HTI Press. Hari Ahad, tanggal 09 Rabiul Awal 1434 H atau bertepatan dengan 20 Januari 2013 DPD II Hizbut Tahrir Indonesia menyelenggarakan Workshop Ulama se-Kabupaten Bogor bertempat di Aula Masjid Agung Baitul Faizin Cibinong Bogor. Acara yang dihadiri hampir 300 orang tersebut mengambil tema “Kajian Kritis Demokrasi vs Khilafah, Saatnya Ulama Berjuang Tegakkan Khilafah” dan hadir sebagai narasumber Juru Bicara DPP Hizbut Tahrir Indonesia Ustadz Ismail Yusanto dan KH. Muhyidin mewakili DPD II Hizbut Tahrir Indonesia Kabupaten Bogor. Peserta yang hadir dari kalangan para ulama, kyai, asatidz dan juga para asatidzah dan mubaligoh tersebut mendapat respon dan perhatian yang sangat antusias dengan membludaknya peserta yang hadir hingga melebihi kapasitas kursi yang disediakan panitia.
Acara tersebut disiarkan langsung secara Live melalui Video Streaming oleh HTI Channel yang dapat disaksikan saat acara berlangsung melalui website www.hizbut-tahrir.or.id hingga acara berakhir. Ketua DPD II Hizbut Tahrir Indonesia Kab.Bogor, Ustadz Ibnu Suyana menyampaikan sambutannya kepada ratusan peserta dengan mengungkapkan bahwa saat ini di tengah-tengah umat banyak sekali terdapat pemikiran dan ide-ide serta faham yang rusak bertentangan dengan aqidah Islam yang dipaksakan untuk diterima di negeri Muslim terbesar Indonesia ini termasuk salah satunya adalah Demokrasi. Akibatnya, umat menjadi tidak mengerti tentang hakikat dari Demokrasi yang diterapkan saat ini dan mereka secara langsung menerima dan merasakan akibat penerapan tersebut yakni, tidak dapat hidup sejahtera karena demokrasi yang menerapkan ekonomi kapitalis, tidak murni aqidahnya karena demokrasi memberi ruang bebas untuk paham Islam liberal, perdukunan, mistik, tahayul khurafat dan sebagainya. Maka Hizbut Tahrir Indonesia dalam hal ini berkewajiban untuk menjelaskan kepada ummat tentang hakikat dari pemikiran,ide dan faham yang rusak bertentangan dengan aqidah Islam tadi dan salah satunya yang diangkat pada kegiatan tersebut tentang Demokrasi, sekaligus menjelaskan bagaimana seharusnya ummat mengerti tentang kewajian Khilafah yang dapat menyejahterakan mereka.
Pada kajian inti workshop Ulama se Kabupaten Bogor tersebut yang dipandu oleh moderator Ustadz Iin Solihin dibahas oleh narasumber pertama Ustadz Ismail Yusanto tentang apa sebenarnya demokrasi dan penerapannya serta akibat dari penerapannya tersebut dan bagaimana seharusnya umat Islam mengambil Islam secara Kaffah sehingga kehidupan mereka diatur oleh aturan dan hukum Sang Pencipta Manusia yaitu Allah SWT, bukan diatur oleh hukum buatan manusia seperti dalam negara demokrasi. Ustadz Ismail menjelaskan bahwa demokrasi lahir akibat tidak diterimanya oleh masyarakat Barat (Eropa) saat itu mengenai sistem pemerintahan diktator yang tidak memberikan hak suara atau pendapat rakyatnya. Indonesia disebut sebagai salah satu negara demokrasi dengan beberapa fakta seperti, tidak ada batasan jumlah parpol, semua anggota legislatif (DPR dan DPD) dipilih langsung oleh rakyat,Presiden dan wakil persiden dipilih langsung oleh rakyat, kepala daerah (gubernur, bupati, dan walikota) dipilih langsung oleh rakyat, dibolehkan ada calon independen. Sampai–sampai Presiden SBY menerima The Democracy Award dari President of International Association of Political Consultants (IAPC) Desember 2012 lalu. Namun dibalik itu, jika ditanyakan kepada rakyat Indonesia yang dikatakan Suara Rakyat Suara Tuhan, apakah mereka bahagia dalam negara demokrasi ini?
Ternyata inilah faktanya. Jumlah penduduk miskin pada tahun 2011 mencapai 30.018.930 dengan garis kemiskinan di kota Rp 253.016,- per bulan, di desa Rp 213.395. Jumlah utang pada akhir Januari 2012 yang telah mencapai Rp 1837,39 triliun. Jumlah itu jika dibagi dengan jumlah penduduk 239 juta maka tiap orang penduduk temasuk bayi yang baru lahir sekalipun terbebani utang sebesar Rp 7,688 juta. Belum lagi biaya demokrasi yang sangat mahal yang harus dibayar oleh rakyat sendiri, hingga akhir tahun 2012, jumlah kabupaten dan kotamadya di Indonesia ada 495, provinsi ada 33. Berarti ada 528 daerah yang menyelenggarakan pilkada, jika pilkada masing-masing daerah perlu Rp 40 milyar, maka total dibutuhkan Rp 21 triliun. Daerah-daerah tertentu dibutuhkan dana lebih besar. Pilgub Jawa Timur menghabiskan Rp 800 milar, Jabar Rp 700 miliar. Pilkada DKI Jakarta Agustus 2012 menghabiskan dana Rp 258 miliar.Jusuf Kalla memperkirakan biaya pemilu dan pilkada di Indonesia selama lima tahun bisa mencapai Rp 200 trilyun. Itu semua hanya demi wakil rakyat yang produk undang-undangnya justru tidak berpihak kepada rakyat yang mereka wakili. Contohnya, Undang-Undang Migas, Undang-Undang Sumber Daya Air, Undang-Undang Penanaman Modal, Undang-Undang Minerba, Undang-Undang BHP, dan lainnya . Dari sisi Syari’at Islam, Ust Ismail mengatakan demokrasi bertentangan dengan Islam. Dengan Pilar Demokrasi yakni Kedaulatan ada di tangan rakyat dan rakyat sebagai sumber kekuasaan itu bertentangan dengan aqidah Islam yang menjadikan Allah SWT sebagai Al Hakim bagi manusia. Allah SWT berfirman “Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? “ (QS al-Maidah [5]: 50). Belum lagi demokrasi dipandang oleh Barat sebagai alat penjajahan mereka, George W. Bush mengatakan : “Jika kita mau melindungi negara kita dalam jangka panjang, hal terbaik yang dilakukan adalah menyebarkan kebebasan dan demokrasi” (Kompas, 6/11/2004). Walhasil Ustadz Ismail mengatakan bahwa Demokrasi alat penjajahan dan Khilafah Islamiyyah solusinya.
Sementara narasumber yang mewakili DPD II HTI, KH. Muhyidin menyampaikan dari aspek nash syar’I tentang kewajiban menegakkan Khilafah dan menerapkan syari’at Islam. Beliau menyitir pendapat dari Imam Asy Syafi’iy, Al-Umm, Juz 7/298 mengenai pengertian ayat 36 Al Qur’an surat Al Qiyamah “Apakah manusia mengira, dia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?” maknanya adalah bahwa Allah SWT menyediakan aturan,syari’at dan hukum-hukum bagi manusia dan manusia tidak dibiarkan bebas sehingga dapat membuat aturan dan hukum sendiri menurut manusia sebagaimana dalam demokrasi. Dari sisi kewajiban menegakkan Khilafah, beliau katakan “kalau kita bicara tentang Khilafah Islam, artinya kita sedang bicara tentang suatu hal urgen dan menegakkan khilafah Islam adalah suatu yang masuk kategori “amrun muttafaq inda ahli haq…”, itulah yang ditegaskan oleh Imam Ala’uddin al-Kasani al-Hanafi: “….Bahwa mengangkat imamul a’dzam (khalifah) adalah fardhu…tanpa ada perbedaan perbedaan diantara ahlil haq…”!
Pada kesempatan acara tersebut, para peserta diberikan kesempatan bertanya kepada para narsumber dan juga penyampaian testimony dari salah satu peserta workshop ulama kali itu yakni al ustadz Ahmad Junaidi salah satu pimpinan majlis ta’lim dari Gunung Putri Bogor yang menyampaikan ajakan kepada para peserta yang hadir dari kalangan ulama, kyai, asatidz dan asatidzah serta mubalighoh untuk tidak ragu mendukung dan ikut perjuangan dakwah Hizbut Tahrir Indonesia yang bertujuan menegakkan Khilafah Islamiyyah dan menerapkan syari’at Islam karena perjuangannya shohih. Kegiatan workshop ulama tersebut rencananya akan dilaksanakan secara rutin sebulan sekali di wilayah Kabupaten Bogor, agar opini dan semangat para ulama, kyai, asatidz dan asatidzah serta mubaligoh untuk menyambut seruan Hizbut Tahrir Indonesia dengan tujuannya li isti’nafil hayatil islamiyyah bi iqomatil daulatil khilafah. (Amirullah, DPD II HTI Kabupaten Bogor)
Dokumentasi Photo :
Saatnya ummat ini mencampakkan ajaran palsu Demokrasi, yang kufur dan haram, karena telah menuhankan manusia atas manusia lain, memberi kewenangan manusia membuat hukum, perundang-undangan, yang mengikat manusia lainnya.