Kekerasan seksual pada wanita dan anak-anak di tanah air setiap tahun kian meningkat. Menurut catatan Komnas Perempuan dalam waktu 13 tahun terakhir kasus kekerasan seksual berjumlah 93.960 kasus dari total 400.939 kasus kekerasan yang dilaporkan. Artinya, setiap hari ada 20 perempuan menjadi korban kekerasan seksual.
Korban yang berjatuhan dari usia anak-anak kian bertambah. Pada tahun 2012 jumlah korban menjadi 2.637 kasus dari 2.509 pada tahun 2011. Di tahun 2013 nampaknya akan semakin parah karena dalam jangka waktu 21 hari sudah jatuh korban sebanyak 21 orang.
Hal yang paling mengerikan bagi korban, pelaku kebanyakan berasal dari orang terdekat. Terakhir terungkap pelaku pemerkosa bocah pemulung di Bekasi adalah ayah kandungnya sendiri. Korban sendiri sudah meninggal akibat penyakit radang otak yang disebabkan penyakit gonorhea yang ditularkan sang ayah.
Pelaku yang berasal dari orang dekat ini menyebabkan korban khususnya yang berusia anak-anak menjadi sasaran empuk para pemangsa. Selain itu korban juga sulit untuk dikorek keterangannya karena ancaman yang datang dari orang dekat dan mengalami trauma yang lebih berat dibandingkan kasus kekerasan seksual lainnya.
Sulit membayangkan bahwa wanita dan anak-anak menjadi demikian mudah dimangsa oleh para predator yang keji. Akan tetapi sistem sosial yang telah berkiblat pada liberalisme di mana rangsangan seksual terhadap masyarakat demikian mudah didapat tidaklah membuat kita menjadi heran. Pornografi demikian menyebar di tengah penduduk lebih cepat ketimbang epidemi penyakit menular manapun. Para wanita juga tidak merasa risih lagi menampakkan auratnya di mana-mana. Keadaan ini mendorong banyak lelaki untuk mencari pelampiasan seksual termasuk dengan cara yang menjijikkan seperti mencabuli anak-anak.
Kondisi ini sebenarnya telah dialami Barat yakni bermunculannya orang-orang psikopat yang memangsa wanita dan anak-anak. Dunia belum lupa dengan pembunuh kejam seperti Jack The Ripper yang membunuhi para wanita PSK di jalanan kota London.
Sementara itu penanganan secara hukum terhadap kasus pemerkosaan, khususnya dengan korban anak-anak, masih amat lemah. Pemerintah telah memiliki Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Men PP dan PA) No. 2 Tahun 2011. Pemerintah telah memiliki Standar PelayananMinimal (SPM) Layanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan. Akan tetapi vonis penjara 15 tahun dianggap tidak setimpal dengan trauma yang dialami korban. Selain itu tidak semua daerah siap dalam memberikan perlindungan dan perawatan terhadap korban.
Maka kita mempertanyakan, di manakah keseriusan demokrasi dan liberalisme dalam melindungi kaum wanita dan anak-anak? Justru setiap tahun jumlah korban semakin bertambah. Inilah buah pahit yang harus dirasakan oleh masyarakat, khususnya para wanita dan anak-anak. Mereka kehilangan rasa aman dalam naungan demokrasi dan liberalisme.
Bukankah sudah saatnya kini umat mengganti liberalisme dengan syariat Islam yang akan menciptakan sistem pergaulan sosial yang sehat, melindungi wanita serta memberikan sanksi keras bagi para pelaku? Karena hanya syariat Islam yang sanggup memberikan perlindungan maksimal kepada kaum wanita dan anak-anak. (IJ – LS HTI)
Astgfrlh… hanya Islam yang bisa menjaga n menjamin keamanan wanita dan anak2….
memang hidup harus dengan syariat islam..