Hanya dalam rentang waktu seminggu kita dikejutkan dengan terungkapnya kejahatan penjualan bayi di kawasan Jakarta Barat. Pelaku mengakui ia bisa menjual bayi 3 kali dalam setahun. Khusus Desember 2012 ia telah menjual 12 bayi ke berbagai kalangan. Pihak kepolisian menyatakan bahwa kelompok yang telah beroperasi sejak 1992 ini telah menjual 60 bayi.
Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang memantau kasus kekerasan dan penculikan anak di Indonesia mengatakan dalam dua tahun terakhir kasus penculikan anak yang masuk ke lembaga itu terus meningkat. “Tahun 2011 ada 121 kasus yang dilaporkan kepada kami dan kemudian pada tahun 2012 angkanya meningkat menjadi 182 kasus,” kata Ketua Komnas Perlindungan Anak, Aris Merdeka Sirait.
Aris menambahkan pada tahun 2012 dari 182 kasus penculikan yang dilaporkan sebanyak 37 diantaranya terjadi di rumah sakit bersalin atau puskesmas. Menurunnya pelaporan ini diduga oleh Aris karena ada perubahan modus operandi, yakni sindikat ini langsung mendekati keluarga miskin dan menawarkan sejumlah uang, tidak lagi melakukan penculikan.
Para pelaku jelas merupakan sindikat. Mereka terorganisir rapi sejak mencari korban dan pembeli. Jaringan penjual bayi ini bahkan bisa menjual bayi-bayi mereka hingga ke luar negeri. Kasus terakhir polisi menemukan bukti pelaku menjual bayi ke Singapura. KPAI juga menduga sindikat ini bekerjasama dengan oknum aparat karena mereka bisa mendapatkan akta kelahiran untuk bayi-bayi yang mereka jual dan juga paspor untuk keperluan perdagangan ke luar negeri.
Mengincar Keluarga Miskin
Dalam operasinya sindikat perdagangan bayi ini melakukan tiga cara; pertama, melakukan penculikan. Akan tetapi cara ini telah berkurang karena beresiko tinggi. Kedua, modus operandi yang lain adalah dengan mendatangi panti-panti asuhan dan menawarkan orang tua asuh bagi bayi yang mereka anggap cocok. Dengan cara ini pihak panti tidak akan melaporkan kehilangan anak karena mereka diyakinkan bahwa bayi-bayi itu akan diberikan kepada orang tua asuh. Padahal kenyataannya bayi-bayi itu mereka jual kepada pasangan yang membutuhkannya.
Cara ketiga, adalah dengan membeli dari keluarga yang tidak mampu. Anggota sindikat berkeliling kampung, puskesmas dan rumah bersalin mencari keluarga miskin yang akan memiliki anak. Sebagaimana ditulis di atas, mereka bahkan berani memberi DP kepada bayi yang masih dalam kandungan bila ibunya menyetujui. Dalam beberapa kejadian sindikat ini bekerjasama dengan bidan setempat.
Kejahatan perdagangan bayi diperkirakan akan meningkat seiring dengan masih banyaknya jumlah keluarga miskin di tanah air. Pada tahun 2005 Pusat Data Kemiskinan Departemen Sosial RI mengeluarkan data bahwa jumlah keluarga miskin di Nusantara adalah 19,2 juta keluarga. Sedangkan data pada tahun 2012 jumlah warga miskin di tanah air mencapai 30 juta jiwa atau lebih banyak dari total penduduk Australia dan Malaysia.
Keluarga miskin seperti itulah yang rawan menjadi incaran sindikat perdagangan bayi. Keluarga miskin harus menanggung biaya kesehatan yang berat bagi mereka. Mulai dari fase kehamilan yang membutuhkan kontrol kesehatan, asupan gizi yang sulit untuk dipenuhi oleh pasangan miskin. Saat melahirkan biaya persalinan pun menjadi persoalan apalagi bila si ibu mengalami gangguan semisal harus menjalani bedah cesar, maka biaya kian membengkak. Pasca melahirkan pun biaya perawatan bayi menjadi persoalan. Apalagi bila keluarga tersebut harus menanggung juga anak-anak yang lain. Kondisi terjepit seperti inilah yang membuat banyak keluarga miskin merelakan menjual anaknya, baik dengan alasan komersil ataupun dengan harapan agar anaknya mendapatkan orang tua yang lebih layak mengurusnya.
Maka mengentaskan kejahatan perdagangan bayi tidak bisa dilepaskan dari jerat ekonomi kapitalisme yang dirasakan oleh banyak keluarga di tanah air. Minimnya jaminan sosial dan kesehatan menjadi beban hidup tersendiri. Sementara untuk kebutuhan hidup sehari-hari saja sudah dirasakan kian berat.
Pemerintah memang sudah mengeluarkan Program Jampersal (Jaminan Persalinan). Anggaran yang berasal dari APBN, bukan APBD, ini sangat besar. Untuk tahun 2013 saja sudah dianggarkan sebesar Rp 7 triliun. Setiap ibu melahirkan akan mendapat bantuan sebesar 600 ribu rupiah. Akan tetapi di lapangan program ini macet. Sejumlah bidan dan rumah sakit belakangan mengeluhkan sulitnya mencairkan Jampersal selain juga terjadi pemotongan dana jampersal yang mereka terima. Akibatnya terjadi penolakan pelayanan Jampersal bagi warga miskin di sejumlah daerah. Ditengarai karena ada beberapa pemda yang justru mengendapkan dana Jampersal, selain juga terjadi salah peruntukkan bukan bagi warga miskin. Himpitan ini yang mendorong sejumlah ibu miskin tega menjual anaknya ke sindikat perdagangan bayi.
Diperkirakan beban hidup masyarakat miskin akan semakin berat dengan kebijakan pemerintah untuk mengurangi subsidi seperti kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan rencana kenaikan harga BBM. Berharap kejahatan perdagangan anak akan berhenti dari kondisi kemiskinan seperti ini jelas mustahil.
Membongkar Lingkaran Setan
Kriminalitas perdagangan bayi adalah bagian dari lingkaran setan, kejahatan yang disebabkan oleh kemiskinan. Penegakkan hukum semata tidak cukup menghentikan laju kejahatan ini. Harus ada perombakan sistem ekonomi yang menciptakan distribusi kekayaan yang berkeadilan, dan itu yang tidak akan pernah bisa diberikan oleh kapitalisme. Kapitalisme-liberalisme lebih memilih mencabut subsidi bagi rakyat, meminimalisir jaminan sosial, menciptakan konsentrasi kekayaan (kanzul mal) pada sebagian orang.
Sebagai catatan menurut daftar orang terkaya di Indonesia versi majalah Forbes Indonesia yang terbit Desember 2012, Indonesia memiliki 32 orang dengan kekayaan lebih dari US$ 1 miliar, baik perorangan maupun keluarga mengalahkan Jepang yang hanya memiliki 28 pengusaha yang masuk dalam kategori tersebut. Sementara itu lima konglomerat Indonesia termasuk Chairul “anak singkong” Tandjung mengalami lonjakan drastis kekayaan mereka. Artinya, bagi orang-orang superkaya resesi ekonomi sama sekali tidak berpengaruh bagi penghasilan mereka. Apalagi sekedar pencabutan subsidi BBM, kenaikan TDL, dsb. Beda dengan masyarakat grass root yang makin merintih akibat kebijakan zalim tersebut.
Dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme, kasus perdagangan anak adalah kejahatan yang sering terjadi. Pada tahun 2011, BBC menurunkan laporan penculikan 300 ribu bayi selama lima dekade oleh sebuah gereja Katolik di Spanyol. Skandal ini melibatkan para pastor, biarawati, dokter dan perawat. Sementara itu di AS, menurut laporan The National Center for Missing and Exploited Children setiap tahun sekitar 10-13 bayi hilang diculik. Anak-anak, khususnya bayi menjadi komoditi yang menggiurkan pelaku untuk melakukan perdagangan anak.
Menghentikan perdagangan bayi harus dimulai dengan perombakan sistem perekonomian kapitalisme menjadi ekonomi berbasis syariat Islam. Karena memang hanya dalam syariat Islam terjamin kebutuhan hidup masyarakat secara luas. Ekonomi berbasis syariat Islam tidak mungkin dibangun di atas landasan masyarakat sekuler dan oleh pemerintah sekuler. Oleh karena itu hanya dalam naungan Khilafah Islamiyyah akan tercipta perlindungan menyeluruh bagi keluarga muslim secara baik secara ekonomi maupun sosial. Tanpa khilafah Islamiyyah dan syariat Islam jangan harap perdagangan bayi akan punah dalam sistem kapitalisme sekarang. [Iwan Januar – Lajnah Siyasiyah DPP HTI]
demo KERA si memang sistem busuk. sistem busuk hanya menghasilkan kerusakan dan kebusukan di tengah masyarakat. sdh saatnya membuang demoKERAsi, diganti dengan sistem mulia, sesuai fitrah, Syariah Islam.