Sistem Administrasi Pro Rakyat

Dr. Fahmi Amhar

Akhir-akhir ini kasus pungli di KUA marak diberitakan.  Di Indonesia ini banyak kasus nikah yang tidak didaftarkan resmi (nikah siri).  Sebagian nikah siri ini memiliki alasan rumitnya berpoligami di Indonesia (mesti ada izin istri-1, ada izin atasan bagi PNS, menghadapi pandangan miring masyarakat, dsb.), sedang sebagian lagi beralasan mahalnya biaya (pungli) di KUA.  Memang biaya pencatatan nikah resmi cuma Rp. 30.000.  Tetapi kalau petugas KUA diminta datang ke rumah, apalagi di luar jam kerja atau di hari libur di musim banyak orang nikah, maka selain perlu biaya transportasi dan lembur, juga terjadi hukum ekonomi: jasa yang banyak dicari, padahal suplainya terbatas, akan menjadi lebih mahal.

Padahal, tanpa surat nikah, maka anak yang akan dilahirkan akan kesulitan akta kelahiran atau di akta kelahiran tidak bisa ditulis nama ayahnya.  Tanpa akta kelahiran, nanti anak akan kesulitan masuk sekolah. Tanpa akta kelahiran juga nanti akan sulit mengurus KTP atau paspor.  Tanpa paspor, maka orang tidak bisa naik haji, sekalipun dapat warisan milyaran rupiah.

Sistem administrasi negeri ini memang semrawut.  Sebenarnya aturannya jelas tetapi masih banyak celah yang multitafsir atau belum dibarengi sistem mekanis yang memaksa untuk mengikuti sistem tetapi sekaligus juga adil.  Beberapa waktu yang lalu, seorang anak kelas IV SD dipaksa kembali ke kelas 1 karena rapornya hilang.  Padahal mestinya di sekolah ada buku induk yang bisa dipakai untuk membuatkan rapor duplikat.

Ada lagi seorang pembuat paspor dengan nama dua kata (misalnya Muhammad Ali), ketika petugas imigrasi tahu dia bikin paspor untuk pergi umrah, dipaksa menambah namanya jadi 3 kata (misalnya jadi Muhammad Ali Usman).  Ternyata belakangan penambahan nama ini jadi problem saat dia check-in di bandara, karena tiketnya dipesan dengan dua nama saja.

Mungkin karena di negeri ini sistem administrasi baru ada setelah era kemerdekaan.  Di zaman penjajahan, Belanda sudah memperkenalkan sistem administrasi, tetapi masih sporadis, hanya di kota-kota, dan cenderung diskriminatif.  Padahal berabad-abad sebelumnya, Daulah Khilafah sudah melakukannya secara cermat dan efisien.

Umar bin Khattab sudah memerintahkan pencatatan warga negara khilafah secara lengkap, bahkan meliputi data kapan mereka masuk Islam, sudah berapa kali ikut berjihad dan sebagainya.  Walhasil, pungutan dan pembagian zakat di masa khilafah sesudahnya sudah berjalan tepat sasaran (efektif).

Masih ingat Mariam Ammash? Dia terdata dalam dokumen kelahiran keluaran otoritas Utsmaniyah tahun 1888, yang kemudian dijadikan dasar otoritas Israel untuk membuatkan kartu identitas bagi Mariam.  Nenek yang wafat tahun 2012 ini tercatat sebagai warga bumi tertua.


Yang dipegang Mariam bukanlah paspor Utsmaniyah, tetapi KTP Israel (perhatikan huruf Ibrani dan cap Menorah). Tetapi di situ tertulis tahun kelahiran 1888, zaman wilayah itu dalam kekuasaan Utsmaniyah

Bagi mayoritas orang, dokumen dengan bentuk fisik dan visual memang dianggap lebih otentik dan dapat berbicara lebih banyak dibandingkan dengan klaim atau pengakuan. Itulah mungkin yang sempat menjadikan isu (hoax) “KTP Utsmani” di balik foto Mariam santer beredar  di dunia maya.  Walaupun demikian dokumen-dokumen resmi Khilafah Utsmaniyah sebenarnya banyak tersimpan dan dipamerkan di museum maupun perpustakaan di Turki, Suriah, Mesir dan sebagainya.

 


Ini merupakan salah satu dokumen identifikasi penduduk yang diadopsi otoritas Utsmaniyah sejak 1863. Berisi data pemegang, orang tua, alamat, dan deskripsi fisik (www.sephardicstudies.org).

Paspor ini diberikan konsul Utsmaniyah di Singapura pada 1902 dan Batavia pada 1911 untuk Abdul Rahman bin Abdul Majid. Dia pedagang Utsmaniyah yang lahir di Konstantinopel, kemudian pernah menjadi penduduk di Mekah dan Batavia (www.ottomansoutheastasia.org)

 

 

Dokumen-dokumen itu menunjukkan bahwa negara Khilafah waktu itu memang “mendahului zaman”.  Bahwa negara itu akhirnya runtuh, itu hanya menunjukkan bahwa administrasi memang hanya sistem pendukung (supporting system) dalam sebuah negara, yang berada di bawah sistem politik, hukum dan ekonomi.  Namun dengan sistem administrasi yang baik, maka kebaikan yang ada dalam sebuah sistem politik akan lebih baik lagi, dan merupakan dakwah yang sempurna.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*