Diskusi Terbatas Tokoh Perempuan Jember
HTI Press. Jember – Ledakan penderita HIV/AIDS Jember, buah sistem demokrasi sekuler. Itulah tema diskusi terbatas tokoh yang diselenggarakan Muslimah HTI DPD Jember, jum’at (01/03) di Rumah makan dapur Ibuku. Tema itu pun diamini oleh seluruh peserta yang hadir. Diskusi yang dihadiri oleh tokoh perempuan skala kabupaten itu dibuka dengan prolog “Dunia dalam dekapan HIV/AIDS” yang disampaikan oleh Nauroh Alifah, ketua DPD Muslimah HTI Jember.
Menyoroti status Jember sebagai daerah garis merah HIV/AIDS, pengusaha perhotelan sekaligus muballigoh, Hj. M. Sudja’I memaparkan bahwa aturan perhotelan seiring dengan digalakkannya program-program pariwisata di Jember sangat membuka ruang bagi tumbuh suburnya seks bebas yang merupakan sebab utama penularan HIV/AIDS. Pernyataan ini pun dipertegas oleh Dyah Kusworini, Kabid PPKL Dinkes Jember. “Dari tahun 2004 – 2011 ada 822 kasus dari jember, dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Ini hanya fenomena gunung es. Yang mencengangkan, pada usia 15 – 24 tahun terdapat 169 kasus, dan terbanyak adalah kasus pada ibu rumah tangga,” ungkapnya. Dyah pun menambahkan bahwa 83% dari penderita adalah heteroseks.
Jember selama ini dikenal dengan kota seribu pesantren. Akan tetapi, status Jember sebagai wilayah darurat HIV/AIDS mencoreng citra tersebut. Nyai Atiqoh, muballighoh sekaligus Pembina Muslimat NU Jember menjelaskan bahwa saat ini meski banyak pesantren tetapi sedikit yang terjun ke lapang untuk membina ummat. Terlebih lagi, HIV/AIDS ini adalah kesalahan sistem. Hj. M. Sudja’I pun menyepakati bahwa kalau tidak ada kerjasama antara ulama dan umara’ maka persoalan HIV/AIDS ini tidak akan bisa diselesaikan. Haryati, sekretaris KPA Kabupaten Jember yang juga hadir dalam diskusi tersebut menjelaskan bahwa banyak program yang sebenarnya sudah dilakukan pemerintah. Mengomentari tentang program kondomisasi yang banyak mendapat kritikan beliau menyampaikan, “Monggo kalau mau dibahas. Tapi pada intinya KPA pun mengakui, penanggulangan HIV/AIDS yang utama adalah dengan upaya pembinaan untuk mengubah perilaku. Dan program-program KPA harus sesuai dengan hukum-hukum agama yang diterapkan di Indoensia.”
Dalam diskusi tersebut, Velyan dari VCT RSD Soebandi Jember menyampaikan keresahannya akan program-program penanggulangan HIV/AIDS selama ini. “Saya sebenarnya, setuju nggak setuju. Karena peringatan terkadang salah kaprah. HIV/AIDS ini fenomena gunung es dan kita bergantung sepenuhnya pada dana asing untuk menjalankan program.” Siti Fatimah, pembina PIK KRR Jember juga berpendapat bahwa kondom bukan solusi. Solusi utama adalah bagaimana mengubah perilaku, agar berislam dengan baik.
HIV/AIDS memang buah buah system demokrasi – kapitalis. System ini telah melanggengkan bisnis & kebijakan mendukung seks bebas yang merupakan factor utama penyebab dan penularan HIV/AIDS. Untuk menuju dunia bebas HIV/AIDS, harus dilakukan upaya pembinaan pada seluruh lapisan masyarakat untuk menyadarkan akan Islam sebagai solusi dan mengubah system ke arah Islam. Yakni Khilafah Islamiyah yang menerapkan Al- Qur’an dan As sunnah secara kaaffah. Itulah kesimpulan dari diskusi terbatas tokoh ini. Kesimpulan ini selanjutnya akan disampaikankan kepada pihak-pihak terkait, terutama DPRD II Jember yang rencananya akan menggodok Raperda HIV/AIDS. Acara pun diakhiri dengan do’a khidmat untuk kebaikan negeri yang dipimpin oleh Nyai Atiqoh Masykur. []