HTI Press. Bogor- DPD 2 HTI Kota Bogor mengadakan Sarasehan Tokoh bertema “Stop Prostitusi, Bisnis Seks, dan Gratifikasi Seks!”, Sabtu (23/2) di Meeting Room, sebuah restoran di jalan Padjajaran, Kota Bogor. Dengan menghadirkan panelis antara lain, M. Ircham (Pemred Jurnal bogor), Ahmad Faiz (Praktisi Rawan Sosial), Rustandi (kesbangpol) mewakili walikota Bogor, dan M. Iwan Januar (DPP HTI). Nampak tokoh bogor memenuhi meeting room tersebut diantaranya; Ketua MUI Kota Bogor [KH. Adam Ibrahim], dari unsur birokrasi, pengamat, Advokat, LSM, Budayawan, Ormas Islam lainnya dan unsur kepemudaan, perwakilan Aisyiah, serta kaum Ibu dan insan pers kota Bogor.
Ketua DPD 2 HTI Kota Bogor, Gus Uwik dalam sambutannya menjelaskan latar belakang serta tujuan dari acara sarasehan tokoh yang diadakan oleh HTI. “Latar belakang HTI membahas dan mengangkat tema ini, ada kekhawatiran yang teramat besar dari diri kami juga sebagian besar masyarakat Bogor, ketika Bogor memberi atribut diri sebagai Kota Beriman dan Kota Halal, namun justru terkuak surge seks bebas. Tertangkapnya mucikari yang masih berstatus mahasiswa bersama ABG belasan tahun sebagai penjaja seks sungguh sangat ironis,” tegas Gus Uwik.
Oleh karena, Gus Uwik berharap dengan adanya sarasehan ini bisa menemukan solusi factual dan fundamental terkait persoalan prostitusi, bisnis seks dan gratifikasi seks. Sebab seks bebas saat ini tidak lagi menimpa orang dewasa saja namun juga telah menyasar anak-anak belia. Bahkan sudah menggurita.
Dalam kesempatan tersebut M. Ircham [Pemred Jurnal Bogor] memaparkan fakta-fakta yang sangat mencengangkan para peserta sarasehan tokoh, “Apa yang tadi disampaikan Gus Uwik, bahwa prostitusi seks sudah menggurita, menurut saya bukan menggurita lagi, tetapi mencengkram di tengah kehidupan rumah tangga-rumah tangga yang ada di masyarakat,” tegasnya.
Berdasarkan penulusuran M Ircham bahwa di seluruh kota Bogor banyak beredar tempat-tempat prostitusi seks. Mulai dari jalan padjajaran, belakang Masjid Raya Bogor, mall-mall, paledang, dll. Tarif nya pun variatif dari 200-300 rb rupiah per malam. “Bahkan di perempatan lampu merah, ada yang bertarif ekonimis sekitar 50-100 rb rupiah per malam,” jelasnya.
Oleh karenanya, menurut M Ircham perlu pembenahan dan penanganan yang cepat. Perlu pengawasan melekat (WasKat) terhadap para pelaku seks bebas. Ircham pun tidak sepakat jika ada pelacur dinamakan PSK. Karena menurut terminologi jurnalis yang dinamakan seks bebas adalah seks yang dilakukan tanpa jalur nikah, sebagaimana agama islam mengajarkannya.
Sedangkan Ahmad Faiz [Praktisi Rawan Sosial] dalam kesempatan tersebut membongkar Bogor Undercover. “Selama saya berada ditengah-tengah para remaja dan anak muda yang hidup di jalanan, saya melihat begitu banyak para remaja yang melacurkan diri untuk memenuhi syahwat para laki-laki hidung belang, bahkan itu dilakukan oleh orangtua mereka sendiri,’ tegasnya.
Salah satu alasan yang mengemuka adalah terbentur masalah ekonomi. Ahmad Faiz menceritakan pernah ditawari oleh orang tua untuk ‘memakai’ anak gadis dengan harga murah hanya karena ingin mendapatkan uang belanja. “Maka saya sangat bersyukur ketika kawan-kawan HTI mengajak saya dengan instensif untuk kembali ke jalan yang benar. Saya melihat bahwa kondisi remaja saat ini betul-betul dihadapkan pada persoalan yang begitu membahayakan diri mereka,” jelasnya.
Sedangkan Rustandi [Staf Kesbangpol Pemkot Bogor] mengungkapkan bahwa selama ini terjadi kucing-kucingan antara PSK dan petugas Pol PP yang akan merazia mereka. “Ketika kami melakukan penyergapan ternyata PSK tersebut ada suaminya. Yang mengagetkan adalah istrinya tersebut telah di izinkan oleh suaminya. Lagi-lagi sama dengan apa yang tadi disampaikan oleh pembicara sebelumnya, yaitu alasan ekonomi,” jelasnya.
Masih menurut Rustandi, dalam sebuah operasi ada Bapak-bapak yang mengaku sebagai majikannya. Yang ditangkap adalah pembantunya dengan alasan yang tidak logis. “Ke depan, operasi akan dilakukan dengan cara tertutup (silent operation). Dan pada kesempatan ini insya Allah masukan dari HTI akan kami sampaikan kepada pimpinan, dengan harapan agar bisa memberikan solusi untuk menghilangkan praktek prostitusi seks di kota Bogor,” tutur perwakilan pemkot tersebut.
Setelah para panelis memaparkan materinya para peserta memberikan pandangan dan masukan terkait bagaimana persoalan prostitusi yang sudah sedemikian menggurita ini. Pak Prapto, dari perwakilan LSM, mengatakan bahwa semua ini terjadi karena adanya ketidakberesan pemerintah dalam mengentaskan persoalan sosial di tengah-tengah masyarakat. “Jangan percaya kepada politisi busuk! Saya juga meminta kepada para ulama jangan hanya melakukan doktrin saja tapi juga peduli terkait persoalan-persoalan masyarakat. Saya sangat berharap kepada HTI untuk terus memperjuangkan dakwah ini ke tengah-tengah masyarakat, bahkan kalau mungkin bisa nanti Walikotanya dari HTI,” tegas Pak Prapto disambut tawa dan riuh tokoh undangan.
Darai kalangan Advokat pun angkat bicara. Berbicara prostitusi dan seks maka tidak mungkin melepaskan antara kekuasaan dan perempuan. Bahkan isu yang sekarang menimpa seorang Pimpinan sebuah organisasi yang cukup bersih ternyata pemimpinnya tersandung kasus seks. Dan ini yang sesungguhnya tidak di ketahui oleh public bahwa yang tertangkap di kamar bersama seorang wanita itu adalah tokoh tersebut bukanlah asistennya. “Insya Allah bukti itu valid dan saya termasuk orang yang pernah menjadi salah satu calon kandidat pimpinan KPK, ketika pemilihan calon pimpinan KPK waktu lalu,” jelas Farid Muadz, advokat bogor.
Masih menurut Muadz, sebaiknya para perempuan yang berada di jalan saat malam tanpa di sertai mahromnya (anggota keluarganya-red) karena jika tidak ada mahrom sangat memungkinkan timbul fitnah. “Dalam studi dan penelitian saya, di Bogor ketika ada hari AIDS sedunia, ada sebuah LSM yang gencar mengkampanyekan budaya liberal dengan namanya LSM LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transeksual). Jadi kan aneh, ternyata yang mengkampanyekan hari AIDS ternyata adalah orang-orang yang bermasalah. Anehnya didukung oleh pemerintah kota,” imbuhnya lagi.
Menanggapi informasi dan fakta yang mengerikan tersebut, KH. Adam Ibrahim [Ketua MUI Kota Bogor] menyatakan sangat terkejut. Bahkan Kyai Adam mempertanyakan ulang apakah betul ada tempat prostitusi di belakang Masjid Raya Bogor yang sekaligus Markaz Islam Bogor. Sesepuh Bogor inipun mengapresiasi kegiatan sarasehan yang digagas oleh HTI ini. “Saya mengucapkan terima kasih kepada HTI yang sudah peduli terhadap persoalan sosial, dalam hal ini prostitusi seks online yang ramai dibicarakan beberapa waktu yang lalu. Walaupun kami juga merencanakan akan membahas persoalan ini beserta pemerintah, ormas islam dan stakeholder lainnya. Tak terkecuali HTI kita undang nantinya,” tegasnya.
Kyai Adam menyatakan bahwa para ulama memang sudah mengetahui persoalan yang disampaikan pada sarasehan ini. Namun tidak detil sebagaimana para panelis. Oleh karena itu Ketua MUI ini pun sangat berterima kasih atas masukan dari para tokoh yang hadir, sehingga nanti MUI bisa lebih tegas dan berani menyampaikan itu semua kepada masyarakat dan pemerintah. “MUI menyerukan agar para orang tua meningkatkan kepedulian kepada putra-putri nya agar terhindar dari pergaulan bebas. Selain itu saya pun yakin bahwa sistem Demokrasi Kapitalisme saat ini telah gagal memberikan kesejahteraan dan kebaikan kepada masyarakat. Dan hanya Islam lah yang memberikan gambaran utuh mengenai semua. HTI adalah ormas yang siap untuk menerapkan Syariah dalam sistem Khilafah,” tegasnya.
Di akhir acara, Ust. Iwan Januar dari DPP HTI menyampaikan bagaimana solusi Islam dalam mengentaskan persoalan Prostitusi tersebut. “Kita ini sangat aneh, pemerintah dengan getol mengeluarkan dan mensosialisakan perda anti merokok, namun tidak memperhatikan perda anti perzinahan? Begitu juga pemerintah mengeluarkan peraturan wajib memakai helm bagi pengendara motor, namun tidak mengeluarkan peraturan yang melarang pacaran dan perzinahan?” tegas Ust muda ini.
Masih menurut Ust Iwan, akar masalah berkembangnya industri seks adalah karena pemerintah yang abai terhadap permasalahan umat. Seorang pemimpin dalam Islam adalah bagaikan Junnah (perisai-red) bagi rakyatnya. Pemerintah dengan logika kapitalis dan sekulernya membiarkan praktik-praktik haram ini tumbuh subur di tengah masyarakat. “Bisnis seks dan gratifikasi seks bisa dibabat hingga akar-akarnya. Dan itu semua hanya mungkin dapat tercapai jika Syariah Islam diterapkan dalam bingkai Khilafah, bukan dalam Demokrasi yang telah terbukti gagal sebagaimana disampaikan oleh KH. Adam Ibrahim,” tegasnya. [] Fir