Oleh Adnan Khan
Saat pergolakan di Timur Tengah yang dikenal dengan “Arab Spring” mendekati ulang tahunnya yang kedua, banyak diskusi yang membicarakan sampai manakah Revolusi Arab itu setelah terjadinya penggulingan terhadap sejumlah penguasa dan munculnya sejumlah partai politik ke tampuk kekuasaan yang telah lama mendukung Islam. Sementara rezim-rezim baru itu masih belum stabil, ada sejumlah negara di mana pemberontakan rakyatnya gagal menggulingkan rezim dan dalam beberapa kasus ada sedikit demonstrasi atau bahkan tidak ada sama sekali. Arab Saudi adalah sebuah negara yang dianggap oleh banyak orang tidak mengalami musim semi Arab. Ada sejumlah alasan mengapa demonstrasi massal tidak terjadi dan secara fundamental rezim mampu untuk menenangkan penduduk karena sejumlah kebijakannya dan karena arsitektur internal keluarga kerajaan Al Saud yang telah dibangun.
Protes-protes yang tidak terjadi di Kerajaan itu dipresentasikan oleh Kerajaan Saudi sebagai protes kecil di daerah-daerah yang didominasi kaum Syiah dan ini menyebabkan sebagian besar penduduknya mendukung tindakan keras atas kota-kota seperti Qatif, al-Awamiyah, dan Hofuf. [ 1] Diskriminasi ekonomi yang jelas karena wilayah-wilayah itu berwajah Syiah dilakukan baik oleh rezim maupun oleh lembaga-lembaga agama karena mereka dipandang sebagai agen Iran. Pemerintah secara kolektif menghukum masyarakat Syiah dengan meminggirkan mereka dalam masyarakat Saudi. Kerajaan mampu melakukan hal ini secara langsung karena mengoperasikan perusahaan-perusahaan radio dan televisi di Inggris dan surat kabar-surat kabar yang disubsidi dan diatur oleh pemerintah Saudi. Sensor pemerintah terus menghantui pers, dan akses legal atas internet harus melalui server lokal, yang dikontrol pemerintah. Kementerian-kementrian kunci diberikan untuk keluarga kerajaan, sebagaimana juga kekuasaan untuk para gubernur di tiga belas wilayah. Kerajaan mengontrol setiap aspek masyarakat sehingga sulit untuk menjatuhkan rezim karena berarti harus menghapus seluruh klan Al Saud.
Faktor lain yang menenangkan rakyat adalah peran lembaga-lembaga agama. Kerajaan telah membentuk jaringan patronase yang banyak dan kompleks, yang meliputi para ulama papan atas. Keturunan Muhammad ibn Abd al-Wahhab, pendiri Mazhab Wahhabi abad ke-18 mendukung keluarga Al Saud dan dengan demikian melegitimasi kekuasaan mereka. [2] Pos-pos keagamaan yang paling penting terkait erat dengan keluarga Saud Al karena tingginya tingkat perkawinan. Para ulama itu telah mempromosikan keluarga kerajaan sebagai para pembela Islam melalui upaya internasional mereka dalam membangun masjid. Dalam situasi di mana masyarakat mempertanyakan kebijakan-kebijakan tertentu keluarga kerajaan, para ulama akan mengeluarkan fatwa yang membelokkan perbedaan pendapat apapun. Grand Mufti Arab Saudi mengeluarkan fatwa yang menentang petisi dan demonstrasi di tengah terjadinya musim semi Arab, termasuk diantara fatwanya adalah “ancaman besar terhadap perbedaan pendapat internal.” [3]
Kerajaan Saudi mampu menyuap sebagian besar penduduknya dengan uang kas dan janji-janji reformasi. Dalam rangka membendung pemberontakan, Kerajaan mengumumkan serangkaian keuntungan bagi warganya sebesar $ 10,7 miliar. Uang itu termasuk pendanaan untuk mengimbangi inflasi yang tinggi dan untuk membantu orang-orang muda pengangguran dan warga Saudi yang belajar di luar negeri, serta menghapus sebagian pinjaman. Sebagai bagian skema Saudi, pegawai negeri melihat kenaikan gaji sebesar 15%, dan disediakan uang tunai untuk kredit perumahan. Tidak ada reformasi politik yang diumumkan sebagai bagian dari paket itu.
Baris terakhir pertahanan Kerajaan Saudi adalah dinas rahasia Saudi – yakni “Mabahith”. Menurut Human Rights Watch, Mabahith “memonitor terduga lawan-lawan politik dan lain-lain, mentargetkan penangkapan individu tertentu, dan menginterogasi para tahanan. Agen-agen Mabahith beroperasi dengan memiliki impunitas dan telah bertanggung jawab atas berbagai pelanggaran HAM, termasuk penahanan sewenang-wenang, penahanan terputus-putus, dan penyiksaan “[4] Mabahith bahkan mengoperasikan penjara sendiri – yakni `Penjara Ulaysha di Riyadh [5].
Siapapun yang telah mengunjungi Arab Saudi atau tinggal di negara itu akan merasakan bahwa hiburan publik dan kehidupan jalanan, apalagi protes, jarang ada, karena sebagian orang bersosialisasi di luar keluarga mereka. Kenyataan ini membuat media sosial sangat populer dan twitter baru-baru ini hanya mempertanyakan lebih lanjut atas peran rezim [1]. Untuk saat ini, Kerajaan Saudi telah selamat dari musim semi Arab, namun arsitektur wilayah itu yang cepat berubah dan banyaknya orang yang mempertanyakan dominasi klan Saud pada kehidupan politik negara yang mengalami korupsi besar. Meskipun punya cadangan minyak yang besar, Saudi Arabia memiliki tingkat kemiskinan, yang menurut perkiraan sebagian orang hingga 60% [6]. Pada saat masyarakat Saudi mengakses opini internasional mengenai Kerajaan Saudi melalui media-media sosial, Kerajaan Saudi akan mendapatkan pertanyaan dan tantangan atas pilar-pilar pemerintahannya. (RZ)
[1] http://articles.latimes.com/2011/mar/12/world/la-fg-saudi-unrest-20110312
[2] Al-Rasheed, Madawi (2010). A History of Saudi Arabia. pp. 16
[3] http://islamopediaonline.org/fatwa/fatwa-council-senior-scholars-kingdom-saudi-arabia-warning-against-mass-demonstrations
[4] http://www.hrw.org/legacy/backgrounder/mena/saudi/
[5] http://www.hrw.org/en/news/2011/02/19/saudi-arabia-free-political-activists
[6] http://www.presstv.ir/detail/2012/07/17/251355/60-of-saudis-live-below-poverty-line/
Sumber: www.revolutionobserver.com