HTI Press, Bogor. Ketua Lajnah Tsaqofiyah DPD 2 HTI Kota Bogor menyatakan di hadapan komisi D DPRD Kota Bogor bahwa akar masalah ketenagakerjaan adalah berpangkal dari upaya pemenuhan kebutuhan hidup pokok yang dilakukan setiap orang, terjadinya kelangkaan lapangan pekerjaan dan terjunnya wanita dan anak-anak ke dunia ketenagakerjaan. “Para pekerja menuntut tatkala pendapatannya tidak mencukupi kebutuhan pokoknya,” tegas Abdul Qadir tatkala memimpin delegasi DPD II HTI Kota Bogor menyampaikan aspirasi dan sharing pendapat mengenai ketenagakerjaan dan solusi tuntasnya dalam perspektif Islam.
Delegasi DPD II HTI Kota Bogor yang disertai pula delegasi Muslimah HTI Kota Bogor, disambut oleh Ketua Komisi D DPRD Kota Bogor Bapak Ferro Sopacua beserta jajarannya yang terdiri dari Bapak H. Atmaja, SE. (Golkar), Bapak Agus Sulaksana, SIP. (Demokrat) dan Bapak Ir. Budi Sulistio (Demokrat) pada hari kamis [6/12/12] di DPRD Kota Bogor.
Menurut Abdul Qodir Islam telah menjelaskan tentang solusi permasalahan ketenagakerjaan antara lain Negara wajib menerapkan politik ekonomi Islam yang mampu mewujudkan pemenuhan setiap kebutuhan hidup pokok setiap masyarakatnya. “Negara berkewajiban memenuhi kebutuhan pokok individu per individu masyarakat, seprti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan, bukan per kapita,” terang Abdul Qadir.
Selain itu, kesejahteraan bukan diukur dari rata-rata kebutuhan hidup rakyat secara kumulatif. Oleh karenanya, menurut Abdul Qadir aspek distribusi menjadi penting untuk terwujud dengan benar dan optimal. Masalah kontrak kerja hendaknya juga harus saling menguntungkan antara pengusaha dan pekerja. “Seharusnya antara pengusaha dan pekerja sifatnya kemitraan. Bukan antara si kuat dan si lemah,” jelas Abdul Qadir. Oleh karenanya untuk mencegah tindak kedzoliman maka Negara / Pemerintah wajib mencegah tindak kezaliman yang terjadi dari pengusaha kepada pekerja dan sebaliknya.
Ferro Sopacua selaku Pimpinan Komisi D DPRD Kota Bogor menanggapi paparan tersebut dengan menyampaikan rasa terima kasih karena HTI telah konsen terhadap permasalahan perburuhan. Ferro menyatakan bahwa angka UMP yang telah ditetapkan Provinsi Jawa Barat merupakan angka fantastis yaitu Rp 2,02 juta. “Angka tersebut melebihi harapan tenaga kerja di Kota Bogor yang awalnya berada pada angka 1,6 juta sampai 1,7 juta rupiah,” tegasnya.
Ditambah lagi, permasalahan yang ada adalah 90% perusahaan di Jawa Barat berskala mikro dan kecil. Oleh karenanya tentu sulit bagi UKM untuk memenuhi gaji karyawannya dengan UMP baru tersebut. “Pemerintah Provinsi terlalu gegabah memutuskan UMP, terkesan dipaksakan,” tegas Ferro Sopacua.
Lanjut Ferro, saat ini DPRD sedang berpikir agar UKM tidak gulung tikar dan berharap para investor tidak pergi, karena akan memunculkan persoalan yang baru, salah satunya rasionalisasi jumlah pekerja. DPRD Kota Bogor sedang memperjuangkan untuk terwujudnya ketetapan Program Wajar 12 Tahun, sehingga di tahun 2013 akan ada SMA Gratis, di samping itu akan digulirkan pula Beasiswa Siswa Miskin (BSM) yang mencakup biaya sekolah, uang jajan dan ongkos/transport. Untuk program Kesehatan, DPRD Kota Bogor telah menetapkan regulasi bagi Kota Bogor untuk mendirikan Rumah Sakit Umum Daerah yang harus direalisasikan paling lambat tahun 2015. “Solusi yang ditawarkan Islam merupakan solusi tepat menyelesaikan permasalahan tenaga kerja,” aku Ferro.
Dengan nada yang sama Budi Sulistio menyatakan apa yang disampaikan cukup baik dan ideal yang bisa diterapkan dalam pelaksanaan operasional pemerintahan.
Hal ini dipertegas oleh salah satu perwakilan Muslimah HTI Kota Bogor, bahwa memang hanya Islam yang mampu menyelesaikan permasalahan perburuhan ini. Islam yang akan memposisikan para pekerja, terutama para ibu sebagai manusia bukan sebagai faktor produksi. “Hendaknya dapat disolusikan bahwa jam kerja malam bagi para wanita tidak boleh diberlakukan lagi. Bahkan lebih jauh, para wanita hendaknya bisa dikembalikan kepada fitrahnya sebagai seorang ibu yang memiliki amanah besar dalam mendidik anak-anaknya sehingga menjadi generasi berprestasi dan bertaqwa,” jelas perwakilan dari MHTI. Hal tersebut tidak akan tercapai jika para wanita sibuk dengan pekerjaannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Abdul Qodir kembali menjelaskan bahwa sumber permasalahan ekonomi saat ini adalah karena tidak adanya kejelasan dalam pengelolaan kepemilikan pribadi, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. “Tidak sedikit kepemilikan umum yang dikelola oleh pribadi, kelompok bahkan oleh pengusaha asing. Indonesia tentunya akan menjadi negara maju jika mampu mengelola Sumber Daya Alam yang dimilikinya secara mandiri tanpa ada ketergantungan kepada investor,” jelasnya.
Di samping itu, permasalahan ketenagakerjaan muncul akibat undang-undang dan peraturan yang berlaku merupakan peraturan yang bernafaskan kapitalisme. Sehingga muncul kebebasan sikap dari para pengusaha dan para pekerja. Dengan kebebasan ini, seorang pengusaha yang senantiasa berorientasi keuntungan dianggap sah mengeksploitasi tenaga buruh. Dengan kebebasan ini pula, kaum buruh diberi ruang kebebasan mengekspresikan tuntutannya akan peningkatan kesejahteraan dengan memanfaatkan serikat pekerja, melakukan sejumlah intimidasi bahkan tindakan anarkis.
“Tentu, menjadi pilihan sikap yang sangat jitu, untuk memilih dan menetapkan Syari’at Islam sebagai acuan dalam menetapkan setiap aturan dan perundangan guna menata pengelolaan ketenagakerjaan, hubungan industrial, dan proses pengawasan Pemerintah terhadap pelaksanaannya,” pungkas Abdul Qadir. []