Komik Nabi Bukan Kebebasan Berekspresi

Barat kembali menabur benih kebencian terhadap dunia Islam.  Pada Rabu 2 Januari 2012, tabloid Perancis Charlie Hebdo merilis komik yang bercerita tentang sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW.  Penerbit Charlie Hebdo beralasan buku itu bersifat edukatif dan merupakan upaya untuk memperjuangkan kebebasan berbicara.  Ketua DPD Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Kobar Abu Nasir memiliki pandangan lain. “ Penerbitan  komik yang memuat gambar fisik Nabi SAW bukanlah bagian dari kebebasan. Namun merupakan bentuk penistaan terhadap Rasul SAW dan umat Islam sedunia. Tindakan ini tidak boleh dibiarkan dan pemerintah harus mengambil tindakan tegas,” tegasnya. Terlebih lagi, kata Abu, pada tahun lalu majalah yang sama pernah menerbitkan empat karikatur nabi dan dua diantaranya menunjukkan Nabi SAW dalam keadaan yang tidak senonoh. Abu menuturkan dalih kebebasan berkespresi yang selama ini berlaku di barat hanyalah kedok untuk menikam Islam dan kaum muslimin. “ Faktanya, di perancis tempat majalah Charlie Hebdo itu terbit, pemerintah setempat melarang muslimah menggunakan jilbab. Sangat jelas, kebebasan hanya berlaku bagi barat, tapi tidak bagi umat Islam,” terangnya. Abu mengingatkan bahwa penistaan berulang yang dilakukan oleh barat tidak akan pernah berhenti selama para penguasa negeri negeri Islam termasuk di Indonesia hanya sekedar mengecam dan tidak melakukan pembelaan secara nyata. Sudah seharusnya, Indonesia dengan penduduk muslim  terbesar di dunia mengambil tindakan  tegas dengan mendesak pemerintah Perancis dan negara barat manapun untuk menghukum dan melarang segala bentuk penistaan terhadap Islam. “Jika tidak dihiraukan, pemerintah dapat memutus hubungan diplomatik dan segala bentuk kerjasama dengan negara negara tersebut,” jelasnya.
Humas HTI Kobar Andri Saputra mengkritik pemerintah yang selama ini lemah dan tak berdaya dalam mencegah penistaan terhadap Islam. Hal ini disebabkan kekuatan umat Islam yang terpecah menjadi puluhan negara bangsa dan menganut sistem kehidupan sekuler (pemisahan antara agama dan kehidupan). Alhasil, masing masing pemimpin lebih memilih melayani kepentingan negara negara asing dan persoalan dalam negeri demi mempertahankan kursi kekuasaan.
“Pada akhirnya, kita tidak bisa berharap kepada pemimpin semacam ini karena sudah menjadi boneka bagi kepentingan barat. Untuk itu, sudah saatnya umat Islam di Kalteng dan dunia bersatu di bawah naungan Khilafah Islamiyah. Sebab, hanya Khilafah sajalah yang akan mampu menghentikan penistaan dan menjaga  kemuliaan Islam. Dan itu hanya dapat terwujud dengan dukungan seluruh kaum muslimin, “ pungkasnya. ( radar sampit, 6/1/2013)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*