Menanggapi pernyataan Walikota yang menyatakan bahwa angka kemiskinan di Kota Bogor menurun, Ketua DPD 2 HTI Kota Bogor Gus Uwik mengatakan, jika dikatakan angka kemiskinan di Kota Bogor menurun, hal tersebut menandakan bahwa antara hitung-hitungan kertas dengan realita seperti panggang jauh dari api. Menurutnya, kondisi ini terjadi karena Pemerintah menggunakan standar kemiskinan yang terlalu kecil.
“Satu dollar per hari, per kapita, atau bahkan kurang,” ujar Gus Uwik.
Secara realita, lanjutnya kepada bogorplus.com, di lapangan penduduk miskin di Kota Bogor semakin bertebaran.
“Coba lihat pemandangan di bantaran sungai Ciliwung, rel kereta api, kawasan padat penduduk Tajur, Bondongan, Kampung Sawah, dll, dimana kehidupan mereka jauh dari standar kemiskinan,” terangnya pada Minggu (23/12/12).
Gus Uwik selanjutnya mempertanyakan, jika menggunakan standar pendapatan sebesar 1 dollar perhari atau sama degan Rp. 10.000,- per hari, apakah bisa memenuhi kebutuhan hidup?
“Kalau makan minimalis bisa, tapi mereka tidak dapat membiayai sekolah anak-anaknya bahkan hingga perguruan tinggi, biaya kesehatan,” tuturnya.
Menurut Gus Uwik, pemerintah seharusnya memperjuangkan pendapatan standar minimal seluruh individu per individu penduduk di Kota Bogor seperti UMK, yakni Rp. 2.000.000,-/bulan, sekalipun sebenarnya pendapatan tesebut masih dikatakan kelayakan hidup minimal.
“Kalo untuk buruh saja bisa, kenapa untuk seluruh penduduk tidak bisa. Bukankah mereka juga warga negara yang layak untuk hidup? Jadi bahwa angka kemiskinan di Kota Bogor turun adalah omong kosong,” tegas Gus Uwik.
Dalam pandangan Islam, menurut Gus Uwik, negara wajib menjamin kebutuhan pokok individu per individu, seperti sandang, pangan dan papan. Jika ditemukan ada warga walaupun satu keluarga yang kekurangan, maka negara wajib memberi kekurangan yang ada secara cuma-cuma.
“Sebagaimana Khalifah Umar bin Khattab memberi gandum dan perbekalan makan yang lainnya selama satu bulan, ketika mendapati rakyatnya kelaparan,” jelas Gus Uwik.
Menurut Gus Uwik hal tersebut sebenarnya bisa direalisasikan oleh Pemerintah, karena dana tersebut bisa didapat dari hasil sumber daya alam yang ada di Indonesia.
“Jika tambang-tambang batu bara, minyak bumi, gas, emas dan lain-lain tidak diserah pada asing namun dikelola secara syariah maka cukup, bahkan berlebih untuk menyejahterakan rakyat,” paparnya.
Gus Uwik menambahkan, saat ini masih adanya kemiskinan di negara Indonesia, dikarenakan diterapkan sistem kapitalis dalam kehidupan bernegara.
“Saatnya diterapkan syariah dalam bingkai Khilafah jika ingin menyejahterakan rakyat secara tuntas,” pungkasnya. (bogorplus.com, 23/12)