Di Balik Mahalnya Harga Daging Sapi
Oleh Rofiah Susrini (Lajnah Mashlahiyah Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia)
Memasuki bulan November, para pedagang daging sapi di Jakarta dan sekitarnya dibuat bingung dengan menghilangnya pasokan barang dagangan mereka. Sentra-sentra penyediaan daging sapi sepi dari pemasok yang biasanya membawa berkwintal-kwintal daging sapi yang siap di pasarkan. Bahkan rumah-rumah potong hewan (RPH) saling berebut sapi untuk dipotong di rumah potong mereka. Sapi-sapi siap potong yang biasanya mudah didapat kini menghilang, kalaupun ada jumlahnya sangat terbatas dan harganya sangat mahal. Tak ayal lagi akibat kelangkaan pasokan daging sapi, maka harga daging sapi di pasaran yang biasanya berkisar di Rp 70 ribu-75 ribu per-kg melonjak drastis hingga Rp 100 ribu per-kg. Bahkan harga terus merangkak hingga di beberapa tempat menyentuh angka Rp 150 ribu per-kg. Sebagian pedagang terpaksa menutup lapak-lapak mereka sambil menunggu datangnya pasokan daging dengan harga yang ‘masuk akal’. Meroketnya harga daging sapi juga dialami oleh pedagang sapi di daerah-daerah. Di pasar besar Setono Bethek, Kota Kediri, Jawa Timur, hampir separuh jumlah pedagang daging sapi memilih libur berjualan demi menunggu stabilnya harga daging. Akibat stok daging sapi secara nasional kurang, harga daging sapi di kota Pontianak dan Kalbar naik. Harga daging sapi mencapai Rp94 ribu per kilogram (kg). Bahkan di Aceh harga daging sapi bisa sampai Rp100 ribu per kilonya. (Okezone.com 22/11/2012).
Rakyat Kecil Dirugikan
Pihak yang dirisaukan oleh mahalnya harga daging sapi bukan hanya para pedagang daging sapi. Puluhan ribu pedagang bakso harus memutar otak untuk menyiasati kelangkaan dan mahalnya harga daging sapi agar tetap bisa berjualan. Keuntungan yang sudah tipis menjadi semakin tipis, yang penting bisa tetap berjualan. Jumlah pedagang bakso ini tidak sedikit, di Jakarta saja ada sekitar 50 ribu pedagang bakso dengan keuntungan perhari yang sangat minim.
Dan bukan hanya itu saja, pengusaha kecil yang berjualan sup iga, soto daging, soto tetelan, kaki sapi, kikil dan sebagainya juga harus merasakan hal yang sama. Mereka harus mencari bahan baku di berbagai pasar dan saling berebut dengan pedagang lainnya. Jumlah merekapun tidak sedikit , mencapai ribuan pedagang yang mengadu nasib di Jakarta dengan modal terbatas dan keuntungan tak seberapa. Bayangkan jumlah para pedagang kecil ini bila dijumlahkan di seluruh daerah di Indonesia. Tentunya jumlahnya sangat besar. Dan urusan dapur mereka terancam oleh masalah ini. (republika, 23/11/2012).
Pihak lain yang dirugikan tentunya adalah masyarakat para konsumen masakan olahan daging sapi. Meski tentunya bisa berpindah ke makanan lain, tapi tetap saja mereka menjadi pihak yang dirugikan oleh masalah ini. Karena kebutuhan akan protein daging sapi kini juga sudah menjadi bagian dari kebutuhan masyarakat menengah di Indonesia, meski tidak harus tiap minggu mereka menikmatinya.
Saling Tuding Penyebab kelangkaan Daging sapi
Banyak pihak yang menilai bahwa kenaikan harga daging sapi yang terjadi sudah diluar kewajaran dan tidak ada kaitannya dengan aktifitas penawaran dan permintaan pasar. Hal ini bisa dilihat dari fakta bahwa harga sapi hidup tidak mengalami lonjakan yang berarti tetapi mengapa harga daging sapi melonjak begitu tinggi. Pedagang sapi menuding para pengusaha sengaja menyimpan cadangan sapi hidup mereka hingga terjadi kelangkaan dan meroketnya harga daging sapi.
Sementara para pengusaha khususnya para importir sapi menuding hal ini terjadi karena kebijakan pemerintah yang menurunkan jumlah kuota impor daging sapi secara drastis, sementara peternak lokal belum mampu meng antisipasi permintaan pasar. Hal ini terkait dengan kebijakan Kementerian Pertanian yang menurunkan jumlah impor sapi dari 100 ribu ton pada tahun 2011 menjadi 34 ribu ton saja pada tahun 2012. Bahkan tahun 2013 impor daging sapi akan diturunkan hingga 14 ribu ton saja. Kebijakan ini dilakukan dalam rangka upaya mewujudkan swasembada daging pada tahun 2014 mendatang. Karena itulah, pihak importir meminta pemerintah untuk kembali membuka kran impor sapi untuk mengantisipasi kelangkaan pasar. (Tempo.co 12/11/2012).
Pihak Kementrian Pertanian menolak bahwa pihaknya menjadi penyebab langsung kelangkaan daging sapi di pasar-pasar. Pengurangan kuota impor menurut mereka sudah melalui perhitungan yang matang terkait jumlah stok sapi yang ada di tanah air. . Stok sapi di feedloter di Jabodetabek masih tersedia sebanyak 130 ribu ekor sapi. Jumlah tersebut terdiri dari sapi lokal sebanyak 38 ribu ekor dan sapi eks-impor sebanyak 92 ribu ekor. Pasokan juga diprediksi akan berangsur normal karena pada November dan Desember akan masuk 15 ribu ekor sisa impor kuartal empat. Dengan demikian dari segi jumlah ketersediaan, stok jumlah sapi tercukupi. Menurut pihak Kementan,lonjakan harga daging sapi bukan disebabkan oleh pemangkasan kuota impor, tetapi lebih pada persoalan infrastruktur logistik pengangkutan sapi dari sentra produksi ke daerah konsumen seperti DKI Jakarta dan Jawa Barat, dan Banten. (Tempo.co, 17/11/2012).
Sementara itu, Pengamat pertanian dan peternakan dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Khudori, menduga kelangkaan pasokan serta naiknya harga daging sapi disebabkan oleh permainan para importir. Sebab, sejak pemerintah memangkas kuota impor daging sapi, merekalah yang paling dirugikan. pemangkasan kuota impor dalam jumlah yang luar biasa besar, dari 100 ribu ton daging sapi di 2011 menjadi 34 ribu ton sapi di 2012, telah menguras rezeki para importir tersebut. Dengan demikian, tak menutup kemungkinan para importir dengan sengaja membuat kelangkaan pasokan. Dugaan ini bukannya tak beralasan. Pasalnya, menurut dia, data stok daging sapi di Kementerian Pertanian, pasokan daging sapi sudah cukup dan aman. Selain itu, jika harga daging sapi melonjak naik pun, Khudori tidak melihat adanya satu fenomena ekonomi yang bisa menyebabkan kenaikan sedemikian tinggi dan tidak wajar. Kebijakan pemangkasan daging sapi impor ini, Khudori melanjutkan, juga merugikan negara-negara yang menjadikan Indonesia sebagai outlet daging sapi mereka, seperti Australia. “Saya rasa mereka tak akan tinggal diam karena tentunya ini juga akan merugikan mereka,” katanya.(Tempo.co 19/11/2012).
Ketersediaan Pangan: Tanggung Jawab Penguasa
Bila dicermati, kelangkaan pasokan daging sapi di pasaran bisa disebabkan oleh dua hal, pertama dugaan adanya permainan harga yang dilakukan oleh para importir daging sapi sebagai pihak yang dirugikan oleh kebijakan pemerintah yang menurunkan bahkan akan menutup kran impor sapi terkait program swasembada daging. Kedua adalah kelalaian pemerintah yang tidak mampu melayani masyarakat dengan menyediakan kebutuhan daging sapi yang cukup dan terjangkau. Pihak pemerintah sendiri bahkan mengakui bahwa kelangkaan daging sapi di pasar akibat terhambatnya proses distribusi sapi dari sentra-sentra produksi ke sentra konsumen. Bahkan, jika saja permainan harga daging di pasar terbukti dilakukan pula oleh pihak importir maka pemerintah tetap dianggap lalai karena tidak mampu mengantisipasi perbuatan curang para importir yang menyebabkan kelangkaan pasokan daging bagi masyarakat.
Islam memandang bahwa tugas penguasa adalah melayani urusan rakyat, sebagimana hadits Rasulullah SAW: Setiap pemimpin , “Sesungguhnya seorang penguasa adalah pengurus (urusan rakyatnya), dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya”. (HR. Muslim dan Ahmad). Penyediaan pangan bagi rakyat yang cukup dan terjangkau adalah salah satu tanggung jawab penguasa. Penguasa harus menjamin ketersediaan dan keterjangkauan kebutuhan pangan tiap individu masyarakat khususnya terkait makanan pokok yang layak dikonsumsi. Pemerintah juga wajib menjamin ketersediaan dan keterjangkauan bahan pangan lainnya bagi masyarakat yang mampu untuk memenuhi kebutuhan jenis pangan lainnya termasuk dalam kasus ini pangan berupa daging sapi yang memang dibutuhkan oleh rakyat.
Ketersediaan pangan adalah tersedianya stok pangan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Hal ini terkait dengan aktifitas produksi. Kemandirian dalam memproduksi sendiri hasil pangan adalah hal yang penting, meskipun impor tidak menjadi hal yang diharamkan jika memang diperlukan dan tidak membahayakan kedaulatan negara. Upaya menuju swasembada daging sebagaimana yang dilakukan pemerintah adalah langkah yang baik. Hanya saja upaya ini sudah selayaknya dilakukan dengan membina para peternak lokal dengan melakukan pemberdayaan baik dari sisi permodalan maupun pembinaan dalam intensifikasi produksi. Bukan dengan mengundang korporat asing untuk menanamkan investasinya di dalam negeri seperti yang dilakukan oleh Menteri Perdagangan Gita wiryawan yang mengundang pengusaha asing untuk berinvestasi ternak sapi di Indonesia. Padahal menurut data Kementerian Pertanian, Indonesia mampu swasembada daging sapi tahun 2014 tanpa perlu adanya investasi asing. Keberadaan investor asing justru akan semakin meningkatkan cengkeraman korporat asing di Indonesia (detikfinance, 21/03/2012)
Adapun keterjangkauan pangan adalah terdistribusinya pangan di seluruh wilayah dan dengan tingkat harga yang wajar. Hal ini erat kaitannya dengan distribusi dan keseimbangan supply dan demand. Untuk itu pembangunan infrastruktur jalan dan transportasi menjadi suatu keniscayaan. Begitu pula penyebaran informasi pasar dan informasi produksi juga harus dikelola dengan baik oleh negara dan dibuka aksesnya untuk semua. Pengaturan stok dan supply bisa dilakukan dengan mendistribusikan produk dari daerah-daerah sentra produksi atau yang surplus ke daerah-daerah lain yang kurang.
Terkait masalah distribusi ternak sapi maka sudah selayaknya pemerintah menyiapkan jenis alat transportasi yang memadai sehingga tidak terjadi kendala tidak meratanya stok daging di tiap daerah. Selain itu perlu ada badan negara yang berfungsi sebagai penyeimbang supply dan deman, khususnya untuk produk-produk pangan pokok dan pangan utama. Kebijakan pengendalian harga dilakukan dengan mengendalikan supply dan demand berdasarkan menakisme pasar, sebab Islam melarang kebijakan pematokan harga sebagaimana hadits rasulullah yang diceritakan oleh Anas ra: “Harga meroket pada masa Rasulullah saw lalu mereka (para sahabat) berkata: “ya Rasulullah patoklah harga untuk kami”. Maka Beliau bersabda: “sesungguhnya Allahlah yang Maha Menentukan Harga, Maha Menggenggam, Maha Melapangkan dan Maha Pemberi Rezki dan aku sungguh ingin menjumpai Allah dan tidak ada seorang pun dari kalian yang menuntutku karena kezaliman dalam hal darah dan harta”. (HR at-Tirmidzi, Ibn Majah, Abu Dawud, ad-Darimi, Ahmad)
Selain itu, negara juga harus melarang asosiasi pengusaha, importir, produsen atau pedagang melakukan kesepakatan, kolusi atau persekongkolan untuk mengatur dan mengendalikan harga misalnya dengan menahan stok maupun membuat kesepakatan harga jual minimal sebagaimana yang diduga dilakukan oleh para importir daging sapi saat ini. Hal itu berdasarkan sabda Rasul saw: “Siapa saja yang turut campur (melakukan intervensi) dari harga-harga kaum Muslimin untuk menaikkan harga atas mereka, maka adalah hak bagi Allah untuk mendudukkannya dengan tempat duduk dari api pada Hari Kiamat kelak” (HR Ahmad, al-Baihaqi, ath-Thabarani) (An Nabhani. T., An-Nizhomul Iqtishody fil Islam).
Demikianlah, Islam telah mengatur tata cara ketersediaan dan keterjangkauan pangan dengan jelas. Baik itu bahan makanan pokok maupun bahan makanan utama lainnya termasuk didalamnya daging sapi. Islam telah menempatkan penguasa sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam mengurusi urusan rakyatnya. Namun penguasa yang dimaksud adalah penguasa yang menetapkan Islam secara kaaffah sebagai ideologi dari sistem pemerintahannya. Sistem ini akan mampu menjembatani terjalinnya kerjasama yang baik antar sektor dalam tiap struktur pemerintahan sehingga terwujudlah kesejahteraan bagi rakyatnya. Dan system pemerintahan ini adalah sistem pemerintahan Khilafah Islamiyyah ’ala minhajin nubuwwah. Wallahu a’lam bishawab.[]