khalifah Umar, ada kebijakan untuk memberikan upah setiap kali seorang anak selesai masa menyusui. Namun, suatu hari Umar (ra) mendengar seorang bayi menangis kemudian dia meminta kepada ibu anak itu untuk “Bertakwalah kepada Allah SWT atas bayi Anda dan rawatlah dia”. Kemudian ibu itu menjelaskan bahwa dia berhenti menyusui anaknya lebih awal agar dia bisa menerima upah dari Negara. Keesokan harinya, setelah fajar, Umar merevisi kebijakan itu dengan membayar upah pada saat kelahiran. Umar (ra) takut Allah SWT akan meminta pertanggung jawabannya dan dia berkata sambil menangis “bahkan atas bayi-bayi ya Umar!” – yang berarti bahwa ia akan diminta pertanggungjawabkan karena tindakannya merugikan anak-anak.

 

Hewan-hewan juga dilindungi oleh Sang Khalifah. Ibn Rusyd Alqurtobi meriwayatkan dari Malik bahwa Umar (ra) melewati seekor keledai yang dibebani dengan tumpukan batu. Menyadari bahwa hewan itu terlihat menderita maka dia mengeluarkan dua tumpukan batu yang diambil dari bagian belakang. Pemilik keledai itu, seorang wanita tua, datang kepada Umar dan berkata, “Wahai Umar, apa yang kau lakukan dengan keledaiku? Apakah kamu memiliki hak untuk melakukan apa yang Engkau lakukan?” Umar mengatakan “Apa yang menurutmu yang membuatku mau mengisi jabatan ini (Khalifah)?” Yang dimaksudkan oleh Umar (ra) adalah bahwa mengambil tanggung jawab sebagai Khalifah, Umar (ra) bertanggung jawab atas semua hukum Islam, yang meliputi pula tindakan yang disebutkan oleh hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, berdasarkan riwayat Abu Hurayrah (ra): “Berhati-hatilah untuk tidak membebani bagian belakang hewan, karena dengannya Allah SWT telah membuat mereka bisa membawamu ke tempat-tempat yang sulit bagimu untuk mencapainya, dan menciptakan bumi sehingga kamu dapat memenuhi kebutuhanmu di atas muka bumi. ” Artinya, kita harus mengasihi binatang dan tidak membebani mereka. Bandingkan dengan nasib populasi orang utan yang hanya ada di hutan kawasan Indonesia yang berakhir tragis dan mengenaskan, karena menjadi korban pilihan investasi.

Ini hanya beberapa gambaran mengenai bagaimana kehidupan masyarakat di bawah kekuasaan Islam dulu pada masa Khilafah. Semoga Allah SWT membantu kita semua bekerja untuk mewujudkannya dan membuat kita bisa menyaksikannya dan menikmati keberadaannya lagi. Amin..[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*