Problem Pengasuhan Anak Para TKI
dr. Arum Harjanti (Lajnah Siyasiyah MHTI)
Menakertrans Muhaimin Iskandar mengatakan bahwa pemerintah Indonesia masih memberlakukan moratorium penempatan TKI domestic worker ke beberapa negara penempatan di Timur Tengah yaitu Arab Saudi, Yordania, Suriah dan Kuwait, sampai ada jaminan kepastian hukum dan pemberian hak-hak dasar bagi TKI di negeri tersebut Menakertrans juga menyatakan bahwa sedang membuat konsep agar TKI yang bekerja keluar negeri itu suami istri, seperti yang telah diterapkan dalam program transmigrasi. Misalnya suaminya bekerja sebagai supir atau tukang kebun sementara istrinya bisa bekerja di rumah tangga (www.republika.co.id/13/02/11)
Pernyataan Menakertrans terkait dengan konsep suami istri TKI bekerja keluar negeri menarik untuk dicermati. Pernyataan itu seolah memberi solusi bagi jaminan keamanan para TKW Indonesia yang selama ini banyak mengalami kekerasan dan penganiayaan bahkan sampai mendapatkan hukuman mati di tempat bekerja. Namun benarkah problem yang dihadapi TKI hanya jaminan keamanan? Apakah benar bekerjanya suami istri itu menjadi solusi bagi para TKI? Tidak adakah persoalan lain yang muncul sebagai akibat program pengiriman TKI?
Banyak Persoalan Bagi TKI
Keberadaan para TKI di luar negeri diakui banyak pihak mengakibatkan munculnya berbagai macam persoalan. Persoalan yang paling banyak mendapatkan sorotan adalah penganiayaan atau hukuman mati yang menimpa para TKI / TKW di luar negeri. Moh Jumhur Hidayat, Kepala BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Penanggulangan Tenaga Kerja Indonesia) mencatat jumlah tenaga kerja Indonesia yang meninggal dunia di luar negeri setiap tahun lebih dari 1.000 orang.( http://www.antaranews.com Desember 2012 ). Laporan yang diterima Krisis Centre menyebutkan ada sekitar enam ribuan TKI bermasalah diseluruh dunia (http://www.bisnis.com/6 Desember 2012)
Namun sejatinya, persoalan TKI tidaklah hanya itu. Meneg PP&PA menyatakan gambaran permasalahan yang dialami perempuan pekerja migran di antaranya yang paling menonjol adalah pekerjaan tidak sesuai dengan perjanjian kerja, gaji tidak dibayar, dokumen tidak lengkap, mengalami penganiayaan, pelecehan seksual, perkosaan, PHK sepihak, dan lain-lain. Namun yang tidak kalah penting adalah permasalahan sosial sebagai akibat bekerja ke luar negeri, yaitu kemampuan keluarga dalam mengolah ekonomi hasil bekerja di luar negeri, masalah keretakan keluarga, dan kenakalan anak-anak. www.kalyanamitra.or.id/2012/10/10 Masalah ternyata juga dihadapi oleh anak-anak TKI yang lahir dan terpaksa tinggal bersama orang tuanya di sejumlah daerah perbatasan atau perkampungan TKI di luar negeri . Diperkirakan sekitar 40.000 anak TKI di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia tidak bisa mendapatkan pendidikan yang layak http://www.suaramerdeka.com/2012/06/20
Nampak jelas, bahwa bekerjanya seseorang ke luar negeri banyak membawa persoalan, terlebih bila yang bekerja sebagai TKI adalah perempuan yang juga sebagai ibu. Persoalan yang muncul tidak hanya bagi TKI-nya saja, namun juga terjadi pada keluarga yang ditinggalkan. Keluarga menjadi kehilangan fungsinya. Inilah sejatinya persoalan besar yang diabaikan. Dan tetap akan menjadi persoalan ketika suami istri bekerja bersama di luar negeri, bahkan bisa jadi persoalan menjadi makin runyam.
Problem Pengasuhan Anak Para TKI
Nasib anak adalah salah satu persoalan yang ditinggalkan para TKI. Ketika yang menjadi TKI suami istri, maka persoalan anak tidak terselesaikan. Persoalan ini yang sering luput dari perhatian, lantaran perhatian utama tertumpu pada gaji dan perbaikan ekonomi. Inilah buah dari sistem kapitalisme yang lebih mengutamakan pertumbuhan ekonomi dan mengabaikan terpenuhinya fungsi keluarga.
Anak adalah bagian dari keluarga, yang membutuhkan peran keluarga dan orang tua. Orang tua memiliki kewajiban yang tidak dapat digantikan terhadap anak. Mengasuh, merawat, dan mendidik anak tidak dapat ditunaikan ketika orang tua bekerja sebagai TKI ke luar negeri. Meskipun ada pihak lain yang menggantikan peran tersebut, baik orang lain maupun kerabat (paman bibi ataupun kakek nenek dll) namun fungsi sebuah keluarga menjadi tidak dapat terpenuhi. Inilah yang menjadi persoalan besar. Meneg PP & PA dalam kunjungan kerjanya ke Solo menyatakan Anak TKI ada yang putus sekolah, narkoba, dan hal lainnya.. http://www.bisnis-jateng.com/index.php/2011/07/1. Hal senada juga didapatkan dari salah satu kesimpulan dari hasil penelitian beberapa peneliti Universitas Gajah Mada (UGM) dan kampus lain dengan judul Children Health and Migrant Parents in Southeast Asia /CHAMPSEA (Dampak Migrasi Internasional terhadap Keluarga dan Anak Migran) menyebutkan bahwa anak-anak keluarga migran atau yang ditinggal orang tuanya menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar lebih banyak mengalami gangguan kesehatan psikologis. Mereka kebanyakan mengalami gangguan emosional, masalah perilaku dan hiperaktif. Anak-anak banyak mengalami masalah hilangnya peran salah satu orang tuanya, ibu atau ayah, atau bahkan kedua-duanya (http://sehatbagus.blogspot.com/2011/10/27)
Dengan demikian konsep yang sedang digagas oleh Menakertrans, masih menyisakan persoalan besar, yakni tidak berfungsinya sebuah keluarga. Dan ini yang menjadi problem, baik yang menjadi TKI bapaknya, atau ibunya, bahkan kedua-duanya. Hal ini perlu mendapatkan perhatian, karena salah satu faktor yang mengakibatkan maraknya persoalan remaja, adalah kurangnya perhatian orang tua. Di antaranya adalah karena ibu ikut bekerja. Dalam pertemuan pemimpin perempuan Indonesia tanggal 11-13 Februari 2013 di Menado, Menkes meminta perhatian khusus para orang tua terutama ibu rumah tangga terkait dengan hasil survei yang menemukan 94% siswi SMP – SMA mengaku pernah melakukan seks pranikah (beritamenado, 12/2). Bagaimana mungkin para ibu dapat memperhatikan perilaku anak-anaknya ketika bekerja sebagai TKW di luar negeri? Oleh karena itu, konsep TKI suami istri bekerja pada satu tempat, belum menyelesaikan problema yang muncul akibat bekerja di Luar negeri.
Solusi Mendasar
Kompleksnya persoalan yang diakibatkan oleh bekerja sebagai TKI, membutuhkan adanya solusi tuntas Bukan hanya masalah kemiskinan yang terselesaikan, namun juga dapat mengembalikan berfungsinya kembali sebuah keluarga dan hak anak-anaknya.
Persoalan mendasar yang menyebabkan seseorang bekerja sebagai TKI di luar negeri adalah kemiskinan. Oleh karena itu, pemerintah harus menjamin kesejahteraan rakyat dan menciptakan lapangan pekerjaan di tanah air. Tersedianya lapangan pekerjaan di tanah air tidak akan membuat orang tua bekerja ke luar negeri sebagai TKI. Dengan demikian keutuhan keluarga tetap dapat terjaga dan berfungsi dengan optimal. Para TKI tidak menghadapi berbagai persoalan di tempat kerja, anak pun mendapatkan pengasuhan, perawatan dan pengasuhan orang tua, keluarga hidup sejahtera di negeri sendiri.[]