HTI Press, Makassar . “Dari sepanjang kasus tawuran yang terjadi, kita tidak pernah mendengar tawuran dilakukan oleh mahasiswa di fakultas kedokteran maupun fakultas MIPA. Ini menarik untuk kita kaji.” Kata kepala redaksi Harian Fajar ini. Menurut dia (Faisal Syam, red), mahasiswa maupun siswa di Fakultas atau sekolah yang didominasi oleh kalangan rohis, selalu jauh dari tawuran. Salah satunya fakultas MIPA di UNM.
Dalam diskusi tersebut, salah satu audiens, Syamsuddin Latief, menjelaskan, solusi paling tepat untuk menghilangkan tawuran siswa dan mahasiswa adalah menambah jam mata pelajaran agama. Selain itu, pemahaman masyarakat tentang pentingnya kegiatan rohis, sangat diperlukan. [Harian FAJAR, 15/9]
Faisal Syam yang hadir sebagai pemateri HIP seri ke-33 saat itu , sangat menyayangkan munculnya tuduhan sepihak dari salah satu media terkait rohis belum lama ini. Justru menurut beliau tuduhan tersebut sangat bertolak belakang. Bahkan Faisal berani menegaskan, untuk konteks tawuran yang mewarnai pemberitaan di Makassar saja, tidak ada para pelakunya yang berasal dari Rohis.
Pakar sosiologi UNM, Tahir Gani juga menyesalkan hal yang sama. Terlebih maraknya aksi tawuran remaja kita. Remaja yang merupakan sumber kekuatan dan kader pembangunan yang potensial ternyata menjadi sumber keresahan dalam kehidupan sosial. Dari data yang beliau paparkan, BKKBN Makassar menunjukkan sekitar 47 persen remaja melakukan perilaku menyimpang. Polda sulsel menyebutkan, dari tahun 2010 hingga 2011 tindak tawuran yang terjadi di Makassar menyentuh 20 kasus termasuk yang dilakukan oleh remaja dan mahasiswa. Sehingga, tuduhan salah satu tv swasta yang melanda rohis, sangat tidak tepat. Kegiatan rohis berfokus pada peningkatan pengetahuan. Pemahaman, keterampilan, sikap berbahasa, dan berkeislaman. Yang pada akhirnya bisa mengantarkan siswa menjadi generasi berakhlak mulia.
“Dimana itu sumber-sumber informasi yang menyatakan akan menimbulkan keresahan-keresahan? Data aktual sudah menunjukkan penelitian bahwa yang aktif di rohis itu adalah mental dan spiritualnya sangat memungkinkan untuk menjaga kestabilan nasional.” Tuturnya.
Menyoroti fenomena remaja dan mahasiswa ini, Cucut Mahmuddin, selaku akademisi melihat sumber kekacauan yang terjadi berpangkal pada sistem kapitalisme yang telah berhasil membentuk mindset untuk memisahkan agama dari kehidupan. Akibatnya, mata pelajaran agama yang mestinya menjadi corong untuk pencerahan generasi muda, terbatasi waktunya hanya dua jam seminggu. Olehnya wajar jika rohis muncul sebagai penopang. Tapi adanya stigma negatif dari media terhadap rohis, tentu memperparah keadaan.
Upaya-upaya sekularisasi juga menjadi titik tekan pembahasan Arman Kamaruddin dari lajnah Khusus Intelektual HTI Sulsel. proses sekularisasi yang menjangkiti UU Sisdiknas negeri ini sesungguhnya turut berkontribusi melahirkan berbagai persoalan sistemik, salah satunya tindak anarkis akibat minimnya pembinaan agama. Sehingga penerapan sistem islam harus terwujud dalam kehidupan dan segala aspek.
Acara HIP ini (14/10) bertempat di Aula Dinas Pendidikan Sulsel dengan tema, Wajah pendidikan Indonesia: rohis difitnah, tawuran merajalela. Turut hadir sekretaris dinas Pendidikan sulsel Drs. Abdul jabbar. []