Siapa penguasa minyak dan gas (migas) di Indonesia? Pemerintah Indonesia ataukah perusahaan asing? Jika pertanyaan tersebut ditujukan kepada Asosiasi Perminyakan Indonesia (API), maka jawabnya adalah Pemerintah Indonesia-lah yang mendominasi migas.
Bahkan menurut Presiden API Elisabeth Proust, industri migas telah memberi kontribusi signifikan ke Indonesia. Di antaranya, menghasilkan lebih dari 25 persen total pendapatan pemerintah, yakni sekitar 35 milyar dollar AS berupa pembayaran pajak dan royalti pada tahun 2011. “Yang terjadi saat ini adalah ada salah persepsi publik bahwa industri migas (minyak dan gas) didominasi perusahaan asing,” katanya mengelak.
Selain itu, Elisabeth beralasan, industri migas juga memberi kontribusi hingga 7 persen dari pendapatan domestik bruto. Bahkan menyediakan lapangan kerja bagi lebih dari 30.000 pekerja langsung serta lebih dari 300.000 pekerja tidak langsung. ”Industri migas juga membelanjakan ratusan juta dolar AS per tahun untuk peralatan dan jasa serta mengembangkan infrastruktur utama untuk konsumsi energi domestik,” ujarnya.
Elisabeth boleh saja berargumen membela kepentingan asing. Namun jika melihat fakta, data menyebutkan justru hampir 74 persen kegiatan usaha hulu atau pengeboran minyak dan gas (migas) di Indonesia dikuasai perusahaan asing. Perusahaan nasional cuma menguasai 22 persen dan sisanya konsorsium asing dan lokal.
Sementara untuk kegiatan hilir migas perusahaan nasional masih dominan dengan penguasaan sebesar 98 persen. Adapun perusahaan asing menguasai sisanya. Ini wajar karena memang SPBU di Indonesia masih dikuasai Pertamina.
Di Indonesia ada 60 kontraktor Migas yang terkategori ke dalam tiga kelompok. Pertama, Super Major yang terdiri dari ExxonMobile, Total Fina Elf, BP Amoco Arco, dan Texaco yang menguasai cadangan minyak 70 persen dan gas 80 persen Indonesia. Kedua, Major (Conoco, Repsol, Unocal, Santa Fe, Gulf, Premier, Lasmo, Inpex dan Japex yang menguasai cadangan minyak 18 persen dan gas 15 persen). Ketiga, perusahaan independen (menguasai cadangan minyak 12 persen dan gas 5 persen).
Dengan data tersebut, terbukti bahwa perusahaan multinasional-lah yang menguasai migas di Indonesia. Karena itu jangan heran, jika negeri dengan sumber daya alam migas yang berlimpah ruah, justru meradang saat harga migas di pasar internasional melonjak.
Anggaran Pendapat dan Belanja Negara (APBN) yang berpatokan dengan harga minyak dunia ikut tergoncang. Karena itu setiap harga minyak dunia naik, selalu ada pemikiran untuk menaikkan harga BBM subsidi. Alasannya, karena beban subsidi di APBN terlalu berat. Semua itu karena migas yang ada di Indonesia ‘mengalir’ ke luar negeri.
Padahal di Indonesia terdapat sekitar 60 cekungan minyak dan gas bumi. Dari jumlah tersebut baru sekitar 38 yang telah dieksplorasi. Dalam cekungan tersebut terdapat sumberdaya sebanyak 77 miliar barel minyak dan 332 triliun kaki kubik (TCF) gas.
Potensi cadangannya sebanyak 9,67 miliar barel minyak dan 156,92 TCF gas. Semua itu baru dieksplorasi hingga tahun 2000 sebesar 0,46 miliar barel minyak dan 2,6 triliun TCF gas. Karena itu, jika menilik angka volume dan kapasitas BBM, sebenarnya Indonesia mampu mencukupi kebutuhan rakyat di dalam negeri.
Liberalisasi migas di Indonesia juga tidak lepas dari keberadaan Undang-undang (UU) 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Dalam UU tersebut, pemerintah justru melepas tanggung jawab dalam pengelolaan migas. Terlihat dari beberapa klausul dalam Pasal UU tersebut. Misalnya, pemerintah membuka peluang pengelolaan migas dan privatisasi perusahaan migas nasional.
Selain itu, pemerintah juga memberikan kewenangan kepada perusahaan asing maupun domestik untuk mengeksplorasi dan eksploitasi minyak. Lebih parahnya lagi, pemerintah membiarkan perusahaan asing dan domestik menetapkan harga sendiri. Sangat jelas bahwa UU tersebut sangat liberal. (mediaumat.com, 24/12)
Tabel. Perusahaan Migas di Indonesia
No | Nama Perusahaan | Blok | Kontrak akhir | ||
1 | Operator Expan Nusantara | Kampar Block | 5 Juli 2013 | ||
2 | Expan Nusantara | Sumatra Selatan Extension | 5 Juli 2013 | ||
3 | Chevron Pacific Indonesia | Siak | 28 Nopember 2013 | ||
4 | Intermega Sabaku | Salawati (A and D Salawati | 9 Januari 2015 | ||
5 | JOB Pertamina-Costa Intl Group | Gebang | 29 Nopember 2015 | ||
6 | ConocoPhillips Indonesia | Corridor | 7 September 2016 | ||
7 | Total E&P Indonesie | Mahakam | 30 Maret 2017 | ||
8 | Chevron Indoneisa Company | Attaka | 31 Maret 2017 | ||
9 | ExxonMobil Oil Indonesia | “B” Block | 1 Agustus 2017 | ||
10 | PetroChina | Kepala Burung | 15 Oktober 2016 | ||
11 | JOB Pertamina-PetroChina | Tuban, Jawa Timur | 28 Februari 2018 | ||
12 | JOB Pertamina-Talisman | Ogan Komering | 28 Februari 2018 | ||
13 | PetroChina | Tuban | 28 Februari 2018 | ||
14 | VICO Indonesia | Sanga-sanga | 7 Agustus 2018 | ||
15 | CNOOC SES | South East Sumatera | 6 September 2018 | ||
16 | Maxus South East Sumatera BV, | South East Sumatera | 6 September 2018; | ||
17 | Mobil Exploration Indonesia | NSO and NSO Extension Block | 16 September 2018 | ||
18 | ConocoPhillips Indonesia | South Natuna Sea Block “B | 16 Oktober 2018 | ||
19 | Chevron Indonesia Company | Pasir Barat | 25 Oktober 2018 | ||
20 | Putra Kencana Diski Petroleum | Blok (Diski), | 16 Nopember 2018 | ||
21 | Intermega Sabaku Linda | A, B, C/G and Sele | 1-Mai 2019 | ||
22 | JOB Pertamina-Golden Spike Indonesia | Raja Block | 6 Juli 2019 | ||
23 | Kalrez Petroleum | Renewal-Bula Block, Seram | 31 Oktober 2019 | ||
24 | JOB Pertamina-PetroChina | Salawati | 23 April 2020 | ||
25 | Lapindo | Brantas | 23 April 2020 | ||
26 | Kondur Petroleum SA | Malacca Strait Block | 4 Agustus 2020 |