Dilema Demokrat dan Gagalnya Partai Penguasa

Oleh: Ali Mustofa Akbar

Rapimnas Partai Demokrat (PD) usai digelar. Tidak ada yang bombastis dari event resmi partai ini. Adanya spekulasi bakal munculnya usulan digelarnya KLB untuk pelengseran ketua umum pun urung hadir. Namun memang tidak terlalu mengejutkan, sebab sesuai dengan AD/ART Partai Demokrat, ketua umum tidak bisa dilengser dengan Rapimnas.

Spekulasi pelengseran Anas Urbaningrum selaku ketua umum bukanlah sekedar isapan jempol belaka. Beberapa anggota DPP bahkan secara terang-terangan mengusulkan Anas diganti. Mereka diantaranya adalah Mereka adalah Rachland Nashidik (Sekretaris Departemen HAM Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat), Didi Irawadi Syamsuddin (Departemen Pemberantasan Korupsi dan Mafia
Hukum DPP Partai Demokrat), Ulil Abshar Abdalla (Ketua Pusat Pengembangan Strategi dan Kebijakan DPP Partai Demokrat), dan dua kader Demokrat, M. Husni Thamrin serta Zainal Asikin. (tempo.co, 17/02)

Kemelut Demokrat tampak begitu akut. Sebagaimana diketahui, selama dua tahun ini, demokrat bertubi-tubi dihujani persoalan. Beberapa kader potensialnya terlibat dalam kasus korupsi. Anas Urbaningrum pun tak luput dari masalah ini. Kasus Hambalang menyeretnya menjadi bulan-bulanan media.

Menyoal posisi Anas, kesimpulan Rapimnas Demokrat ini sejatinya tidak menjamin bahwa Anas dalam posisi Aman. Posisi Anas bakal amat dipengaruhi konstelasi politik ke depan. Pertama, terkait apakah Anas di vonis tersangka atau tidak. Kedua, perkembangan elektabilitas parpol hingga mendekati pemilu.

Jika Anas terus disandera kasus korupsi, tentu akan mengganggu konsolidasi partai. Maka Majelis Tinggi Demokrat bisa jadi kembali berfikir untuk mengikuti arahan sebagian kader agar menggelar KLB dengan tidak menunggu kepastian status Anas. Atau didesak mundur.

Sesuai Pakta Integritas PD yang ditanda tangani 33 DPD, bahwa salah satu poinnya adalah kader PD yang menjadi tersangka dalam kasus hukum, harus mengundurkan diri dari jabatan di partai. “Bila saya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi saya bersedia mengundurkan diri dari jabatan saya di PD, atau siap diberi sanksi dari Dewan Kehormatan Partai,” ujar SBY saat membacakan poin-poin dalam pakta integritas di kediamannya di Puri Cikeas. (detik.com, 10/02). Ucapan SBY ini tentu secara tidak langsung juga berlaku dan seakan ditujukan kepada Anas Urbaningrum.

Dilema Demokrat

Percikan ketidakharmonisan antara SBY dengan Anas memang sudah menjadi rahasia umum. Dalam Rapimnas kemarin seolah tampak kompak, padahal disana telah terbentuk faksi berseberangan. Yakni faksi Anas dan faksi Cikeas.

Amat dilematis tentunya bagi partai berlambang bintang Mercy ini. Satu sisi, solusi pelengseran Anas merupakan salah satu jalan tepat untuk menyelamatkan partai. Namun sisi lain, jika Anas dilengser maka bisa muncul gonjang-ganjing hebat, yakni faksi Anas bisa berontak. Tak aneh bilamana sebelum Rapimnas ada ancaman Walkout dari loyalis Anas jika ada agenda pergantian Ketum.

Kasus Anas memang sangat berpengaruh terhadap konsolidasi Partai, Meski Anas belum ditetapkan sebagai tersangka, alias belum ada vonis hukum. Namun tidak demikian dengan vonis politik, yang telah mengatakan Anas bersalah. Sebab menurut kacamata masyarakat luas, Anas adalah sudah bermasalah, itulah vonis politik.

Bukan sekedar persoalan korupsi

Image korupsi sudah begitu melekat dengan partai jawara pemilu 2009 ini. Efek dari semua itu membuat elektabilitas partai menurun drastis. Namun bukan sekedar itu saja sejatinya yang menyebabkan turunnya elektabilitas PD. Pun ada faktor lain, diantaranya:

Pertama: Buruknya kinerja Menteri dari Demokrat. Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menilai kinerja para menteri dari Partai Demokrat adalah yang terburuk dibandingkan dengan partai-partai koalisi lainnya. Penilaian dari hasil survei itu menempatkan pada pemahaman publik bahwa kinerja menteri-menteri yang berasal dari Partai Demokrat tidak memuaskan. Sebanyak 42,56% publik menilai tidak puas.

Kedua: Lunturnya figuritas SBY. Partai Demokrat adalah sebuah partai figuritas, belum terbangun sebuah sistem kepartaian yang baik. Alhasil ketika Leadership SBY menurun, maka elektabilitas partai juga menurun. Selama ini SBY dinilai sebagai seorang pemimpin yang lamban, sering galau ketimbang santun.

Ketiga: Gagalnya pemerintahan SBY. Saat ini pemerintah gagal dalam menangani krisis multi dimensi di Indonesia. Peningkatan justru pada utang. Sepanjang 2012 lalu, utang pemerintah Indonesia bertambah Rp 166,47 triliun. Hingga akhir 2012, total utang pemerintah
Indonesia mencapai Rp 1.975,42 triliun. Utang pemerintah Indonesia berada di level 27,3% hingga akhir 2012 (detik.com, 28/01/13), Kemiskinan masih banyak, korupsi menggurita, lemahnya penegakkan hukum, maraknya konflik horizontal, pun dekadensi moral kian merajalela. Sebagai partai penguasa, tentu Partai Demokrat menjadi yang paling bertanggung jawab.

Partai yang shahih

Menurut Budiardjo Miriam, Parpol adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggota nya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara konstitusional guna melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka. (Budiardjo, Miriam, Pengantar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 2000)

Pelajaran dari kasus Demokrat menunjukkan kegagalan sistematis didirikannya sebuah partai politik. Ketika partai di bentuk tidak berdasarkan fikrah dan thariqah Islam, serta antar anggotanya tidak diikat dengan ikatan akidah Islam maka hanya menimbulkan kekacauan. Partai politik seperti ini hanya mementingkan kepentingan kelompoknya ketimbang kepentingan masyarakat. Kekuasaan
menjadi tujuan utama, sehingga cenderung menghalalkan segala cara untuk meraih tujuan. Faktor kepentingan menjadi pengikat diantara para kader, sehingga jika berseberangan kepentingan niscaya menjadi kisruh. Tak ada sahabat sejati dalam demokrasi, adanya kepentingan sejati.

Partai politik yang sejati adalah partai yang mengambil Islam sebagai Ideologi, menetapkan ide-ide, hukum-hukum dan memecahan problematika sesuai syariah Islam berdasar Kitabullah dan Sunnah Rasul. Tak kalah penting, metode operasionalnya mencontoh metode (thariqah) Rasulullah Saw.

Partai politik seperti ini menganggap kekuasaan bukanlah tujuan utama, melainkan sebagai sarana untuk menerapkan sistem Islam secara kaffah. Sebab hanya dengan menggunakan aturan yang bersumber dari Ilahi sajalah yang dapat mengatasi kirisi multidimensi di negri ini. Sistem sekulerisme nyata-nyata sudah gagal. Karena itu, mari dukung dan ikut berjuang dengan Partai yang sungguh-sungguh berjuang menerapkan system Islam dalam bingkai Negara khilafah.

Sesuai dengan firman Allah Swt: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung (TQS. Ali ’Imran 104). Wallahu a’lam []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*