1500 Pelajar dan Mahasiswa se-Jatim Hadiri Konferensi Muslimah
HTI Press, Surabaya. 1.500 pelajar dan mahasiswa se-Jawa Timur mengikuti Konferensi Muslimah Jawa Timur 2012 bertema Khilafah: Visi Baru Pelajar dan Mahasiswa Menjawab Tantangan Global Pemberdayaan Generasi yang diselenggarakan Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) Jawa Timur, Minggu (4/11/2012).
Umar ra pernah berkata, “Barangsiapa yang ingin menggenggam nasib suatu bangsa, maka genggamlah para pemudanya. Pemuda sebagai penerus masa depan bangsa memang mengambil peranan penting untuk mewujudkan perubahan hakiki menuju dunia yang lebih baik.
Di Indonesia, berdasarkan data BKKBN 2012, jumlah pemudanya mencapai 70 juta jiwa atau setara dengan 13 kali lipat penduduk Singapura. Tidak heran jika pemuda Indonesia memiliki potensi sebagai agent of change. Sayangnya, potensi itu dibajak kapitalisme sehingga pemuda sekarang terjerumus dalam berbagai persoalan.
Menurut Luluk Farida Ketua Panitia konferensi mengatakan generasi muda sekarang ini lebih bangga menjadi pembebek ideologi sekuler dengan gaya hidup pragmatis dan hedonis.
Generasi muda tidak lagi memiliki visi yang jelas alias jadi pembebek sejati. Demam Korea melepaskan identitas pemuda khususnya para muslimah yang sesungguhnya. Situs pornografi banyak diakses para pemuda berusia belia. Belum lagi aksi tawuran yang kini marak. Ini menjadi bukti bahwa kualitas generasi telah menurun. Mereka cenderung berpikir pendek dan pragmatis hanya mengejar keuntungan.
Sistem kapitalisme pun mengerdilkan perempuan sebagai alat ekonomi. Perempuan diberdayakan secara fisik di segala bidang.
Tingginya konsumtif mendorong proses produksi dan memaksa perempuan untuk memenuhi kebutuhan konsumtifnya sehingga tidak bergantung pada pria.
Konspirasi negara-negara kapitalis juga menyerang para pemuda Indonesia. Seperti yang dituturkan dr Faizatur Rosyidah Lajnah Khusus Intelektual MHTI. Berangkat dari teori ledakan penduduk Robert Maltus. Negara Barat memberi stigma bahwa ledakan penduduk di negara berkembanglah yang menyebabkan kemiskinan.
“Faktanya dunia tidak mengalami ledakan penduduk. Pangan cukup, tapi habis dikonsumsi negara Barat. Mereka mengonsumsi lebih dari 50 persen tapi hanya memproduksi 20 persen. Konsumsi energinya melampui kemampuan energi China dan India. Barat-Amerika dan Eropa mengonsumsi 80 persen kekayaan dunia,” terang Faizah.
Program keluarga berencana yang sebelumnya ditujukan untuk mengontrol populasi penduduk kini dibalut dengan kampanye kesehatan reproduksi yang menyesatkan. Alih-alih mengurangi ledakan penduduk, justru sebagai bentuk genosida mental dan sosial terhadap pemuda-pemudi muslim.
Alih-alih bertanggung jawab penuh mengembalikan potensi para pemuda, pemerintah justru menyiapkan program pembangunan yang semakin memangkas potensi generasi muda. Program itu merupakan program dunia yang diserukan UN-Women yang dikenal dengan Full Participation Age (Abad Partisipasi Penuh). Ada dua prioritas utama dalam program itu yang harus ada dalam setiap program pembangunan suatu negara. Yaitu pemberdayaan ekonomi dan politik bagi perempuan. Di sisi lain, pemberdayaan itu memiliki konsekuensi untuk meninggalkan peran perempuan sebagai ibu bagi anak-anaknya maupun generasi bangsa ini. Sebab, keduanya tidak memberikan dampak ekonomi dan politik yang signifikan.
Akibatnya, kerusakan generasi pun menjadi sebuah keniscayaan Potensi strategis seharusnya tidak boleh dibajak atas nama program apapun yang berasal dari sistem kufur kapitalisme. Potensi tersebut akan terpancar kuat dan benar jika mereka dididik dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga. Ayah, ibu dan anak-anak mengikuti peran masing-masing sesuai ketetapan Allah.
Menurut Asma Amnina Anggota DPP MHTI, hanya sistem Khilafah yang mampu mewujudkan kesejahteraan perempuan dan generasi. Khilafah mampu menjaga urusan rakyat dan tidak akan menelantarkan rakyatnya.
“Khilafah menyediakan pendidikan karena kemampuan berfikirnya bukan karena kemampuan uangnya,” kata Asma.
Orasi para pembicara itu pun mendapat dukungan dari para peserta. Anna Dosen ITS yang juga hadir dalam konferensi ini mendukung penuh ajakan MHTI. Sebelumnya, ia sempat gelisah ketika belum bergabung dengan MHTI. Tapi kini, Hizbut Tahrir ia anggap sebagai wadah untuk melihat, menggali, berjuang demi Khilafah.
“Inilah kebenaran. Jangan ragu!” seru Anna yang langsung disambut pekikan takbir peserta.
Demikian pula dengan Dian. Siswi kelas X SMAN 2 Surabaya ini mengajak para remaja untuk tidak ragu berjuang demi Khilafah. Remaja muslim seharusnya hanya berpegang pada Islam. Narkoba, pornografi dan pergaulan bebas bukanlah hakikat remaja muslim.
Selain orasi, konferensi ini juga diwarnai dengan aksi teatrikal yang menggambarkan kondisi remaja saat ini. Adapula parade bendera dan juga penandatanganan deklarasi dukungan perjuangan Khilafah.
==========
Usai menggelar Konferensi Muslimah Jawa Timur 2012, dilanjutkan dengan aksi damai di Bunderan ITS Surabaya. Aksi ini bertujuan untuk memprotes terkait pembatalan sepihak oleh Rektorat ITS.
Sejatinya acara Konferensi Muslimah Jawa Timur digelar di Gedung Futsal Institus Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. ITS dianggap menjadi perguruan tinggi negeri terkemuka tempat lahirnya ahli teknologi muda dan pemimpin bangsa. Pilihan tempat ini bisa menjadi inspirasi sekaligus wahana refleksi bagi pelajar dan mahasiswa yang hadir.
Sayangnya, saat prosedur peminjaman tempat telah dipenuhi, pihak Rektorat ITS secara mendadak membatalkan izin 2 hari menjelang hari H pelaksanaan. Bahkan, pihak Rektorat tidak memberikan penjelasan yang memadai kepada panitia atas pembatalan tersebut.
“Aktifitas Hizbut Tahrir bukan kriminal. Sangat disayangkan kenapa sesama muslim justru menghambat dakwah,” ujar salah satu orator aksi.
Usman Humas HTI Jawa Timur mengatakan ITS merupakan institusi resmi dan bukanlah gerombolan resmi. Pembatalan yang hanya dilakukan H-2 tidaklah logis dan bukti arogansi ITS. Meski dihambat ITS, namun Allah yang memberikan pertolongan sehingga kegiatan konferensi tetap bisa digelar di tempat yang berbeda.
Sementara Nurul Izzati Anggota DPD MHTI Jawa Timur mengatakan pembatalan ini sebagai bentuk pendholiman dan upaya mencederai independensi dan netralitas yang seharusnya dimiliki kampus.
Kontribusi nyata bagi perbaikan bangsa yang diwujudkan MHTI dalam bentuk konferensi justru tidak mendapat dukungan dari pihak kampus sebagai pusat pergerakan generasi muda.
Aksi damai ini diikuti ratusan massa baik dari kalangan ikhwan maupun akhwat peserta konferensi dari berbagai daerah. []