Oleh Adnan Khan
Apa yang menyebabkan krisis terbaru di Mesir?
Muhammad Mursi, Presiden Mesir sejak Juni 2012 mengeluarkan dekrit presiden pada tanggal 22 November 2012 yang membatasi kekuasaan kehakiman karena keputusan presiden adalah “final dan tidak bisa ditolak oleh individu atau badan manapun hingga selesainya ratifikasi konstitusi baru dan terpilihnya parlemen baru. ” Hal ini menyebabkan konflik menegangkan antara pihak oposisi sekuler yang kalah pada pemilu lalu. Penggantian jaksa penuntut umum, Abdel Maguid Mahmoud, banyak dikritik karena dia gagal menjatuhkan hukuman penjara lebih berat terhadap mantan Presiden Hosni Mubarak dan rekan-rekannya, hingga mengakibatkan sebagian besar personil peradilan melakukan mogok sebagai protes. Hal ini terjadi saat para personel peradilan mengawasi pemungutan suara di TPS-TPS, sehingga menjadikan referendum mengenai konstitusi oleh Mursi pada tanggal 15 Desember dalam bahaya
Terjadi bentrokan di jalan-jalan Kairo, termasuk dilakukannya penggeledahan atas markas-markas Ikhwanul Muslimin dan pengepungan istana presiden. Pemilihan parlemen pada bulan Juni 2012 menyebabkan 75% kursi dikuasai Ikhwanul Muslimin (IM) dan partai Salafi, An-Nour. Partai-partai sekuler gagal total. Protes saat ini dipimpin oleh kelompok-kelompok sekuler yang kalah dalam pemilihan parlemen awal. Kelompok-kelompok ini memiliki sedikit dukungan meskipun mereka mampu memanfaatkan media sosial dengan sangat baik, dan kini mereka telah memanfaatkan dekrit yang dikeluarkan Mursi untuk turun ke jalan. Mereka telah berusaha untuk mendapatkan konsesi dari Mursi.
Peran apa yang dimiliki oleh konstitusi baru dalam krisis ini?
Mursi menang dan menjadi kepala negara mengalahkan konstitusi dan sistim era Mubarak. Sejak itu, dia telah berusaha untuk mengkonsolidasikan posisinya dan memperkenalkan sebuah konstitusi baru telah menjadi bagian dari upayanya. Namun dia menghadapi penentangan atas sesuatu yang tampaknya memberi kekuasaan kepada Presiden. Pengadilan membubarkan parlemen atas alasan teknis dan kemudian melarang majelis konstituante yang bertugas menulis konstitusi. Krisis konstitusi saat ini telah memberi semangat terhadap lawan-lawan Mursi yang melihat kesempatan untuk melemahkannya dan mendapatkan konsesi dengan meruntuhkan kekuasaannya.
Seberapa besar pengaruh yang dimiliki oleh peradilan?
Peradilan dan Mursi telah berselisih sejak dia menjadi Presiden. Sebelum menjadi Presiden, Partai Pembebasan dan Keadilan (FJP), yang merupakan sayap dari Ikhwanul Muslimin memenangkan setengah kursi parlemen. Pengadilan Adminstrasi Mahkamah Agung, yang dipenuhi oleh hakim-hakim dari era Mubarak, dikenal banyak mengeluarkan keputusan-keputusan gadungan. Apa yang menyemangati para hakim era Mubarak itu adalah dukungan dari diamnya tentara tapi secara implisit mendukung sikap para hakim itu. Dengan terjadinya penentangan peradilan terhadap eksekutif yang berkuasa, hal ini menjadikannya relevan atas perubahan peta politik Mesir.
Bagaimana sikap tentara sejauh ini?
Campur tangannya tentara dalam jalannya pemerintahan memperlemah presiden. Sejak penggulingan Mubarak, tentara telah memastikan jalannya negara sehari-hari untuk tetap berada di tangan pemerintah, namun tetap memegang kendali kebijakan luar negeri di tangannya sendiri. Pihak militer tetap mengambil jarak dan menahan diri untuk membantu Mursi. Bahkan saat demonstrasi berubah menjadi tindak kekerasan, tentara hanya bertindak sedikit dan hanya mengatakan mereka ada di sisi rakyat. Dengan demikian tentara berkontribusi dalam melemahkan Mursi dengan hanya bersiap siaga ketika istana kepresidenan dan markas-markas Ikhwanul Muslimin diserang.
Akankah Mohammad Mursi bertahan dari krisis ini?
Pada tanggal 10 Desember 2012, saat Muhammad Mursi menduduki kekuasaannya dia mengeluarkan dekrit presiden sebagai sebuah konsesi untuk pihak oposisi. Referendum konstitusi masih dijadwalkan untuk dilakukan di masa datang dan jika memang terjadi Mursi tampaknya akan mengamankan suara yang cukup untuk membuat konstitusi baru. Sementara liputan media global telah memberikan cakupan yang lebih besar atas pihak oposisi, Muhammad Mursi memiliki dukungan luas di dalam negeri terbukti dengan lebih banyaknya orang yang turun ke jalan untuk mendukung Ikhwanul Muslimin daripada yang mendukung kaum sekuler, dan kelompok oposisi pada umumnya.
Apa yang sebenarnya diinginkan pihak oposisi?
Front Keselamatan Nasional, koalisi oposisi utama telah menyatakan bahwa mereka memprotes upaya Mursi untuk memberikan dirinya kekuasaan sebagaimana yang dimiliki oleh Mubarak. Mereka turun ke jalan dan terus menekankan seruan mereka untuk melawan Mursi dan konstitusi versinya, dengan menekankan penentangan mereka terhadap beberapa aspek syariah dalam konstitusi baru itu. Mursi mengundang pihak oposisi untuk ikut dalam diskusi pada tanggal 7 Desember 2012 yang mereka tolak. Saat Mursi menyerah dan membatalkan dekritnya, anehnya para pemimpin kelompok oposisi, lalu mengutuk Mursi karena melakukan apa yang mereka tuntut, dengan mengatakan bahwa hal itu tidak dapat diterima, dan menyerukan protes lebih besar lagi. Para pemimpin oposisi mengatakan bahwa pembatalan dekrit tersebut adalah trik sebagai upaya untuk mengalihkan perhatian dari “tujuan yang sesungguhnya,” dan mengatakan perlunya masyarakat untuk terus memprotes kepada “presiden yang mengabaikan rakyatnya.” Pada kenyataannya, pihak oposisi yang gagal total dalam pemilu bekerja untuk melemahkan kekuasaan presiden dan ingin berkuasa. (RZ:Sumber : www.khilafah.com, Rabu, 12 Desember, 2012 )
Demokrasi memang tak akan pernah menjadi jalan shahih merubah ke sistem Islam. Sudah menguasai 75% kursis saja, secara logika nalar, mudah saja untuk mengubah sistem politik sekuler menjadi Khilafah Islam dengan Syariahnya (andai memang cita-cita itu ada, dan menjadi visi tujuan gerakan), karena kekuasaan sdh di tangan. Nyatanya teori, logika, nalar “masuk sistem, ubah menjadi Islam” hanya ilusi kosong. Nah apatah lagi gerakan yg merangkak-rangkak meraih 5, 10, 15% utk duduk di sistem eksis. Mau apalagi mereka ??? Demokrasi memang bukan jalan Islam, dan tak akan pernah terjadi.