HTI Kota Bogor; Benarkah Penguasa Tunduk Pada Pengusaha?

HTI Press. Jum’at (15/2) yang lalu DPD 2 HTI Kota Bogor melakukan kunjungan ke Kasatpol PP Kota Bogor. Kepala Satpol PP Kota Bogor, Hendi Iskandar menerima rombongan HTI Kota Bogor dengan penuh penuh senyum dan kehangatan. Kasat PolPP menyatakan bahwa cukup dilematis antara tugas yang diberikan kepada kami dan implementasi di lapangan. “Kami bagaikan robot, kesana salah kesini salah,” tegas Pak Hendi tatkala menjelaskan realitas yang dihadapi oleh Satpol PP tatkala menangani persoalan penertiban PKL, prostitusi, miras dan penegakkan Perda atau PerWali.

Rombongan DPD 2 HTI Kota  Bogor terdiri dari Gus Uwik (Ketua DPD), Ir. H. Moch. Irfan (Ketua LF), Drs. H. Ray Iskandar (Anggota LF) dan Firmansyah Abu Zaky (Anggota LF) dalam kesempatan tersebut meyampaikan opini dan keluhan dari masyarakat terkait dengan maraknya pembangunan bangunan bisnis ‘besar’ seperti Lotte Mart, Hotel Horison, Mc Donald dll yang tersandung masalah. Namun walau tersandung masalah, mereka tetap jalan saja. ‘Ada apa ini? Banyak masyarakat yang kemudian menyatakan apakah penguasa sudah tunduk pada pengusaha? Sehingga walau perijinan tidak ada tetap saja mereka jalan?’ jelas Gus Uwik.

Menanggapi hal tersebut, Pak Hendi menjelaskan bahwa pembangunan MC Donalds sebenarnya telah mendapatkan izin dari BAPPEDA. Namun pihak MC Donalds belum menyelesaikan kajian Amdal dan peraturan lainnya, sebagai syarat sah keluarnya IMB seperti kajian sarana teknis dari DLLAJ, BPLH dan DKP. Setelah itu mengajukan site plant ke Wasbangkim. ‘Namun dalam dalam Perda no. 7 dan Perwali no 6 kurang lebih menyatakan bahwa setiap pengembang boleh melakukan pembangunan sambil menunggu proses pengurusan IMB,” ungkap Hendi Iskandar.

Mendengar jawaban dari Kasatpol PP tersebut, H. Ray Iskandar menegaskan bahwa persoalan perijinan tersebut sejatinya adalah persoalan sistem. ‘Jika akar masalahnya adalah adanya ‘perda karet’ tersebut, kenapa perda dan perwali tersebut tidak dicabut? Ataukah itu sengaja dibuat agar bisa digunakan oleh pengusaha sebagai celah menjalankan bisnisnya. Dan ini adalah aturan yang sengaja dibuat agar mememungkinkan penguasa bisa ‘membalas budi’ pengusaha yang membantunya?’ tanya H Ray retoris.

Menanggapi hal tersebut Kasatpol PP mengatakan bahwa betul ini adalah permasalahan sistem. “Oleh karenanya kami harap HTI sebagai organisasi dakwah yang tebilang cukup vokal mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah yang di nilai kurang baik, agar bisa menyampaikan nya langsung pula kepada pimpinan kami di atas,” imbuh Hendi yang pernah menjabat Camat di Bogor Barat itu.

Gus Uwik menambahkan bahwa pada dasarnya sistem Demokrasi memaknai politik sebagai bagi-bagi kekuasaan atau politik dagang sapi. Ini muncul sebagai akibat pragmatisme sehingga nilai-nilai idealisme tercerabut dari diri politis. Kasus adanya perda karet tersebut bisa jadi salah satu bukti politik dagang sapi. Oleh sebab itu, menurut Gus Uwik ada 2 persoalan utama yang perlu di kritisi dan di ganti. Yang pertama adalah individu pemimpinnya. Dalam pandangan Islam, bukan hanya sampainya individu pemimpin yang baik dan amanah saja. Namun juga sampainya syariat Islam ditampuk kekuasaan. “Karena dengan system Islam lah yang akan menjaga pemimpin tersebut tetap amanah dan berjalan sesuai koridor,” imbuh Gus Uwik.

Selanjutnya M. Irfan menjelaskan bahwa HTI telah melakukan kontak ke semua pihak untuk memberikan sumbangsih pemikiran bagi permakian dan solusi permasalahan Kota Bogor. HTI telah bersilahturahmi ke Walikota, Wakil Walikota dan aparatur pemerintah lainnya, baik tingkat Kota, Kecamatan bahkan sampai kelurahan. Kunjungan-kunjungan kami sebagai upaya Muhasabah lil Hukkam (Menasehati dan mengoreksi Penguasa). “Dalam Islam, tanggung jawab mengurus  masyarakat ada pada pundak penguasa. Sehingga ketika pemimpin nya bertaqwa dan menerapkan aturan Syariah, maka Insya Allah persoalan yang ada, akan mampu terselesaikan dengan baik,” terang M Irfan.

Oleh karenanya HTI terus menggelorakan penerapan Syariat dalam bingkai Khilafah ke semua lapisan masyarakat, baik Birokrat, Lembaga DPR/DPRD, para tokoh Masyarakat baik secara lokal maupun nasional, serta menjelaskan bahwa Demokrasi adalah sistem yang tidak lagi mampu menyelesaikan masalah, jelas M. Irfan kepada Kasatpol PP lebih lanjut. []Fir

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*