[Al Islam 629] Terdapat satu masalah sangat penting dan berpengaruh seolah luput dari perhatian publik. Yaitu masalah penentuan pengelolaan lapangan gas terbesar di negeri ini, lapangan migas Blok Mahakam Kalimantan Timur.
Sangat Menggiurkan
Pengelolaan Blok Mahakam dikuasai Total E&P Indonesie (Perancis) dan Inpex Corporation Jepang yang berbagi saham masing-masing 50% dengan Total E&P Indonesie yang bertindak sebagai operator. Kontrak Kerja Sama (KKS) Blok Mahakam ditandatangani oleh pemerintah dengan Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation pada 31 Maret 1967, beberapa minggu setelah Soeharto dilantik menjadi Presiden RI ke-2. Kontrak berlaku selama 30 tahun hingga 31 Maret 1997. Beberapa bulan sebelum Soeharto lengser, kontrak Mahakam telah diperpanjang selama 20 tahun, dan akan berakhir pada 31 Maret 2017.
Blok Mahakam memiliki cadangan sekitar 27 triliun kaki kubik (TCF). Sejak 1970 hingga 2011, sekitar 50 % (sekitar 13,5 TCF) cadangan telah dieksploitasi menghasilkan pendapatan kotor sekitar US$ 100 miliar.
Selama ini gas Blok Mahakam menyuplai sekitar 80 % kilang gas Bontang. Hasilnya, 80 % dijual ke luar negeri terutama ke Jepang, Korea Selatan dan Taiwan.
Sepanjang 2012 hingga 11 Oktober, Total memproduksikan Mahakam sebesar 1.915 juta kaki kubik gas per hari (MMSCFD) dan minyak 67.478 barel per hari. Blok Mahakam diperkirakan masih memiliki sebanyak 11,7 % cadangan terbukti gas nasional atau 12,7 TCF -triliun kaki kubik-. (Republika.co.id, 22/10).
Cadangan yang tersisa itu nilainya sangat besar. Jika diasumsikan harga gas rata-rata US$ 15/MMBtu, maka pendapatan kotor yang bisa didapat dari cadangan ini bisa lebih dari US$ 187 milyar atau lebih dari Rp 1.700 triliun. Sementara dari hasil minyaknya, dengan produksi minyak Blok Mahakam saat ini sebesar 67.478 barel per hari, jika diasumsikan harga jual minyak mentahnya US$ 100 per barel, maka bisa didapat hasil kotor US$ 6,748 juta per hari atau lebih dari Rp 60,730 miliar per hari (Rp 22,167 triliun per tahun).
Nafsu Asing Menguasai
Cadangan tersisa yang begitu besar membuat Total E&P sangat bernafsu secepatnya memperpanjang kontrak Blok Mahakam itu. Lima tahun sebelum kontrak berakhir, perusahaan Prancis itu sudah mengajukan perpanjangan kontrak kepada pemerintah selama 25 tahun hingga 2042 (lihat, InilahREVIEW, 22/10).
Berbagai lobi tingkat tinggi pun dilakukan, secara bisnis hingga politik. Perdana Menteri Prancis Francois Fillon sengaja datang ke Indonesia pada Juli 2011 untuk meminta perpanjangan kontrak Mahakam. Menteri Perdagangan Luar Negeri Prancis Nicole Bricq pun melobi Menteri ESDM Jero Wacik saat berada di Paris, 23 Juli 2012, untuk hal yang sama.
Lobi juga dilakukan oleh CEO Inpex Toshiaki Kitamura saat bertemu Wapres Boediono dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 14 September 2012. (lihat Kompas.com, 20/10). Pihak Inpex juga sudah beberapa kali mengadakan kunjungan ke kantor Kementerian ESDM untuk maksud yang sama.
Ideologi Kapitalisme Neo-Liberal Mencengkeram
Hingga pertengahan Oktober, pemerintah tampak masih lebih cenderung untuk memperpanjang kontrak Total E&P. Di tengah kondisi tersebut, masyarakat menuntut agar pemerintah menghentikan kontrak tersebut. Diantaranya dalam bentuk “Petisi Blok Mahakam untuk Rakyat” yang digalang oleh IRESS (Indonesian Resourses Studies). Petisi ini ditujukan kepada Presiden SBY dan disampaikan melalui aksi pada Rabu (17/10) di depan Istana Negara.
Petisi itu didukung oleh tokoh-tokoh nasional, aktivis LSM, para profesional, kelas menengah, mahasiswa dan masyarakat umum dari seluruh Indonesia. Dukungan pun terus membesar dan menjadi tekanan kuat bagi pemerintah.
Pemerintah akhirnya melunak dan menyatakan, PT Pertamina (Persero) akan mendominasi dalam pengelolaan Blok Mahakam dengan porsi sekitar 51%-70%. Wamen ESDM Rudi Rubiandini mengatakan, “Pertamina kan harus jadi pemilik utama, jadi minimal harus 51 %. Ini sedang dipikirkan apakah bisa sampai 70 % atau tidak. Namun kan ada BUMD, jadi sekiranya porsi 70 % akan bersama BUMD, mereka bekerja sama.” Menurutnya, jika porsi Pertamina dengan BUMD sekitar 70 %, maka pihak Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) bisa mendapatkan porsi 30 %. Rudi menambahkan KKKS yang ada sebelumnya (Total E&P) kemungkinan besar juga akan tetap bergabung sebab masih diperlukan pihak-pihak yang mengerti masalah teknis, misalnya dalam bidang teknologi (Bisnis.com, 22/10/2012).
Sulitnya memutuskan pengelolaan Blok Mahakam diserahkan kepada Pertamina yang nota bene adalah MILIK negara itu menunjukkan begitu kuatnya cengkeraman ideologi kapitalisme neo-liberal. Dalam doktrin ideologi ini, privatisasi dan liberalisasi pengelolaan sumber daya alam termasuk migas menjadi keharusan. Inilah sumber masalahnya. Semua itu pun dilegalkan melalui UU Migas no 22 tahun 2001 yang didektekan oleh IMF dan sejak penyusunan dikawal oleh USAID dan Bank Dunia.
Harus Dikuasai dan Dikelola oleh Negara
Pengelolaan migas Blok Mahakam dan sumber daya alam (SDA) harus 100% dikuasai dan dikelola oleh negara dan operasionalnya diserahkan kepada Pertaminan sebagai BUMN. Dengan itu, setidaknya ada tiga manfaat yang bisa diraih yaitu, finansial, ekonomi, dan strategis. Secara finansial, dengan dikuasai dan dikelola langsung oleh negara tentu saja seluruh hasilnya akan masuk ke kas negara.
Secara ekonomi hasil eksploitasi SDA itu alokasinya bisa disinergikan dengan program ekonomi secara integral yang pada akhirnya akan memberikan keuntungan ekonomi yang besar, berperan besar merealisasi pertumbuhan yang disertai pemerataan, kemajuan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat; dan bisa mencegah terjadinya kerugian ekonomi. Sebagai contoh, akibat gas lebih banyak dikuasai swasta (asing), PLN tidak bisa mendapatkan pasokan gas untuk menggerakkan pembangkitnya dan terpaksa harus menggunakan BBM. Akibatnya terjadi inefisiensi di PLN yang berpotensi merugikan sebesar Rp 37 triliun selama dua tahun. Jika gas dikuasai oleh negara, tentu mudah dialokasikan untuk PLN. PLN pun bisa menyediakan listrik yang relatif murah dan terhindar dari inefisiensi 37 triliun. Dana 37 triliun itu pun bisa digunakan untuk membangun pembangkit baru dan membangun jaringan listrik sehingga bisa menjangkau seluruh daerah. Ini baru satu contoh. Adapun manfaat strategis, penguasaan SDA oleh negara bisa menjamin kedaulatan dan kemandirian negara. Posisi tawar di dunia internasional makin kuat sehingga negara bisa lebih menentukan dan berpengaruh.
Karena semua itu, Blok Mahakam 100 % harus dikuasai dan dikelola oleh negara yang operasinya dijalankan oleh Pertamina sebagai BUMN. Dalam hal ini, yang diperlukan hanyalah keberpihakan pemerintah kepada kepentingan rakyat dan adanya kemauan politik dari pemerintah. Jika hal itu sulit atau bahkan tidak bisa terwujud, itu hanyalah bukti bahwa pemerintah benar-benar tidak berpihak kepada kepentingan rakyat dan tidak punya kemauan politik.
Untuk itu masyarakat harus menaruh perhatian besar dalam masalah ini. Masyarakat harus menekan pemerintah agar negara sepenuhnya menguasai Blok Mahakam dan operasinya diserahkan kepada Pertamina. Berhasil tidaknya hal itu akan berpengaruh pada pegelolaan SDA ke depan. Tidak cukup 70% diserahkan kepada Pertamina tetapi harus 100 %. Jika itu berhasil, maka migas di lapangan lainnya dan SDA pada umumnya ke depan juga bisa 100 % dikuasai oleh negara. Hingga 2020 nanti setidaknya ada 26 dari 72 kontrak migas yang akan habis masa kontraknya. Jika Blok Mahakam ini berhasil maka ke-26 kontrak migas itu pun akan bisa dikuasai dan dikelola sepenuhnya oleh negara demi kesejahteraan seluruh rakyat.
Wujudkan dengan Syariah Islam
Rasul saw bersabda:
«الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ فِي الْكَلإَِ وَالْمَاءِ وَالنَّارِ»
Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad)
An-nâr dalam hadits ini juga mencakup semua sumber energi termasuk migas. Jadi, menurut syariah sumber migas adalah milik publik, milik seluruh rakyat.
Selain itu menurut syariah, tambang yang deposit atau cadangannya sangat besar adalah milik publik yang tidak boleh diserahkan kepada swasta apalagi asing. Imam at-Tirmidzi meriwayatkan dari Abyadh bin Hamal, bahwa ia pernah meminta kepada Rasul Saw agar diberi sebuah tambang garam di daerah Ma’rib. Rasul pun memberikannya. Tapi seorang sahabat berkata mengingatkan beliau: “Ya Rasulullah, tahukah engkau, apa yang telah engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu (bagaikan) air yang terus mengalir (al-mâ’u al-‘iddu)” Ia (perawi) berkata, “Beliau pun menarik kembali tambang itu darinya.”
Atas dasar itu, kekayaan alam tidak boleh diserahkan kepada swasta apalagi asing. Jika itu dilakukan, maka hal itu jelas-jelas menyalahi ketentuan syariah sekaigus telah mengkhianati Allah, Rasul Saw dan seluruh rakyat yang ditetapkan oleh Allah sebagai pemilik kekayaan alam itu.
Wahai kaum Muslimin
Skema pengelolaan ala kapitalisme neo-liberal atas Blok Mahakam dan SDA lainnya harus ditolak. Negara harus mengelolanya 100%, bukan hanya 70%. Hasilnya nanti digunakan untuk kesejahteraan rakyat.
Hal itu hanya akan sempurna bisa diwujudkan dengan penerapan syaiah Islam secara total dalam bingkai Khilafah Rasyidah. Untuk itu, kita semua seluruh rakyat Indonesia harus berjuang bersama-sama bagi tegaknya kembali syariah dan khilafah. Hanya dengan penerapan syariah Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah sajalah semua kekayaan alam negeri ini akan benar-benar dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat, dan negara ini akan benar-benar merdeka baik secara ideologis, politik, ekonomi dan militer, serta terhindar dari cengkeraman negara imperialis seperti yang saat ini terjadi. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []
Komentar:
Implementasi desentralisasi sebagai perombakan dari sistem sentralistik belum mampu meningkatkan indeks pembangunan manusia. Dalam empat tahun, IPM justru merosot hingga di posisi ke-124 dar 79 negra. Korupsi juga menjadi masalah besar desentralisasi (Kompas, 30/10)
- Wajar saja, desentralisasi lebih banyak dimanfaatkan untuk kepentingan elit dan memenuhi nafsu kekuasaan.
- Salah satu sebabnya adalah otonomi salah kaprah dan dijalankan dalam landasan doktrin politik yang lebih fokus pada kekuasaan dan dalam bingkai sistem politik demokrasi yang mahal dan sarat perselingkuhan politisi-cukong. Jadilah kepentingan sendiri, partai, kelompok dan cukong lebih utama dari kepentingan rakyat banyak.
koreksi komentar :
Implementasi desentralisasi sebagai perombakan dari sistem sentralistik belum mampu meningkatkan indeks pembangunan manusia. Dalam empat tahun, IPM justru merosot hingga di posisi ke-124 dar 179 negara. Korupsi juga menjadi masalah besar desentralisasi (Kompas, 30/10)
http://cetak.kompas.com/read/2012/10/30/03114490/pembangunan.manusia.melorot