Muhammadiyah memprotes tindakan Detasemen Khusus 88 Anti Teror Mabes Polri yang menembak terduga teroris. Muhammadiyah menilai aksi Densus yang menembak mati dua orang di halaman Masjid Al Nur Afia Komplek Rumah Sakit Wahidin Sudiro Husodo, Makassar, lebih terlihat sebagai pembantaian.
“Penembakan di hari Jumat, di masjid, korbannya adalah muslim yang baru saja salat Dhuha,” kata pengurus Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Mustofa B. Nahrawardaya, Senin 14 Januari 2013.
Menurut Mustifa, Densus 88 tidak sanggup memastikan bahwa yang dihadapinya adalah teroris. Oleh karena itu, ujarnya, mereka secara sewenang-wenang menembak mati seseorang.
“Status korban adalah terduga teroris. Masih terduga. Korban teroris atau bukan, tidaklah menjadi prioritas. Terbukti para korban meninggal dalam status ‘dugaan’ semata,” kata Mustofa.
Mustofa yang juga aktivis muda Muhammadiyah ini mengatakan, menembak mati korban yang belum jelas statusnya sangat rawan disalahgunakan oleh oknum kepolisian. “Tidak ada yang bisa menjamin bahwa barang bukti yang selama ini dipakai untuk menjerat para tersangka benar-benar barang bukti milik tersangka,” ucapnya.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigjen Pol Boy Rafli Amar, mengatakan kepolisian akan bersikap terbuka dalam kasus itu. Terhadap pihak-pihak yang mempertanyakan tindakan Densus, Boy mempersilakan mereka untuk menempuh upaya hukum.
“Silahkan lapor Divisi Propam, bisa dan boleh mengadu. Kita negara hukum. Tindakan Densus sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku,” kata dia. (viva.co.id, 14/1)
Sudah seharusnya Detasemen Yesus 88 ini dibubarkan, sdh keterlaluan. Kaki tangan Amerika banget, dimana tuh rasa respek pada kemanusiaan, hukum, keadilan? Persis tuan majikannya, main bunuh orang di Irak, Pakistan, Afghanistan seenaknya saja. Terkutuk !