Ibu Hamil dan Anak-Anak Suriah yang Tewas dalam Kebakaran di Kamp Pengungsian Turki adalah Korban Sistem Nasionalisme Tidak Manusiawi ala Erdogan

Press Release

Selasa, 15 Januari 2013, Reuters melaporkan bahwa kebakaran terjadi di sebuah tenda pengungsi Suriah di Turki Tenggara, yang menewaskan seorang wanita hamil dan tiga anak-anaknya. Menurut pejabat Turki, api di kamp pengungsian Telhamut di Provinsi Sanliurfa disebabkan oleh pemanas listrik di dalam tenda keluarga tersebut. Pada bulan Desember, empat anak tewas dalam sebuah kebakaran di kamp yang sama, sementara Juli lalu dua orang tewas ketika kebakaran terjadi di kamp Yayladagi, Provinsi Hatay. Kondisi kamp-kamp pengungsian ini digambarkan sangat mengerikan oleh penghuninya yang menjalani kehidupan yang menyedihkan dengan kurangnya bahan pangan, tidak adanya air bersih, dan pelayanan medis yang tidak memadai. Belum lagi mereka harus tinggal di tenda-tenda tipis yang tidak mampu melindungi mereka dari suhu dingin yang ekstrim. Menurut PBB, tiga perempat dari pengungsi Suriah ini adalah perempuan dan anak-anak. Lebih tragis lagi, keluarga-keluarga pengungsi di Gaziantep dan Hatay menghadapi harga sewa dua kali atau bahkan tiga kali lipat tingkat dari harga standar ketika mereka harus mencari untuk rumah kontrakan.

Dr Nazreen Nawaz, Anggota Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir berkomentar, “Sikap pengabaian total yang ditunjukkan oleh pemerintah Turki sekuler terhadap kesejahteraan kaum Muslim Suriah adalah tindakan kriminal. Kamp-kamp pengungsian di Turki tidak sesuai dengan tujuan dan begitu pula kepemimpinan yang menaunginya. Tidak hanya pemimpin ini gagal untuk melindungi darah saudara-saudaranya dari Assad Si Pembantai –padahal memimpin salah satu pasukan militer terbesar di dunia— namun ia telah menunjukkan sikap acuh tak acuh tak berperasaan terhadap kondisi kehidupan menyedihkan dan berbahaya yang dijalani perempuan dan anak-anak Suriah yang berlindung di dalam perbatasannya sendiri. Hal ini sangat kontras dengan masyarakat Muslim Turki dan negara-negara sekitarnya yang telah membuka rumah mereka untuk saudara-saudara mereka dari Suriah serta menawarkan mereka makanan dan tempat yang aman untuk tinggal tanpa ragu-ragu; hal ini mencerminkan jurang perbedaan antara nilai-nilai Islam yang mulia yang dimiliki umat Islam dengan keyakinan korup, sekuler, kapitalis, dan nasionalistis yang dianut para penguasa dan sistemnya yang menelantarkan kaum muslimin bahkan pada masa yang paling mereka butuhkan.”

“Pendekatan ‘lepas tangan’ minimalis yang dilakukan Erdogan untuk mengelola kebutuhan kalangan paling rentan yakni perempuan dan anak-anak Suriah adalah  berasal dari prinsip sekuler Attaturk korup yang lebih mengamankan kepentingan ekonomi nasional dibanding memberikan kesejahteraan yang memadai dan keamanan kepada orang-orang paling butuh pertolongan, karena Erdogan hanya melihat mereka sebagai masalah yang akan menguras keuangan. Konsep nasionalisme yang korosif ini telah mendehumanisasi umat Islam dari negara lain, melahirkan rasisme terhadap pengungsi Suriah, dan bertanggung jawab atas kefanatikan dan diskriminasi yang diderita oleh imigran Turki dan Muslim setiap harinya di Jerman dan di banyak negara-negara nasionalistik lain di Barat. Gagasan Negara bangsa dianut oleh pemerintahan Erdogan dan banyak pemimpin Muslim lainnya, di tempat dimana sistem Islam yang mulia berdasarkan persaudaraan dan persatuan antara orang-orang yang beriman dan negeri-negeri mereka, telah menyebabkan mereka hanya duduk sebagai penonton, mengabaikan pembunuhan yang terjadi di depan matanya tanpa rasa malu, dan menonton bencana manusia di tanah yang diberkati As-Syam yang memburuk setiap hari, tanpa mengerahkan satupun tentara.”

“Sebaliknya, pada abad ke-19, Khilafah Usmani di Turki yang menerapkan sistem Islam, mengirim tiga kapal besar penuh makanan kepada orang-orang Irlandia yang menderita kelaparan yang parah, tanpa persyaratan apapun, mencerminkan kemurahan hati dan kekayaan negara Khilafah –sebuah negara yang tidak memandang ras dan etnis dan yang benar-benar peduli pada kemanusiaan. Para perempuan dan anak-anak dari Suriah dan seluruh dunia Muslim benar-benar sangat membutuhkan sistem tersebut, diatur oleh seorang penguasa yang merupakan pembimbing, pelindung, dan pelayan bagi rakyatnya, dan orang yang akan menggunakan kekayaan negara untuk memastikan bahwa setiap warga di bawah kekuasaannya diperhatikan dan diperlakukan dengan cara yang manusiawi sebagaimana Islam wajibkan. Selain itu, Khilafah adalah sebuah negara yang menolak nasionalisme dan akan menyatukan negeri-negeri dan tentara-tentara kita, membebaskan putri umat ini dari penindas mereka, dan membangun kehidupan yang penuh martabat, keamanan dan kemakmuran bagi mereka, dengan cara yang hanya Hukum Allah (swt ) dapat wujudkan.”

Dr. Nazreen Nawaz

Anggota Kantor Media Pusat

Hizbut Tahrir

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*