Selamatkan Keluarga Muslim dari Ancaman Liberalisasi
HTI Press. Miris dan ingin menyelamatkan umat. Inilah yang tergambar dari Bincang – bincang Tokoh dan Muballighah DIY, Minggu ( 14/10 ), bertempat di aula Masjid Diponegoro kompleks Balaikota Yogyakarta. Acara yang bertajuk Selamatkan Keluarga Muslim dari Ancaman Liberalisasi dalam Revisi UU Perkawinan ini, diselenggarakan oleh Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia DPD I HTI DIY dan dihadiri sejumlah muballighah dan penggerak majelis taklim se-DIY.
Ustadzah Adhe Helmayani memantik diskusi dengan pemaparan fakta yang diungkapkan MUI DIY Desember 2011 lalu, 70% kasus perceraian di DIY ternyata adalah cerai gugat dari pihak istri. Lembaga perkawinan tak lagi menumbuhkan samara pada istri, sehingga tak lagi canggung berusaha melepaskan diri dari ikatan perkawinannya. Kenyataan ini makin memprihatinkan ketika kalangan pro gender menginginkan upaya amandemen UU no. 1/74 tentang perkawinan. Revisi UU inilah yang dinilai sarat upaya liberalisasi keluarga.
Ustadzah Lies Arifah, M.Pd. kemudian menegaskan bahwa dampak liberalisasi diatas sangat berbahaya karena akan membuat hilangnya nilai-nilai Islam dalam keluarga, yang kemudian tentu berakibat pada hancurnya keluarga muslim dan generasi masa depan. “Jika liberalisasi ini tak dihentikan maka umat Islam dengan sendirinya akan hancur dan Islam tak ada lagi di negeri ini”, ungkap Lies. Saat ini keluarga muslim kesulitan menjalankan syariat Islam karena begitu banyak pengaruh buruk pemikiran dan pergaulan bebas, pornografi/pornoaksi di mass media, ekonomi kapitalistik, pendidikan sekuler, perundangan dan hukum yang jauh dari nilai Islam. Keluarga akan terlindungi dan bisa menjalankan fungsinya (spiritual, edukasi, kasih sayang, dll) jika ada keharmonisan penerapan syariat Islam dalam tataran keluarga, masyarakat, dan negara.
Diskusi berlangsung hangat dan banyak peserta yang angkat bicara. Ibu Mahmadah Hanafi, sesepuh PP Aisyiah; Ibu Romlah Djumali dari PP Nurul Huda Tempel Sleman; Ibu Suyatmi penggerak masyarakat dari Cangkringan Merapi; Ibu Suharti, Ibu Sumiri dan Ibu Baiq KHusnul Bariyah. Para tokoh ini miris dengan fakta kehidupan sekarang dan merasa perlu menyelamatkan umat. Bu Romlah melihat bahwa upaya amandemen UU Perkawinan banyak menyimpang dari Al Quran; tidak mampu melindungi masyarakat dari zina dan incest sekalipun. Bu Suyatmi mengeluhkan kasus perzinaan remaja di daerahnya hingga terjadi kehamilan, beliau pun makin bersemangat untuk menyelamatkan umat dan menyadari hanya khilafah Islam yang bisa menuntaskan masalah dan makin rindu dengan kehadiran khilafah sebagai institusi yang menerapkan syariat Islam.[]