Pembebasan David Ashari, remaja yang dikaitkan dengan kasus terorisme pada Selasa (30/10/2012) kemarin dinilai bukti sikap tidak profesional aparat dan Detasemen Khusus Antiteror (Densus) 88 dalam ‘proyek perang melawan terorisme’.
Pernyataan ini disampaikan Harits Abu Ulya,pemerhati Kontra-Terorisme yang juga Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA). Menurut Harits, Densus 88 telah gegabah menangkap orang dengan sembarangan. Karena itu Densus 88 juga berkewajiban untuk melakukan rehabilitasi terhadap nama baik orang-orang yang ditangkapnya dengan sembarangan.
“Penangkapan David dengan tuduhan terlibat atau berencana melakukan tindak pidana terorisme adalah tindakan kriminalisasi tehadap individu dan keluarganya, ini jelas sebuah kedzaliman,” jelas Harits kepada hidayatullah.com, Rabu (30/10/2012).
Harits juga menambahkan bahwa pola main tangkap Densus 88 adalah teror psikologi. Tujuan dari strategi Densus 88 ini untuk membangun ketakutan masyarakat terhadap masjid dan dakwah Islam.
Menurutnya, satuan penanggulangan terorisme yang pernah dicurigai anggota DPR RI karena memiliki “dana misterius” ini akan dianggap masyarakat alergi terhadap kegiatan-kegiatan Islam. Karenanya, jangan salah jika kaum Muslim menganggap Densus 88 sedang tidak memerangi “terorisme” tapi ia sedang ingin menghabisi gerakan Islam.
“Inilah potret kedzaliman yg legal atas nama undang-undang yang sarat dengan kepentingan politik imperialis,” tambahnya.
Lakukan Otokritik
Selanjutnya, Harits juga mendukung sikap Polri Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigadir Jenderal Polisi Boy Rafli Amar yang mengklarifikasi tentang perbedaan antara organisasi masyarakat HASMI dan kelompok HASMI yang dirilis kepolisian terkait dugaan tindak terorisme. Ia menilai, klarifikasi itu sebagai langkah baik, sekaligus menunjukkan kecerobohan aparat, dalam hal ini Polri dan Detasemen Khusus Antiteror (Densus) 88.
“Akhirnya Polri mengatakan HASMI yang ormas di Bogor berbeda dengan HASMI yang dituduh terkait teror. Ini contoh kecerobohan kedua dalam satu pekan yang dilakukan aparat dan Densus,” ujar Harits dalam sebuah pernyataan yang dikirim ke redaksi hidayatullah.com, Rabu (31/10/2012).
Lebih jauh Harits mengingatkan polisi atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk melajukan evaluasi dan otokritik atas ‘proyek perang melawan terorisme’ yang selama ini mereka lakukan. Jika tidak, jangan heran kalau akan terakumulasi kesimpulan bahwa ‘proyek perang melawan terorisme di Indonesia’ adalah perang melawan Islam dan umatnya. (hidayatullah.com, 31/10/2012)