Reaksi Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi tampak berang dengan pernyataan Ketua MK Mahfud MD soal pemberian grasi bagi terpidana kasus narkoba Meirika Franola atau Ola.
Itu dinilai sebagai bentuk kepanikan pihak Istana. Terlepas dari benar atau tidaknya ungkapan Mahfud, Istana seharusnya tidak perlu terlalu reaktif.
Demikian diungkapkan pakar psikologi politik UI Hamdi Moeloek saat ditemui di sela-sela diskusi buku berjudul Mari Bung Rebut Kembali; Pidato Inspirasi Sang Penggagas Restorasi di Tokoh Buku Gramedia, Matraman, Jakarta, Sabtu (10/11).
“Kelihatan sekali reaksi dari Pak Sudi sebagai bentuk kepanikan. Ini justru menjadi bumerang seakan-akan memberi pesan bahwa yang diungkap Pak Mahfud benar adanya,” ujar Moeloek.
Moeloek menjelaskan, Mahfud merupakan pimpinan sebuah lembaga negara yang sangat disegani karena kinerjanya yang membanggakan masyarakat.
Bagi dia, sosok Mahfud adalah sosok berintegritas dan sangat punya pengaruh, sehingga sulit dipahami bahwa yang dia katakan adalah sesuatu yang asal bicara tanpa kebenaran.
“Publik tahu sosok seorang Mahfud. Ia apa adanya, jujur, punya wibawa, dan berintegritas. Ia orang internal pemerintahan juga yang tahu isi perut di dalam pemerintahan itu sendiri. Pasti ada benarnya juga,” jelas Hamdi.
Ia mencontohkan, saat ia membeberkan ke publik kasus surat palsu MK yang menyeret nama mantan komisioner KPU Andi Nurpati.
“Di situlah kita tahu sosok seorang Mahfud. Ia tidak mungkin bicara sesuatu yang tidak ia ketahui secara jelas. Bahwa kasus ini mentok, itu karena di kepolisian. Tapi, tingkat kebenaran berdasarkan logika publik sudah terang-benderang. Jadi saya cukup yakin bahwa yang beliau sebut itu benar,” terangnya. (mediaindonesia.com, 11/11/2012)