Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev mengatakan bahwa dukungan Prancis untuk koalisi oposisi Suriah “benar-benar tidak dapat diterima berdasarkan kaca mata hukum internasional”. Namun sebaliknya ia mengatakan bahwa negaranya yang mendukung Suriah dengan senjata adalah dalam konteks kerjasama militer yang sah, seperti halnya PBB yang belum menjatuhkan sanksi atas pengiriman senjata ke Suriah.
Medvedev—yang tiba di Paris, Senin malam, dalam sebuah wawancara dengan kantor berita AFP dan surat kabar Le Figaro—mengatakan bahwa keputusan Paris yang mengakui koalisi “sebagai wakil sah satu-satunya rakyat Suriah” dan menyeru untuk mencabut larangan pengiriman senjata kepada kelompok oposisi rezim Presiden Suriah Basyar al-Assad adalah keputusan “yang memicu kecaman”.
*** *** ***
Pernyataan Medvedev ini menunjukkan episode lain dari eposide konspirasi Barat terhadap Syam dan revolusi Islamnya yang diberkati dengan keterlibatan Rusia yang didorong kebencian. Mengingat, Barat yang menutup matanya atas dukungan militer langsung dari Rusia terhadap rezim Assad yang biadab. Begitu juga tentang pengiriman senjata Iran dan keberadaan geng milisi Iran di tanah Syam yang diberkati, belum lagi gerilyawan Hizbullah yang pemimpinnya memilih untuk melemparkan mereka di tengah-tengah pertempuran yang membuatnya kalah, di mana di dalamnya terdapat kekuatan jahat untuk melawan revolusi Syam. Tentu saja, tidak melupakan peran Mesir yang membuka wilayah perairannya guna pengiriman senjata perang, serta wilayah udara Irak, geng-geng faksi, dan lain-lainnya yang telah memilih peran berpartisipasi aktif dalam pertempuran untuk membela Assad dan rezimnya yang telah sekarat.
Pada saat yang sama, kekuatan internasional dan lokal telah mencengkeram sumber-sumber senjata, kemudian mereka memblokir akses senjata untuk kelompok revolusi Syam, bahkan senjata sederhana sekalipun, kecuali sejauh yang melayani kepentingan Barat, dengan syarat kelompok revolusi meninggalkan revolusi Islamnya yang mendarah daging. Namun keteguhan kelompok revolusi dan para pasukan mujahid terhada al-hak (kebenaran Islam), dan hanya memohon kemenangan dari Allah semata, mereka tampak bahagia dengan senjata yang dimiliki, dan rampasan perang dari sisa-sisa tentara reguler, ternyata itu tidak hanya cukup untuk membela diri mereka sendiri, bahkan lebih dan lebih dari itu. Semua itu tidak lain karena karunia dan ridha Allah SWT.
Adapun klaim bahwa dukungan senjata untuk Suriah dilakukan dalam konteks kerjasama yang legal! Maka ini adalah legitimasi internasional, hukum rimba yang liar, yang melayani negara-negara kolonial, terutama Amerika Serikat sang raja penjahat, yang membuat aturan hukum yang tidak adil untuk mencapai dominasinya, dan sebaliknya menghalangi setiap keputusan yang merugikan mereka dan kepentingan mereka. Amerika Serikat sudah sering kali menunjukkan sikap diam dan ridha dengan apa yang dilakukan Rusia yang terang-terangan mengirim senjata ke Suriah, namun mereka akan binasa bersama legitimasinya. Dan ini adalah yang terburuk dalam sejarah hukum dan peraturan yang dikenal manusia.
Adapun Koalisi Suriah dan pengakuan Prancis, tidak ada bedanya dari sejarah kolonial Prancis di Suriah, dan racun kebenciannya terhadap Islam dan kaum Muslim. Prancis telah membunuh jutaan syuhada’ di Aljazair. Ia juga berpartisipasi dalam penghapusan negara kaum Muslim (Khilafah), dan berbagi penginggalan negara Islam dengan Inggris. Prancis dan Inggris adalah negara yang mengkapling negeri-negeri Islam melalui perjanjian busuk pada tahun 1916, yang dikenal Sykes-Picot (Francois Georges Picot, seorang diplomat Prancis), dan perjanjian ini mendapatkan ratifikasi dari Kekaisaran Rusia pada waktu itu. Sementara ia (yakni Prancis) hari ini ingin tampil suci dan bersih hanya menutupi wajahnya dengan sepotong kain, setelah sebelumnya ia mengotori kebebasannya yang busuk. Untuk itu, ia mengakui Koalisi Suriah, yang pada kenyataannya ia hanya puas dengan tujuan menipu yang dilakukan Koalisi ini untuk memalingkan revolusi, dan mengendalikan revolusi untuk kepentingan Barat, khususnya Amerika, di mana Prancis berpartisipasi dalam permusuhan terhadap Islam dan revolusi di Suriah.
Sungguh Rusia sudah begitu dalam permusuhannya terhadap umat Islam dan dakwah Islam, sehingga Rusia bersikap sangat kejam dan diktator, namun ia akan mendapatkan perhitungan yang sulit ketika berdirinya Khilafah—insya Allah—dalam waktu dekat.
Allah SWT berfirman: “Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali.” (TQS. Asy-Syua’ara’ [26] : 227).
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 30/11/2012.