China Menghadapi “Bom Waktu Demografi” Akibat One-Child Policy ala Kapitalis

Papan reklame kebijakan satu anak di China

Kantor Berita Xinhua melaporkan pada Jumat, 18 Januari, bahwa Ma Jiantang, Direktur Biro Statistik Nasional Cina (China National Bureau of Statistics –NBS), menyerukan kebijakan satu-anak yang diberlakukan di negara tersebut untuk diubah karena menyusutnya populasi penduduk usia kerja. Menurut NBS, penduduk usia kerja di Cina mengalami penurunan sebesar 3,45 juta antara tahun 2011 dan 2012. Pada bulan Oktober 2011, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Cina (The China Development Research Foundation), sebuah think-tank yang berafiliasi dengan pemerintah Cina, juga mengusulkan untuk mengendurkan kebijakan ini. Mereka menyatakan bahwa negara telah mengeluarkan “biaya politik dan sosial yang sangat besar” untuk langkah ini dan memperingatkan akan “kedatangan bencana demografi akibat tingkat kelahiran yang rendah dikombinasikan dengan populasi penduduk yang usianya semakin menua serta ketimpangan gender yang tinggi disebabkan oleh kecenderungan memilih anak lelaki.”

Kebijakan satu-anak yang opresif ini didasarkan pada teori kapitalis yang cacat dan menindas masyarakat untuk mencegah kemiskinan melalui kontrol populasi. Hal ini tidak hanya melucuti hak dasar jutaan perempuan untuk menentukan jumlah anak yang mereka inginkan dan menekan naluri alamiah mereka, tetapi juga memaksa para wanita untuk melakukan sterilisasi dan aborsi bahkan pada usia kehamilan sembilan bulan di Cina. Selain itu, data terbaru mengungkapkan bahwa 37 juta laki-laki di negara itu tidak akan dapat menikah karena rendahnya jumlah perempuan di masyarakat akibat aborsi selektif berdasarkan jenis kelamin sesuai kebijakan pemerintah. Kondisi ini dijadikan kambing hitam atas meningkatnya perdagangan perempuan dan korupsi dalam bentuk-bentuk yang lain di negara tersebut. Disamping itu, jumlah orang tua meningkat tanpa ada yang akan merawat mereka di usia tuanya kelak karena berkurangnya populasi kaum muda. Banyak pihak juga telah menyatakan bahwa kebijakan ini berdampak psikologis pada anak yang tumbuh kembangnya dibayang-bayangi permasalahan ini. Pada tanggal 11 Januari, peneliti Australia yang terlibat dalam sebuah penelitian berjudul, “Kaisar-kaisar Kecil: Dampak Perilaku dari Kebijakan Satu-Anak di Cina” (Little Emperors: Behavioral Impacts of China’s One-Child Policy), melaporkan bahwa kebijakan satu-anak Cina telah melahirkan generasi manja. Hal ini tidaklah mengejutkan karena orang tua memanjakan anak tunggal mereka dengan hadiah dan harta benda. Ditambah lagi, anak-anak China menyaksikan bahwa ukuran hidup keluarga mereka dan hilangnya kehadiran saudara kandung, ditentukan oleh uang dan ekonomi, sehingga memicu mentalitas materialistis bagi tumbuh kembang generasi masa depan Cina.

Ini adalah buah pahit dari ideologi kapitalis materialistik yang memandang pemecahan semua masalah dari perspektif ekonomi dan mengabaikan dampak sosial dari kebijakan-kebijakannya terhadap kehidupan perempuan dan masyarakat secara keseluruhan. Sejumlah negara Barat seperti Italia dan Prancis juga menghadapi krisis populasi yang dihasilkan dari mentalitas materialistis yang dipelihara oleh kapitalisme dan telah menyebabkan banyak perempuan yang memiliki anggapan bahwa anak adalah penghalang karir atau penghasilan mereka. Hal ini telah memberi andil atas semakin rendahnya angka kelahiran di negara-negara ini dengan prediksi berkurangnya tenaga kerja dan semakin sedikitnya kaum muda untuk merawat orangtua mereka. Pada bulan Februari 2006, Lembaga Riset Kebijakan Publik (Institute for Public Policy Research) di Inggris menerbitkan sebuah laporan tentang krisis kesuburan di Inggris karena perempuan menunda untuk memiliki anak atau tetap tidak memiliki anak karena kekhawatiran mereka atas berkurangnya jumlah waktu bekerja untuk menghasilkan uang atau kehilangan posisi mereka di tangga karir karena cuti melahirkan. Hal ini menggambarkan 90.000 “baby gap” karena penundaan hamil dan melahirkan. Dengan demikian, Cina pun menapaki jalan yang sama karena penerapan kapitalis yang rusak sebagaimana negara-negara Barat yang memandang anak-anak sebagai beban ekonomi bukan sebagai berkah bagi keluarga dan aset bagi masyarakat.

Teori cacat untuk mencegah kemiskinan melalui kontrol populasi ini berbasis pada sudut pandang kapitalis yang salah tentang ekonomi yang gagal membedakan antara apa yang merupakan kebutuhan bagi semua manusia dan apa yang merupakan kemewahan dan keinginan semata. Hal ini telah menyebabkan keyakinan yang keliru bahwa sumber daya yang ada tidak cukup untuk menyediakan kebutuhan dasar bagi semua orang dan karenanya lahir kebutuhan untuk mengontrol populasi. Hal ini bertolak belakang dengan kenyataan bahwa -bahkan PBB, yang mempromosikan program kontrol populasi di seluruh dunia, mengakui dalam Program Pangan Dunia- saat ini terdapat cukup makanan di dunia bagi semua orang untuk memperoleh nutrisi demi kehidupan yang sehat dan produktif. Lebih lanjut lagi, setelah 30 tahun penerapan kebijakan satu-anak, Cina masih menderita kemiskinan yang tersebar luas. Padahal negara ini adalah rumah bagi puluhan milyarder. Hal ini menambah daftar kegagalan sistem kapitalime dalam mendistribusikan kekayaan secara efektif di masyarakat yang merupakan salah satu akar penyebab kemiskinan yang mengerikan yang dihadapi oleh jutaan orang di Cina dan penduduk dunia saat ini termasuk di dunia Muslim. Menurut sebuah laporan yang dirilis oleh Oxfam pada bulan Januari, 100 orang terkaya di dunia memperoleh cukup uang tahun lalu untuk mengakhiri empat kali lipat kemiskinan ekstrim dunia. Negara-negara kapitalis Barat serta negara ekonomi kapitalis berkembang seperti Cina, India, Turki, dan Brasil juga telah jelas-jelas gagal menyesuaikan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan keadilan ekonomi bagi rakyatnya dan manusia secara keseluruhan.

Islam menolak program Keluarga Berencana yang merusak ini sebagai upaya kontrol populasi yang diterapkan di negeri-negeri kita. Islam menghilangkan penindasan atas perempuan dengan menekan naluri alamiah mereka untuk memiliki banyak anak. Dan Islam mencela rasa bersalah yang dipaksakan kepada mereka oleh negara-negara kapitalis agar mereka percaya bahwa mereka sendirilah yang menyebabkan kemiskinan bukan sistem buatan manusia yang diterapkan atas mereka. Pandangan Islam adalah bahwa Allah SWT adalah Maha Memelihara dan Maha Mencukupi dan bahwa Dia telah menciptakan rezeki yang cukup untuk setiap manusia. Allah Swt berfirman,

 

وَجَعَلَ فِيہَا رَوَٲسِىَ مِن فَوۡقِهَا وَبَـٰرَكَ فِيہَا وَقَدَّرَ فِيہَآ أَقۡوَٲتَہَا فِىٓ أَرۡبَعَةِ أَيَّامٍ۬ سَوَآءً۬ لِّلسَّآٮِٕلِينَ

“Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni) nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya.” [QS. Fussilat 41:10].

 

Nabi SAW bersabda, “Jika kalian benar-benar bertawakal kepada Allah dengan tawakal yang sebenarnya, sungguh kalian akan diberi rizki (oleh Allah Swt), sebagaimana seekor burung diberi rizki; dimana ia pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar, dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang.” [HR. Ahmad, Turmudzi dan Ibnu Majah]. Oleh karena itu, hanya dengan menerapkan sistem ekonomi Islam di bawah naungan Khilafahlah kekayaan ini akan didistribusikan secara adil di antara masyarakat. Inilah sistem yang berhasil menghapus kemiskinan dari Afrika Utara di bawah pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz dimana tidak ada seorang pun yang membutuhkan zakat untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka tanpa perlu melakukan control popluasi karena distribusi kekayaan yang adil dan pengaturan ekonomi yang berhasil di bawah sistem ekonomi Islam. Allah Swt berfirman,

وَلَوۡ أَنَّہُمۡ أَقَامُواْ ٱلتَّوۡرَٮٰةَ وَٱلۡإِنجِيلَ وَمَآ أُنزِلَ إِلَيۡہِم مِّن رَّبِّہِمۡ لَأَڪَلُواْ مِن فَوۡقِهِمۡ وَمِن تَحۡتِ أَرۡجُلِهِم‌

“Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan (Al Qur’an) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. Di antara mereka ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka.“ [QS Al-Maidah 5:66]

 

Selain itu, Islam menolak pandangan kapitalis materialistik yang membatasi jumlah anggota keluarga untuk kepentingan ekonomi. Sebaliknya, Islam menganjurkan untuk memiliki banyak anak tanpa takut miskin dan melahirkan populasi generasi muda yang besar yang akan menjadi sumber kekuatan politik, ekonomi, militer, dan sosial yang utama bagi Khilafah. Hanya Khilafahlah yang memiliki kemampuan untuk memanfaatkan potensi penuh dari kaum muda melalui kebijakan-kebijakannya yang Islami untuk menjadikan mereka sebuah kekuatan bagi masyarakat dalam Khilafah. Nabi SAW bersabda,

تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ ، إِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ الْأَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

 ”Nikahlah kalian dengan wanita yang penyayang dan subur, sesunguhnya aku bangga dengan banyaknya anak-anak kalian dihadapan para nabi pada hari kiamat.” [HR. Ahmad].

 

Oleh karena itu, Khilafah adalah negara yang akan menyatukan kesejahteraan ekonomi dengan keadilan ekonomi bagi warganya. Di samping itu Khilafah menolak konsep kontrol populasi yang cacat, berbahaya, dan menindas. Inilah sistem yang telah disampaikan oleh Allah SWT, Tuhan Semesta Alam, untuk melayani kebutuhan umat manusia bukan beberapa elit, saja. Juga sebuah sistem yang berorientasi pada pengurusan manusia bukan model pengelolaan kekayaan dan pengaturan ekonomi yang fokus pada keuntungan yang Khilafah akan sebarkan ke seluruh dunia untuk menghapus ketidakadilan dan penderitaan manusia di mana pun berada. Allah Swt berfirman,

 

أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً

Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.” [QS Luqman 31:20]

 

Dr. Nazreen Nawaz

Anggota Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*