
Abu menjelaskan pemberlakuan perda ini akan menyebabkan aktivitas perzinahan (seks bebas) baik atas dasar suka sama suka atau komersil (PSK) dan penyebaran HIV/AIDS melalui hubungan seksual khususnya di Kobar semakin meningkat. Padahal, perzinahan dalam pandangan Islam merupakan perbuatan haram dan terkategori dosa besar. Lolosnya perda ini sendiri merupakan produk sistem demokrasi yang mendasarkan kebenaran segala sesuatu bertumpu pada nilai nilai sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) dan bukan halal haram. “Sehingga, setiap ketentuan hukum dan kebenaran hanya dipandang dari sudut pandang manfaat, kompromi atau hawa nafsu manusia. Agama dilarang campur tangan dan sebatas mengurusi masalah ritual.
Menurut Abu, seharusnya dalam setiap penyusunan aturan bagi publik harus memiliki landasan teologis (Syariah Islam) yang jelas. “Penerapan Syariah Islam oleh negara Insya Allah akan mampu memberantas HIV/AIDS dan seluruh problematika yang dihadapi negeri ini seperti kemiskinan, kebodohan dan lainnya secara tuntas hingga ke akarnya. (borneonews.com, 16/2)