Pembubaran RSBI/SBI, Sekolah Berkualitas Ala Demokrasi dan Khilafah
Oleh Fikriyyah Mustaniirah (Lajnah Mashlahiyah Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia)
Di tengah-tengah dukungan berbagai elemen masyarakat terhadap pembubaran RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional/ SBI (Sekolah Bertaraf Internasional), pemerintah dalam hal ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohamad Nuh justru menunjukkan sikap sebaliknya, bahkan memandangnya sebagai sekolah berkualitas terbaik /top. “Kalau ada sekolah yang top ya itu, sekolah yang bertaraf internasional. Tapi anehnya kok itu nggak boleh untuk memajukan pendidikan bangsa. Pada hal kita kepingin membuat sekolah yang top”. Demikian dituturkan M Nuh dalam pidato pembukaan Seminar Ikatan Alumni UII, Ahad, 13 Jan 2013, (Liputan6com. Ahad, 13 Januari 2013).
RSBI/SBI Model Sekolah Berkualitas Ala Demokrasi
Semua sepakat, pendidikan di Negeri ini masih jauh dari harapan. Karena itu, pemerintah sebagai pelayan masyarakat haruslah mengerahkan segenap upaya agar terjamin akses bagi setiap individu generasi Negeri ini pada pendidikan berkualitas. Namun, sungguh jauh panggang dari pada api, RSBI/SBI yang dijadikan pemerintah sebagai model sekolah berkualitas malah lebih mengedepankan aspek komersial dari pada sosial. Karena realitanya, sekolah ini hanya bisa diakses oleh mereka yang berduit. Slogan ‘ada kualitas ada uang’ sangat lekat dengan para pemimpin negeri ini. Dan disisi lain, standar kualitas RSBI ini lebih mengedepankan tuntutan Global (Baca: Barat) dari pada apa yang menjadi standar semestinya (Islam).
Semua itu merupakan bukti yang meyakinkan bahwa sekolah berkualitas yang didesain pemerintah tidak lain dan tidak bukan adalah sekolah berkualitas dalam bingkai sistem pendidikan Kapitalisme-Sekulerisme. Yang memposisikan Ilmu/pendidikan tidak lebih dari sekedar komoditas yang dapat dibandrol dengan harga tertentu, sehingga pendidikan hanya dapat diakses oleh segelintir orang yang mampu membayar. Selain itu, ruh kapitalisme yang menjiwai sistem pendidikan pada gilirannya akan menjadikan ukuran-ukuran naïf dan rendah tentang standar sekolah berkulitas (sekolah top).
Semisal menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa pendidikan, para pengajar berasal dari warga asing, sertifikasi dari lembaga internasional, lulusan yang diserap pasar tenaga kerja; serta berbagai ukuran lain yang tidak merepresentasikan mutu pendidikan yang hakiki. Sedangkan aspek kepribadian Islam (keimanan, ketaqwaan) hanya sekedar aksesoris.
Hasilnya, alih-alih mencerdaskan, kebodohan kian mencoreng kening umat ini. Fasilitas pendidikan seperti gedung sekolah aman dan nyaman hanya bagi kaum berduit, sedangkan yang tidak berduit harus rela belajar di gedung yang sewaktu-waktu roboh atau di kandang kambing. Di saat bersamaan, kaum terdidik dididik berperasaan dan berfikir sesuai kepentingan Barat, pragmatisme dan hedonisme menjadi aspek yang menonjol dalam kepribadian mereka. Sehingga mudah dipecundangi untuk mengekalkan peradaban Barat, sumber segala petaka.
Penting untuk dicatat, kondisi diskriminasi dan kelirunya standar kualitas layanan dan output pendidikan ini, merupakan ciri utama sistem pendidikan demokrasi-sekuler. Paradigma pemimpin sistem ini mengabdi untuk kepentingan pemilik modal, namun abai melayani pemenuhan kebutuhan masyarakat sebagaimana mestinya yang sesuai dengan ketentuan Allah SWT Pencipta Manusia, Penguasa Langit dan Bumi. Lebih jauh lagi, jika kita tidak bersegera meninggalkan sistem kufur ini, sungguh kehinaan yang kedua akan menimpa kita. Yaitu saat pertemuan dengan Allah saw, ‘azza wa jalla.
Atas semua hal tersebut, sungguh Allah swt telah mengingatkan kita semua dengan tegas, dalam QS An Nisa’: 90, artinya,”Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak bertahkim kepada thaghut, pada hal mereka telah diperintahkan mengingkari taghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka dengan penyesatan yang sejauh-jauhnya.”
Sistem Pendidikan Islam: Pendidikan Berkualitas Untuk Semua
Khilafah, penyelenggara pendidikan Islam, bertanggungjawab penuh dalam seluruh tata-laksana pendidikan. Penyediaan fasilitas pendidikan terbaik, jumlahnya memadai, dan tidak ada peluang diskriminasi. Dari sisi muatan kurikulum, melandaskan kepada Syari’ah Islam dan dilengkapi dengan aspek peningkatan kemampuan (skill) masing-masing peserta didik. Karena itu, kholifah tidak akan menyediakan pendidikan bagi masyarakat kecuali pendidikan berkualitas dalam makna yang sesungguhnya. Yaitu pendidikan yang diselenggarakan dalam bingkai sistem pendidikan Islam, dimana aqidah Islam merupakan fondasinya.
Sistem pendidikan ini benar-benar didesain untuk mengoptimalkan kecerdasan dan kemuliaan seluruh insan generasi. Yaitu dengan menjadikan kepribadian Islam (pola fakir Islami dan pola siskap Islami) sebagai kompetensi inti/utamanya. Pada saat yang bersamaan generasi dididik agar memiliki kompetensi kepakaran di berbagai bidang keilmuan. Sehingga pada akhirnya dalam waktu yang relatif singkat lahirlah generasi ummat yang menjadi suluh dan pemimpin peradaban untuk kedua kalinya.
Seiring dengan itu, kurikulum sistem pendidikan Islam benar-benar dirancang untuk tujuan mulia tersebut. Mulai dari materi pelajaran dan komposisinya hingga penetapan standar mutu yang penting bagi keperhasilan proses pendidikan. Seperti standar mutu manajemen satuan pendidikan, standar mutu bagi kompetensi dan kelulusan peserta didik, standar mutu para pendidik/pengajar dan standar mutu sarana prasana belajar mengajar.
Bersamaan dengan itu, penerapan sistem kehidupan Islam secara keseluruhan, yang sistem pendidikan Islam salah satu bagian diantaranya, menjadikan masyarakat benar-benar mampu menjalakan secara sempurna kewajiban menuntut ilmu, yang diwajibkan kepadanya, sebagaimana dituturkan Rasulullah saw, artinya, “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap orang muslim.” (HR Ibnu Majah). Yaitu dengan digratiskannya layanan pendidikan bagi setiap individu masyarakat.
Karena itu, dengan pendidikan Khilafah, Negeri-Negeri Islam di seluruh penjuru dunia (termasuk Indonesia) benar-benar kembali di penuhi berbagai lembaga keilmuan yang mencerdaskan akal dan jiwa umat, bahkan seluruh umat manusia, apapun bangsa, agama dan status sosialnya untuk ke dua kalinya.
Adapun menjadikan model pendidikan di Finlandia sebagai model pendidikan terbaik, sebagaimana yang disangkakan, adalah suatu kecerobohan berfikir yang tidak pantas dilakukan kaum muslimin. Selain model pendidikan tersebut nilainya tidak seujung kuku pendidikan Khilafah, dari aspek apapun. Dengan demikian satu-satunya model pendidikan yang akan menjadikan generasi cerdas dan mulia hanyalah sistem pendidikan Khilafah.
Allahu a’lam.