Seorang politisi Demokrat Swedia yang sebelumnya berpendapat bahwa kata “negro” bukan merupakan istilah rasis, telah membuat komentar yang menghebohkan lagi dengan menyerukan suatu peraturan untuk membatasi tingkat kelahiran umat Islam di seluruh dunia.
Sebagaimana diberitakan www.thelocal.se, (4/1) seorang sekretaris partai lokal Demokrat Swedia, Annika Rydh, dari Älmhult, Swedia Selatan, menulis di blognya tentang pekerjaannya di blognya dimana dia sering me-link blognya itu ke artikel-artikel kritis tentang Islam.
Baru-baru ini, dia me-link blognya ke sebuah film yang berjudul “Demografi Muslim” yang mengklaim bahwa kaum Muslim berusaha untuk mengambil alih kendali dunia dengan kelahiran yang tinggi.
“Ini adalah masalah global,” tulis Rydh di blognya, menurut sebuah majalah anti-fasisme Expo.
“Kita tidak bisa mengatasi hal ini secara lokal. Masyarakat internasional perlu bertindak untuk melakukan beberapa pembatasan, seperti kebijakan satu anak di China..”
Namun, BBC News sebelumnya telah mengungkapkan bahwa film yang dia diposting di blognya mengacu pada angka statistik kelahiran yang salah.
Juru bicara partai anti imigran itu, Martin Kinnunen, mengatakan komentar Rydh itu tidak mewakili garis resmi partai tentang berapa banyak anak-anak yang bisa dimiliki oleh seorang perempuan.
Kinnunen mengatakan kepada majalah Expo bahwa “Saya tidak mengomentari rumor.”
Rydh sebelumnya telah mendapat kritik pedas. Pada tahun 2011, dia menghadapi kritikan tajam karena mengatakan bahwa kata “negro” hanyalah istilah deskriptif dan bukan istilah yang menghina.
“Bukanlah suatu penghinaan untuk disebut sebagai negro. Ada ras merah, ras kuning, dan ada saya dari ras kulit putih,” kata Rydh kepada surat kabar lokal Smålandsposten.
“Seorang negro adalah negro. Tidak ada pen penghinaan dengan istilah itu,” katanya.
Blognya me-link kepada artikel di situs lain dengan headline seperti “Jika anda merasa tidak cocok, pulang saja ke negeri anda”, yang isinya berisi keluhan tentang keprihatinan terhadap kondisi para pencari suaka di Swedia.
Link lain mengutarakan pendapat bahwa pemerintah menghabiskan uang terlalu banyak bagi para pencari suaka di bawah umur yang datang ke Swedia tanpa orang tua atau walinya.
Pada bulan Maret 2012, Rydh menyerang seorang kolumnis Metro Lisa Magnusson dan menuduhnya menyalahkan korban perkosaan ketika ada pria kelahiran asing yang melakukan perkosaan.
Namun tulisan di kolom Magnusson tidak membicarakan peran korban, namun sebaliknya melihat bahwa para pendatang harus menerima dukungan psikologis untuk mencegah terjadinya kejahatan potensial.
Menyusul terbitnya artikel di majalah Expo itu, Rydh lalu menghapus postingan tersebut dari blognya. (rz)