‘Lezat’ Daging Impor

Bagaimana tidak ngiler untuk mengimpor daging, karena harga daging di luar negeri jauh lebih murah dibanding daging dalam negeri.

Impor daging memang ‘lezat’. Saking lezatnya semua pihak ingin menikmati. Bukan hanya importir saja yang ingin merasakan kelezatan, keuntungan yang berlipat ganda membuat banyak pihak, termasuk anggota dewan juga ingin kebagian gurihnya daging ‘bule’.

Apalagi kalkulasinya harga daging impor jauh lebih murah ketimbang daging dalam negeri. Saat ini harga daging di pasaran dalam negeri sudah menembus angka Rp 100 ribu/kg. Padahal daging impor hanya sekitar Rp 40 ribu/kg. Hitung-hitungan bisnis, dengan perbedaan harga yang sangat jomplang tersebut, dengan mendapat jatah impor cukup besar, keuntungan melimpah sudah ada di depan mata.

Kasus suap yang menyeret orang nomor satu di Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq membuktikan importir akan melakukan berbagai cara, termasuk yang haram agar ‘kelezatan’ daging impor tidak diambil orang lain. Terkuaknya kasus tersebut setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan Ahmad Fathanah, ‘tangan kanan’ Luthfi untuk menerima hantaran dari Direktur PT Indoguna Utama, Arya Abdi Effendi di salah satu hotel di Jakarta.

Dengan menyuap Luthfi yang juga anggota dewan tersebut, importir berharap bisa mendapat tambahan kuota impor yang sebelumnya dipangkas habis oleh Kementerian Pertanian. Importir berharap, kekuasaan Luthfi di partai bisa menekan Menteri Pertanian, Suswono yang memang berada dalam satu payung partai.

 

Importir Meradang

Kebijakan pemerintah memangkas kuota impor daging membuat importir kebakaran jenggot. Desakan untuk menambah impor daging sebenarnya telah berlangsung sejak tahun lalu. Bahkan aksi unjuk rasa sempat berlangsung di Kementerian Pertanian.

Alasan kalangan pelaku usaha adalah harga daging yang sudah kelewat tinggi, sehingga perlu tambahan impor. Sementara pasokan daging dari dalam negeri, pelaku usaha menganggap sulit diharapkan karena usaha peternakan sapi menyebar di seluruh Indonesia dan dalam skala usaha kecil. Ini berbeda dengan produsen sapi, seperti Australia dan Selandia Baru yang skala usahanya besar.

Namun desakan menambah kuota impor daging tak membuat pemerintah mengubah keputusan. Pemerintah sendiri punya alasan. Berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS), populasi sapi di Indonesia mencapai 14,8 juta ekor. Jumlah tersebut mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri yang hanya sekitar 450 ribu hingga 480 ribu ton/tahun.

Dengan alasan mendorong swasembada daging, pemerintah memang secara bertahap menurunkan alokasi impor. Pada tahun 2009, impor daging masih mencapai 63 persen  dari konsumsi nasional. Tahun 2010 diturunkan tinggal 48 persen dari kebutuhan nasional, tahun 2011 menjadi 34 persen. Tahun 2012, kuota impor hanya 18,5 persen atau 85 ribu ton (238 ribu ekor sapi bakalan dan 34 ribu ton daging sapi beku)

Tahun ini, pemerintah kembali mengurangi alokasi impor tinggal 14-15 persen atau hanya sebanyak 80 ribu ton. Jumlah itu terdiri dari 60 persen sapi bakalan atau sebanyak 267 ribu ekor (setara dengan 48 ribu ton daging) dan 40 persennya daging sapi atau sebanyak 32 ribu ton.

Dari alokasi impor daging sapi tersebut, untuk kebutuhan industri dan horeka (hotel, restoran dan catering) pada semester I 2013, pemerintah telah menetapkan sebanyak 19.200 ton (60 persen) dan semester II sebanyak 12.800 ton (40 persen). Dari jumlah tersebut untuk kebutuhan horeka selama setahun sebanyak 12.600 ton. Dalam bentuk prime cut (40 persen), secondary cut (35 persen) dan fancy dan variety meat (25 persen).

Adapun alokasi kebutuhan industri selama 2013 telah disepakati sebanyak 19.400 ton dalam bentuk CL65 dan CL 85. Dari hasil perhitungan Kementerian Perindustrian untuk kebutuhan anggota NAMPA (National Meet Producer Asosiation) sebanyak 14.500 ton, Asosiasi Distributor Daging Indonesia (ADDI) sebanyak 1.700 ton. Sedangkan untuk anggota Asosiasi Produsen Mie dan Bakso (APMISO) sebanyak 1.400 ton dan anggota ASPEDATA sekitar 1.800 ton.

Jika dibandingkan kuota impor daging tahun-tahun sebelumnya, maka alokasi impor daging tahun ini memang jauh lebih rendah. Pemangkasan kuota impor inilah yang kemudian membuat gerah pelaku usaha. Lebih parahnya lagi untuk kepentingan pribadi, mereka ‘main mata’ dengan anggota dewan. Terkuaknya kasus, hanya puncak gunung es. (mediaumat.com, 15/2)

Inilah Syarat Impor DagingSelain harus mempunyai ijin sebagai Importir Terdaftar (IT) produk hewan yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan, pelaku usaha yang akan mendatangkan produk ternak, termasuk daging harus memiliki syarat.

1.    Mempunyai kapasitas gudang instalasi karantina hewan sementara (bobot nilai 20 persen)

2.    Kinerja realisasi impor (bobot 20 persen)

3.    Pengalaman importasi daging (bobot 15 persen)

4.    Penyerapan sapi atau daging sapi lokal (bobot 20 persen)

5.    Kepemilikan alat angkut, khusus daging (bobot 5 persen)

6.    Memiliki kontrak kerja dengan Horeka (bobot 20 persen).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*